Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Widget HTML

 


Rentetan Serangan Teroris di Indonesia, Tiga Tahun Ini Jadi Dilema (#MuakDenganTeroris)

Keluarga Terduga Pelaku Bom Bunuh Diri 3 Gereja di Surabaya.IST
Jambipos Online, Jambi-Rentetan serangan terorisme di Indonesia sejak Tahun 2016, 2017 hingga Mei 2018 menjadi dilema bagi Polri. Pencegahan dini sulit dilakukan karena terbentur dengan UU Terorisme yang hingga kini belum disahkan DPR RI. Sulitnya pemberantasan sel-sel terorisme di Indonesia, karena belum ada payung hukumnya.

Serangan demi serangan oleh kelompok teroris dianggap sebagai ketidak berdayaan kepolisian dalam mengantisipasi pergerakan teroris. Sejak Tahun 2016, 2017, 2018 pergerakan terorisme di Indonesia semakin nyata dimata masyarakat. 

Belum kering tanah makam 5 Anggota Polri yang gugur di Rutan Mako Brimob Selasa 8 Mei 2018 malam lalu, yang dibunuh oleh napi teroris. Sehingga 155 Napi Teroris harus dipindahkan ke Nusakambangan.

Tiba-tiba pagi hari, Minggu 13 Mei 2018 serangan bom bunuh diri terjadi di tiga gereja di Surabaya. Tiga gereja tersebut adalah Gereja GKI Jalan Diponegoro Surabaya dan Gereja Pantekosta Jalan Arjuno Surabaya serta Gereja Santa Maria Tak Bercela, Jalan Ngagel Madya Surabaya.

Aksi yang diduga dilakukan oleh jaringan pendukung ISIS telah menewaskan 13 orang dan 43 luka-luka (Pukul 20.00, Minggu 13/5/2018).

Bahkan kata Kapolri Tito Karnavian, diduga pelaku bom bunuh diri di tiga gereja Surabaya adalah sekeluarga, alumni ISIS Suriah. 

Menurut klaim Polri, kelompok jaringan ini sudah terdeteksi bergerak setelah kericuhan di Rumah Tahanan Salemba Cabang Markas Korps Brigade Mobil itu terjadi Selasa (8/5/2018). 

Namun, Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Markas Besar Polri, Inspektur Jenderal Setyo Wasisto membantah Polri kebobolan. Alasannya, Polri terkendala dengan ketentuan soal Undang-Undang terorisme saat akan mengambil langkah tegas.

“UU (Undang -Undang) kita sifatnya responsif,” ujar Setyo dalam jumpa pers di Markas Besar Polri hari ini, Minggu (13/5/2018).

Ia berharap, rancangan revisi UU Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme bisa memberikan keleluasaan bagi Polri untuk melakukan tindakan preventif, salah satunya ialah menangkap langsung orang-orang yang berafiliasi dengan kelompok teroris.

“Segera diberikan payung hukum kepada Polri untuk dilakukan upaya preventif. Kita bisa menangkap orang yang sudah ada barang buktinya,” ujar Setyo.

Wawan Purwanto, Juru Bicara Badan Intelijen Negera (BIN) mengatakan, setelah insiden kericuhan di Rutan Salemba Cabang Mako Brimob, beberapa informasi terkait adanya pergerakan jaringan teroris di berbagai wilayah Indonesia telah disampaikan kepada Polri.

Informasi itu antara lain soal pergerakan jaringan teroris yang berafiliasi dengan Kelompok ISIS di Indonesia bakal melakukan serangan sejak 11 Mei 2018. Namun lagi-lagi, Polri termasuk BIN mengaku kesulitan mendeteksi langkah yang dilakukan jaringan teroris ini.

“Kan Polisi enggak bisa menangkap karena harus ada bukti permulaan yang cukup ya," ujar Wawan.

Setelah Kericuhan di Mako Brimob

Ketika kericuhan di Rutan Salemba Cabang Mako Brimob terjadi pada Selasa lalu, Polri buru-buru memberikan klarifikasi terkait jaringan para pelaku. Namun, saat ditanya wartawan, Polri melalui Kepala Biro Penerangan Masyarakat, Brigadir Jenderal M Iqbal membantah para tahanan yang membuat kericuhan di dalam rutan merupakan jaringan terafiliasi dengan ISIS.

