Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Widget HTML

 


Jurus Sakti KPK Itu Bernama OTT

Sejak Juni-September 2017, KPK 9 Kali Gelar OTT 

Barang Bukti OTT KPK di Kabupaten Batubara, Sumut 13 Sept 2017 lalu. IST

Oleh: Asenk Lee Saragih 

Jambipos Online, Jambi-Pemberantasan praktik korupsi kini semakin gencar dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meski “digembosi” terus oleh DPR RI. Kini KPK lebih agresif dalam penggrebekan kasus korupsi dengan jurus sakti pamungkasnya yakni Operasi Tangkat Tangan (OTT). Jurus sakti bernama OTT kini semakin nyata dilakukan KPK untuk membuka mata publik kalau oknum pejabat dan sengkuninya masih saja rakus untuk melakukan korupsi.

Dengan tidak mengesampingkan laporan dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau penggiat aktivis anti korupsi soal dugaan korupsi, KPK kini lebih menfokuskan diri untuk melakukan gerakan bawah tanah dengan nama OTT dalam memberangus  oknum-oknum koruptor di Negeri Indonesia tercinta ini.

Jurus pamungkas KPK dengan nama OTT ini semakin menancapkan taringnya dalam menjerat para koruptor-koruptor yang tamak itu. Bahkan operasi OTT sudah menjadi senjata dan jurus pamungkas dalam menjaring satu persatu para koruptor dan kroninya.

Dari data yang dirangkum, dalam empat bulan terakhir ini saja, KPK menggelar sembilan kali OTT. Terhitung dari Juni 2017 hingga 16 September 2017, operasi tersebut digelar di sejumlah daerah.

Pada 9 Juni 2016, KPK menangkap Kasie III Intel Kejati Bengkulu, Parlin Purba (PP), pejabat pembuat komitmen di Balai Wilayah Sungai Sumatera VII Bengkulu, Amin Anwari (AAN) dan Direktur PT Mukomuko Putra Selatan Manjuto, Murni Suhardi (MSU).

Dalam OTT, uang suap yang diamankan dari tangan mereka bertiga sebesar Rp 10 juta. Namun menurut Komisioner KPK Basaria Panjaitan, sudah ada pemberian yang dilakukan AAN dan MSU kepada PP sebesar Rp150 juta.

Adapun dugaan suap ini terkait dengan pengumpulan bukti dan keterangan dalam sejumlah proyek yang ada di Balai Wilayah Sungai Sumatera VII Bengkulu. AAN dan MSU disangka sebagai pemberi suap. Sementara itu, PP disangka sebagai pihak yang menerima suap tersebut.

Lalu, pada Selasa pagi, 20 Juni 2017, tim Satgas KPK meringkus Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti, Lily Martiani Maddari istrinya, dan tiga pihak lain yang kedapatan melakukan transaksi suap menyuap terkait fee proyek di wilayah tersebut.

Atas perbuatannya, Ridwan, Lily Martiani Maddari dan Rico Dian Sari (bendahara DPD Partai Golkar Bengkulu) sebagai tersangka penerima suap. Selain itu, penyidik juga menetapkan satu pihak lain sebagai pihak pemberi suap, yakni Jhoni Wijaya selaku direktur PT SMS.

Dilanjutkan pada 2 Agustus 2017, tim Satgas KPK menggelar OTT di Pamekasan, Madura. Dalam aksi tersebut, KPK menangkap Bupati Ahmad Syafii dan Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan Rudy Indra Prasetya. Mereka dijadikan tersangka suap dalam kasus penyelewengan pengelolaan dana Desa Dasok. Besarnya Rp 250 juta.

Kasus berawal dari dugaan penyelewengan pengelolaan dana desa oleh Kades Dasok Agus Mulyadi. Kejari mengumpulkan bukti dan keterangan. Karena takut masuk penjara, Agus melapor ke Inspektur Inspektorat Pamekasan Sutjipto. 

Akhirnya, dengan restu Bupati Ahmad Syafii, mereka menyuap Kajari Rudy Indra Prasetya.
Pada 21 Agustus 2017, KPK juga mendapati panitera pengganti di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Tarmizi menerima suap terkait perkara yang disidangkan. Dia pun telah ditetapkan sebagai tersangka.

Selain Tarmizi, KPK menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka yakni Direktur Utama PT Aquamarine Divindo Inspection Yunus Nafik dan pengacara bernama Akhmad Zaini.

Akhmad Zaini merupakan penasehat hukum PT Aquamarine Divindo Inspection. Tarmizi diduga menerima suap total Rp 425 juta untuk menolak gugatan perdata yang diajukan Eastern Jason Fabrication Service Pte Ltd terhadap PT Aqua Marine Divindo Inspection.

Dalam perkara tersebut, Eastern Jason mengalami kerugian dan menuntut PT Aqua Marine membayar ganti rugi 7,6 juta dollar AS dan 131.000 dollar Singapura.

Adapula OTT di Jakarta, Tegal, dan Balikpapan pada 29 Agustus 2017. Salah satunya Wali Kota Tegal Siti Masitha Soeparno. Selain Siti Masitha, KPK mencokok pengusaha Amir Mirza Hutagalung dan Wakil Direktur RSUD Kardinah Tegal Cahyo Supriadi.