“Sampai saat ini, kami membantah itu (ISIS)," kata Iqbal, Kamis lalu (10/5/2018). Iqbal pun menguatkan bahwa tidak ada bukti-bukti kuat terkait dengan ISIS. “Kejadian itu dipicu oleh permasalahan makanan tahanan,” kata Iqbal.

Setelah kericuhan di Mako Brimob, ISIS mengklaim bertanggung jawab atas kejadian menewaskan lima orang polisi di Rutan Mako Brimob. Klaim ini lah berseberangan dengan keterangan Polri. Apalagi dengan merujuk rentetan peristiwa setelah kericuhan di Rutan Mako Brimob, pola-pola ini menguatkan para pelaku berafiliasi dengan jaringan ISIS di Indonesia.

Muhammad Jibriel Abdul Rahman, pemerhati terorisme telah menganalis pelaku kericuhan di Rutan Mako Brimob adalah orang-orang yang terafiliasi dengan ISIS. Namun, ia meyakini serangan teror tidak direncanakan. 

Pasca kejadian di Mako Brimob, telah berdampak terhadap mereka yang berideologi dengan ISIS di Indonesia. Mereka tergugah untuk melakukan tindakan serupa, karena kejadian di Mako Brimob adalah kesuksesan dengan korban jiwa polisi sampai lima orang.

Analisa Jibriel ini berdasarkan insiden penusukan anggota Polisi, sehari setelah drama penyanderaan berlangsung di Rutan Mako Brimob. Setelah itu, dilanjutkan dengan serangan bom bunuh diri yang terjadi di tiga gereja di Surabaya.
Serangan Bom Bunuh Diri di salah satu Gereja di Surabaya, Minggu 13 Mei 2018. Antara
“Saya bisa pastikan itu ISIS,” kata Jibriel, seperti dilansir Tirto.id. Ia pun menegaskan, jaringan ini memang mengincar aparat kepolisian karena dianggap sebagai musuh.

Apa yang dikatakan Jibriel dibenarkan oleh Wawan Purwanto, Juru Bicara BIN. Wawan mengatakan para pelaku merupakan jaringan ISIS yang berafiliasi dan eksis di Indonesia melalui organisasi Jamaah Ashar Daulah (JAD).

“Memang indikasinya ke JAD," ujar Wawan. Ia pun mengatakan, jaringan ini merupakan kelompok lama yang bersalin rupa dengan berganti beberapa nama.

Polri akhirnya telah membenarkan usai kejadian ricuh di Rutan Salemba Cabang Mako Brimob, terkait jejaring kelompok teroris berafiliasi dengan Jamaah Ashar Daulah, satu dari tujuh kelompok jejaring ISIS di Indonesia yang dipimpin oleh Aman Abdurrahman. Sebelum mengalami perubahan nama, JAD dulunya bernama Tauhid Wal Jihad yang langsung dikomandoi oleh Aman.

“Mereka ini kelompok JAD Jabodetabek termasuk Bandung sekarang mereka bergerak bersama-sama,” kata Setyo menanggapi pertanyaan terkait sejumlah penangkapan teroris yang berbarengan di hari yang sama saat ada serangan bom meledak di Surabaya.

Pada Minggu (13/5/2018) dini hari, sebanyak empat orang terduga teroris ditembak mati Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror di Terminal Pasirhayam, Desa Sirnagalih Kecamatan Cilaku, Cianjur, Jawa Barat pada Minggu (13/5/2018).

Di hari yang sama, Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian juga memberi pernyataan bahwa pelaku bom di tiga gereja di Surabaya, diduga dilakukan oleh satu keluarga pendukung ISIS.

"Kelompok tak lepas dari Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) yang merupakan pendukung utama ISIS di Indonesia yang dipimpin oleh Aman Abdurahman," kata Tito.

Dianggap Kebobolan

Beberapa kejadian seperti ricuh di Mako Brimob, penusukan aparat polisi, dan bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya, telah memunculkan pertanyaan bagaimana kepolisian memproteksi keamanan warga dari tindakan terorisme?

Insiden di Mako Brimob memberi pesan bahwa "kandang" pasukan elite Polri saja bisa dikuasai para narapidana teroris selama 38 jam, dan tentu saja menjadi tamparan keras bagi kepolisian.

Bambang Rukminto, pengamat kepolisian dari Institut for Security and Strategic Studies (ISeSS) mengatakan serangan teror ini merupakan bukti ada permasalahan di internal Polri sehingga membuat Polri kebobolan. Ia menyebut, serangan teror bom bunuh di Surabaya dan rangkaian kejadian sebelumnya akibat tak solidnya Polri dan ditambah fungsi intelijen tidak berjalan.

Ia berpendapat kejadian ini mirip seperti serangan bom bunuh diri yang terjadi di terminal Kampung Melayu pada 2017 lalu. “Sejak awal kepemimpinan Pak Tito tidak solid di internal dan ini menyebabkan informasi intelijen kebobolan dan pola ini terjadi di Kampung Melayu,” kata Bambang, Minggu (13/5/2018).

Polri yang mengklaim sudah mendeteksi adanya pergerakan jaringan teroris pasca kericuhan di Rutan Mako Brimob, namun kata Bambang, faktor adanya ketidaksolidan bisa nampak dari rentetan serangan teror melanda belum genap sepekan ini.

Ia mempertanyakan bagaimana sistem deteksi dini intelijen dan Polri bekerja, saat rangkaian kejadian serangan selama sepekan berlangsung.

“Kalau fungsi intelijen ini berjalan dan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) bisa menjalankan sesuai tugasnya, ini bisa diantisipasi,” ujar Bambang.

Teroris Musuh Bersama

Sikap apatis dan egoisnya bertetangga dan bermasyarakat menjadi salah satu penyebab tumbuh kembangnya pelaku-pelaku teror di Tanah Air Indonesia saat ini. Sikap masa bodoh bertetanga juga satu alasan mengapa mudahnya pelaku-pelaku teror menyusun kekuatan dalam rangka menjalankan aksinya. 

Model bermasyarakat dan bertetangga kini hanya sekadar kasat mata. Tak ada lagi tegur sapa. Tak ada lagi cengkrama. Kita kerap kali hanya bertatap mata jarak jauh tanpa ada niat untuk bersilaturahmi dengan tetangga. 

Lihat saja apa yang dialami Ketua DPRD Surabaya Armuji mengaku terkejut saat petugas kepolisian meminta rekaman kamera pengintai (CCTV) di rumah makan miliknya pada Minggu (13/5/2018) malam.

Armuji, yang memiliki Rumah Makan Bebek Alas Daun di Wonorejo Asri, Kecamatan Rungkut, Kota Surabaya, sempat menanyakan kepada petugas kepolisian untuk apa rekaman CCTV tersebut.

Petugas pun memberi tahu bahwa rekaman CCTV tersebut untuk penyelidikan keluarga yang diduga pelaku peledakan bom bunuh diri di tiga gereja di Kota Surabaya yang menewaskan 13 orang dan melukai 43 orang pada Minggu (13/5/2018) pagi.

Tiga gereja tersebut adalah Gereja GKI Jalan Diponegoro Surabaya dan Gereja Pantekosta Jalan Arjuno Surabaya serta Gereja Santa Maria Tak Bercela, Jalan Ngagel Madya Surabaya.

Rumah makan milik Armuji kebetulan letaknya tidak jauh dengan rumah milik keluarga terduga pelaku pengeboman tiga gereja yang berada di Wonorejo Asri Blok K/22A.

Satu keluarga tersebut adalah pasangan suami istri yakni Dita Oepriarto dan Puji Kuswanti serta empat anaknya yang terdiri dari dua laki-laki dan dua perempuan. Empat anak Dita masih bersekolah, satu masih di SMA, satu SMP, dan di SD.

Contoh lainnya, yakni kasus penyerangan teroris ke Markas Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut) di Jl Medan - Tanjung Morawa Minggu 25 Juni 2017 Pukul 03.00WIB lalu. 