Selain itu, mereka yang turut ditangkap adalah mantan Kasubag Pendapatan dan Belanja RSUD Kardinah, Tegal, Agus Jaya, Kepala Bagian Keuangan RSUD Kardinah Tegal Umi, sopir Amir Mirza bernama Monez dan Imam Mahrodi. Kemudian ajudan Amir yaitu Akhbari Chintya Berlian. Dalam kasus ini, Siti Mashita dan Amir diduga sebagai penerima suap, sementara Cahyo diduga selaku pemberi suap.

Lagi-lagi, KPK kembali melakukan  OTT di Bengkulu pada 7 September 2017. KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait putusan perkara korupsi Kegiatan Rutin di Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) Kota Bengkulu tahun anggaran 2013, dengan terdakwa Wilson SE.

Penetapan itu setelah pihak lembaga antirasuah itu menggelar OTT di Bengkulu dan Bogor. Adapun yang ditetapkan sebagai tersangka yakni, Hakim Pengadilan Tipikor Bengkulu Dewi Suryana (DSU), Panitera Pengganti PN Bengkulu Hendra Kurniawan (HKU), dan seorang pegawai negeri sipil (PNS) keluarga dari terdakwa Wilson bernama Syuhadutal Islamy.

Dewi dan Hendra diduga menerima suap dengan kesepakatan Rp 125 Juta dari Syuhadatul agar Pengadilan Tipikor Bengkulu meringankan hukuman terhadap Wilson yang merupakan Plt Kepala BPKAD Pemkot Bengkulu.

Dimana Wilson telah divonis Pengadilan Tipikor Bengkulu dengan hukuman 1 tahun 3 bulan penjara oleh pengadilan pada 14 Agustus 2017.

Rabu 13 September 2017, Bupati Batubara OK Arya Zulkarnain juga diringkus KPK dalam OTT dan telah ditetapkan sebagai tersangka. Tak sendiri, empat orang lainnya yakni Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Dinas Batubara Helman Hendardi (HH), Sujendi Tarsono (STR) selaku pihak swasta, kontraktor proyek Syaiful Azhar (SAZ) dan Maringan Situmorang (MAS) juga ditetapkan sebagai tersangka.

Dalam kasus ini, OK Arya, Sujendi, dan Hendardi diduga sebagai penerima suap terkait sejumlah proyek di wilayah tersebut. Kemudian Maringan dan Syaiful yang notabene kontraktor diduga sebagai pemberi suap.

OK Arya disinyalir dijanjikan fee dalam tiga proyek infrastruktur senilai Rp 4,4 miliar oleh Syaiful dan Maringan. Diketahui Maringan menjanjikan fee sebesar Rp 4 miliar untuk pembangunan Jembatan Sentang dengan total proyek Rp 32 miliar yang dimenangkan oleh PT GMJ dan proyek pembangunan Jembatan Sei Magung senilai Rp 12 miliar yang dimenangkan PT T.

Sementara itu, Syaiful menjanjikan fee sebesar Rp 400 juta atas proyek betonisasi jalan Kecamatan Talawi senilai Rp 3,2 miliar. "Total KPK amankan uang tunai total 346 juta. Uang tersebut diduga bagian dari fee proyek senilai total 4,4 miliar," ungkap Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.

Usai dari di Kabupaten Batubara, KPK juga melakukan OTT di Banjarmasin kemarin, Kamis (14/9/2017). Dalam OTT ini KPK mengamankan sejumlah orang yang kedapatan menjalankan transaksi terkait peraturan daerah di Banjarmasin.

Dari lima orang, dua diantaranya Ketua DPRD Banjarmasin berinisial IR dan Direktur Utama Perusaan Daerah Air Minum (PDAM) Banjarmasin berinisial M. Saat itu, kelima orang yang terjaring OTT tersebut telah diamankan dan dibawa ke Polda Kalsel. Usai diperiksa, para pihak tersebut telah diterbangkan ke Jakarta, dan telah sampai di kantor KPK.

Tak hanya di Banjarmasin, KPK dikabarkan juga kembali melakukan OTT kepada Wali Kota Batu, Malang, Jatim, berinisial ER pada Sabtu(16/9/2017) sore. Kali ini dalam operasi senyap yang digelar di Jawa Timur, tim Satgas Penindakan KPK berhasil membekuk ER.

Berdasarkan informasi yang dilansir JawaPos.com, ER ditangkap karena kedapatan melakukan transaksi suap menyuap untuk mengegolkan proyek senilai miliaran rupiah. 

Selain ER, tim juga berhasil menangkap sejumlah pihak lain yang diduga sebagai pihak penyuap. Hingga saat ini, kegiatan penindakan masih dilakukan oleh KPK, sehingga belum bisa terkonfirmasi secara detail, siapa saja pihak yang ditangkap, berapa barang bukti uang suap, serta motif kasus dugaan suap menyuap ini. 

Sementara juru bicara KPK Febri Diansyah, belum mengangkat telefon maupun membalas pesan konfirmasi melalui aplikasi whatsapp saat dikonfirmasi wartawan terkait OTT Wali Kota Batu, Malang, Jatim, berinisial ER pada Sabtu(16/9/2017) sore. (*)

 
Berita Terkait
42.KPK Kumpulkan Bukti Baru dari Rumdis Gubernur dan Villa Zulkifli Nurdin

Berita Lainnya

Posting Komentar

0 Komentar