Rumah pelaku (SP) pembunuhan Aiptu Martua Sigalingging sudah terpampang bendera ISIS selama 7 tahun. Namun kepala lingkungan sekitar cuek saja bahkan mendiamkannya.

Bahkan ada tetangga baru yang baru pindahan, kerap masyarakat cuek dan bahkan tak peduli. Kerap masyarakat hanya melihat dari luarnya saja. Misalnya hanya menilai tetangga itu baik dengan penampilan sampul luarnya saja. Namun pada kenyataannya mereka tengah menyusun kekuatan untuk aksi teror. 

Ketua RT dan keamanan lingkungan bahkan sudah alpa dalam memberikan rasa aman terhadap lingkungannya dan warganya. Bahkan ada oknum-oknum Ketua RT dan keamanan lingkungan tak peduli dengan keberadaan warga disekitarnya. Setelah terjadi hal-hal yang merugikan dan menakutkan warga, baru sadar bahwa mereka punya tugas dan tanggungjawab ditengah masyarakat. 

Kepada instansi yang terlibat dalam pemberantasan program radikalisme dan terorisnya sudah saatnya menyapa perangkat wilayah seperti RT dan keamanan lingkungan. Dialog tentang radikalisme dan terorisnya tak melulu dikalangan tokoh pemuda, LSM, tokoh agama, pejabat pemerintah  saja, namun sudah saatnya menjangkau tingkat RT.

Budaya tegur sapa dan silaturahmi bertetangga yang sudah mulai luntur dari budaya masyarakat kita, memberi peluang bagi oknum-oknum yang dalam darahnya ada bibit-bibit sifat radikal dan aksi-aksi teror di tengah masyarakat.   

Pemerintah daerah juga harus mengaktifkan kembali Pos Siskamling yang sedulunya menjadi garda terdepan dalam memberikan rasa aman warga dan lingkungan sekitar. 

Berkaca dari penangkapan dua terduga teroris yang merupakan pasangan suami istrioleh Tim Densus 88 Mabes Polri di Patimura, Kampung Bugis RT 35, Kecamatan Alam Barajo, Kota Jambi Senin 29 Mei 2017 lalu, menjadi tamparan bagi pemerintah daerah dan aparat kemanan kita.

Kota Jambi yang sebelumnya sudah tersebar sebagai kota aman di Sumatera, akhirnya tercoreng dengan aksi penangkapan dua terduga teroris tersebut. Pemberdayaan Ketua RT yang digembar-gemborkan pemerintah selama ini ternyata masih sebatas penerima dana hibah pemerintah. 

Bayangkan saja, Ketua RT dan kepala keamanan lingkungan Kampung Bugis RT 35, Kecamatan Alam Barajo kecolongan selama dua bulan, karena tidak tahu kalau ada suami istri yang tinggal di lingkungannya dan terduga pelaku aksi teror. 

Maka dari itu, mari saling tegur sapa bertetangga. Pekalah terhadap penghuni baru disekitar kita. Boleh mencurigai, tapi jangan berlebihan. Menegur dengan ramah dan melakukan silaturahmi dengan sikap antipasi.

Kilas Balik Kasus Terorisme 2016-2017

Polres Metro Tangerang Selatan saat melakukan upacara penyerahan jenazah almarhum Briptu Ridho Setiawan, di Rumah Duka Kelurahan Bojong Nangka Kecamatan Kelapa Dua, Tangerang, Kamis (25/5/2017). Ridho merupakan salah satu korban bom di Kampung Melayu Jakarta Timur tadi malam, proses pemakamannya akan dilaksanakan di Lampung tempat kelahirannya.(KOMPAS.com/ANDREAS LUKAS ALTOBELI)
Ternyata aksi terorisme masih menjadi momok yang mengancam kedamaian di Indonesia. Tahun 2017 lalu, peristiwa pelaku teror yang menyerang polisi terus terjadi. 

Bahkan saat teroris menyerang, sejumlah anggota Polisi gugur meregang nyawa. Kasus terbaru aksi dini hari menjelang Hari Raya Idul Fitri 1438H (Minggu 25 Juni 2017 Pukul 03.00WIB) Markas Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut) di Jl Medan - Tanjung Morawa. 

Dua orang terduga teroris melakukan penyerangan ke Pos Pengamanan Mapolda Sumatera Utara, sekitar pukul 03.00 WIB, dini hari tadi. Kedua pelaku masuk dengan cara melompati pagar, kemudian menuju pos pengamanan dan melakukan penyerangan. 

Aiptu Martua Sigalingging gugur karena ditikam dengan senjata tajam dalam peristiwa itu. Anggota Polri kemudian melakukan tindakan tegas kepada kedua pelaku yang belakangan diketahui berinisial AR dan SP. AR tewas di tempat, dan SP dalam keadaan kritis. Satu Anggota Pelayanan Markas Polda Sumut Aiptu Martua Sigalingging gugur akibat ditikam senjata tajam.

Ngeri!!!Itulah yang dapat digambarkan oleh masyarakat Indonesia. Bayangkan saja, pelaku teror tak lagi takut menyerang anggota polisi. Bahkan pelaku teror sudah nekat mati dalam menjalankan aksinya. Tidak salah lagi kalau Polri Memprioritaskan Penanggulangan Terorisme di Indonesia Tahun 2017.

Bahkan Kepolisian RI komitmen memprioritaskan penanggulangan tindak terorisme dalam agenda keamanan 2017. Untuk itu Mabes Polri mendapat kenaikan anggaran sebesar 16% menjadi Rp. 84 triliun.

Kepala Kepolisian RI Jendral Tito Karnavian mengatakan, tindak terorisme di Indonesia mengalami peningkatan pada tahun 2016 lalu menjadi 170 kasus, dari sebelumnya 82 kasus pada 2015. Kendati demikian Tito mengklaim pihaknya telah cukup baik menangkal ancaman teror seperti penangkapan sejumlah tersangka teroris menjelang Natal dan tahun baru.

“Kenapa 2015 lebih rendah? Karena ISIS strateginya memperkuat di Suriah, setelah itu baru ekspansi wilayah secara perlahan," kata Tito seperti dilansir Liputan 6. Dari 170 kasus teror, polisi masih menyidik keterlibatan 55 orang. 

Sementara 36 tersangka lain sedang dalam tahap persidangan dan 40 sudah divonis oleh pengadilan. Polisi juga mengembalikan enam tersangka ke keluarga dan menembak mati 33 terduga teroris saat penggerebekan. Sementara dari pihak polisi, 11 aparat tercatat mengalami luka-luka dan satu orang meninggal dunia.

Lalu belakangan ini DPR mengancam akan memboikot anggaran Polri hanya karena Politis. Huh!!!!DPR memang gawenya seperti itu. Mereka sebagai wakil rakyat harus empati dikit bahwa rakyat kini tak nyaman karena maraknya teror di Indonesia saat ini.

Kembali ke peristiwa teror Mapoldasu. Hari Raya Idul Fitri 1438H lalu yang seharusnya Damai Indah dirayakan, ternoda akibat aksi teror Markas Kepolisian Polda Sumut. Satu Anggota Pelayanan Markas Polda Sumut Aiptu Martua Sigalingging gugur akibat ditikam senjata tajam. Korban meninggal dunia ditikam di leher, dada dan tangan.

Disosial media seorang netizen bernama Sahata Silalahi memposting dua wajah diduga pelaku teror di Mapolda Sumut tersebut, berikut kronologis peristiwa. Berikut ini postingan itu kami lampirkan secara utuh.

Sahata Silalahi: *Yth. Bapak Kapolda Sumut,* mohon ijin dilaporkan *kejadian menonjol,* pada hari Minggu tanggal 25 Juni 2017, sekitar pukul 03.00 WIB, telah terjadi *pembunuhan terhadap pers Polri* dari kesatuan Yanma Polda Sumut, yang sedang bertugas *di pos II penjagaan keluar Mapoldasu, an. Aiptu M. Sigalinging.*

*Kronologis Kejadian :*

Sekitar Pukul 03.00 WIB, 2 orang anggota piket an. Aiptu M. Sigalinging dan Brigadir E. Ginting, ketika berada di Pos II *secara tiba tiba diserang oleh 2 orang pelaku.* Pada waktu itu, *terjadi perkelahian, yang mengakibatkan Aiptu M. Sigalingging tertusuk pisau.* Selain itu, *pelaku mencoba membakar ruangan pos.*

Anggota jaga an. Brigadir E. Ginting kemudian *meminta bantuan dengan berteriak kepada personil Brimob yang bertugas.*

Selanjutnya, Brimob dari penjagaan pos I. Pintu masuk Mapolda, memberikan bantuan dan melakukan *penembakan peringatan, namun pelaku masih juga mencoba menyerang dgn mengucapkan "Allah hu Akbar.. beberapa kali.*

Anggota Brimob an. Brigadir Novendri Sinaga, Bharatu Lomo Simanjuntak, dan Brigadir Karo Sekali, melakukan tembakan terhadap kedua pelaku.

Selanjutnya, *kedua pelaku dapat diamankan dengan kondisi: Satu orang Meninggal dunia, dan satu orang dalam keadaan hidup.*Demikian laporan awal, perkembangan lanjut akan dilaporkan kemudian. DUMP. Tembusan: Wakapolda, Irwasda, Karo Ops, Dir Reskrium, Dansat Brimob. Demikian postingan netizen dan menyebar luas di sejumlah group sosial media, Minggu (25/6/2017).

SP Petinggi Teroris di Medan

Ternyata Syawaluddin P alias Udin, terduga teroris yang tewas saat melakukan penyerangan terhadap polisi di Markas Polda Sumut, diduga sebagai salah satu pimpinan aliran garis keras yang merencanakan aksi teror terhadap polisi.

“Dari penggeledahan yang dilakukan di rumahnya, ada ditemukan dokumen cara berperang dan bunuh diri. Selain itu, ada dokumen doktrinasi terhadap anak-anak," ujar Kapolda Sumut Irjen Pol Ricko Amelza Dahniel saat meninjau rumah Udin di Jl Pelajar Timur Gang Kecil, Lingkungan VIII, Kelurahan Binjai Timur, Kecamatan Medan Denai, Minggu (25/6) seperti dikutip SuaraPembaruan.

Didampingi Wakapolda Sumut Brigjen Pol Agus Andrianto, Rycko mengatakan, pihaknya juga mengamankan sejumlah benda yang berhubungan dengan penyerangan di Markas Polda Sumut. Udin bersama rekannya sudah merencanakan penyerangan tersebut.

"Banyak barang bukti yang sudah diamankan dari penggeledahan yang dilakukan. Kasus ini masih dalam pengembangan. Laporan terbaru nantinya akan disampaikan. Kita meningkatkan pengamanan untuk mewaspadai aksi susulan. Densus Antiteror 88 sudah menginformasikan bahwa kelompok teroris ingin menyerang markas polisi, sehari sebelum kejadian,” katanya. 

Total 5 Orang Ditangkap

Sementara Polisi tengah mendalami kasus penyerangan pos jaga di Mapolda Sumut. Sudah lima orang anggota jaringan pelaku yang diamankan sejauh ini. “Hasil pengembangan, pemeriksaan, penyidikan di lapangan, termasuk hasil pemeriksaan, sudah dikembangkan lima orang lainnya," kata Kapolda Sumut Irjen Rycko Amelza Dahniel di Mako Brimob Polda Sumut, Minggu (25/6/2017). (Suarapembaruan).

Rycko mengatakan kelima orang itu diduga memiliki peran dalam membantu proses penyerangan pos jaga. Namun Rycko belum menjelaskan identitas kelima orang yang diamankan tersebut. “Masing-masing perannya ada yang membantu proses perencanaan, memperbanyak dokumen-dokumen propaganda, membantu memperbanyak dokumen video ISIS Suriah, membantu memperbanyak percetakan," jelasnya.

Menurut Rycko, hasil pemeriksaan sementara menerangkan pelaku merencanakan aksi tersebut seminggu belakangan ini. 

“Merencanakan seminggu belakangan ini. Kelima orang itu diamankan dari beberapa tempat di Medan. Para pelaku merupakan anggota kelompok JAD. Jaringan yang melakukan penyerangan tadi pagi hasil penyidikan Densus 88, ada jaringan di Jawa dan wilayah Sumatera. Jaringan JAD, di mana spesifik sasarannya anggota Polri dan merebut senjata," ujarnya.

Saat ini, kelima orang tersebut sebagian masih dalam pemeriksaan dan sebagian lainnya dalam pengembangan. “Istri pelaku termasuk di antaranya (yang diamankan). Istri (pelaku) SP. Sementara itu, Bripka Ginting (petugas jaga) dalam keadaan sehat dan sekarang beristirahat," ujar Rycko.

Terkait kejadian ini, Rycko meminta jajarannya meningkatkan kewaspadaan dan keamanan kepada personel yang sedang menjalankan tugas. "Termasuk juga di mako serta asrama polisi, tanpa mengganggu proses pelayanan masyarakat," tuturnya.

Ada Lambang ISIS

Kapolda Sumatera (Sumut) Utara Irjen Rycko Amelza Dahniel meninjau rumah SP, salah satu pelaku penyerangan pos jaga Mapolda Sumut. Di rumah bercat hijau itu, terlihat ada lambang ISIS. 

Pantauan detikcom di Jalan Pelajar Timur, Medan, Minggu (25/6/2017), terlihat Irjen Rycko, yang memakai rompi pengaman, langsung masuk ke rumah tersebut. Rumah bercat hijau itu sudah dipasangi garis polisi dan dijaga ketat personel Brimob.

Dari luar, terlihat lambang ISIS menempel di dinding depan rumah tersebut. Lambang berwarna hitam itu menempel di dekat jendela rumah. Polisi juga telah menggeledah rumah tersebut. Sebelumnya, Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Setyo Wasisto mengatakan istri dan anak SP dibawa polisi untuk diperiksa.

Aasan membawa istri dan anak SP adalah agar tidak menghilangkan alat bukti. “Digeledah langsung supaya tidak menghilangkan alat bukti. SP rumahnya di Jalan Pelajar Ujung, Gang Kecil. AR alamatnya di Jalan Sisingamangaraja, Simpang Limun, Medan," ungkap Setyo.

Sebelumnya, polisi merilis identitas teroris penyerangan polisi di Polda Sumut, Medan. Salah satu pelaku yang berinisial SP (47) diketahui mempunyai kios rokok di Sisingamangaraja. Sementara itu, AR (30) adalah pedagang jus di Jl Sisingamangaraja, Simpang Limun, Medan.

Pelaku Selidiki Mapolda Sumut

Dua Pelaku penyerangan Mapolda Sumatera Utara ditengarai sudah melakukan penyelidikan sebelum melakukan aksi teror terhadap anggota Polda Sumut. Apalagi, kedua pelakunya berjualan di jalan Sisingamangaraja, Medan yang berlokasi di sekitar Mapolda Sumut

“Pasti, kalau itu pasti. Kalau mereka bergerak, pasti melakukan istilahnya menyelidiki dulu," ujar Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol Setyo Wasisto di Mabes Polri.

Kepolisian sedang melakukan penyelidikan mendalam, apakah kedua pelaku ini berjualan di sekitar Mapolda dalam rangka menyelidiki kondisi di Polda Sumut. Pasalnya, tempat berjualan dengan Mapolda sangat dekat.

“Ya itu masih nanti, masih diselidiki, apakah nanti mereka di situ dalam rangka melihat atau bagaimana, kan mesti diselidiki," ungkap dia.

Sejauh ini, lanjut dia, pihaknya belum mengetahui secara pasti motif di balik penyerangan Polda Sumut oleh dua pelaku tersebut. Mereka sedang melakukan penyelidikan aecara intens. “Belum, motif nanti kan dari induktif, dari TKP dulu, motif itu deduktif nanti," kata dia.

Kedua pelaku penyerangan ini diduga terkait dengan jaringan ISIS pimpinan Bahrun Naim di Indonesia. Hal ini diperkuat dengan adanya temuan beberapa barang yang terkait ISIS di rumah SP seperti gambar bendera ISIS di dindingnya, buku yang bertuliskan ISIS dan gambar Khalifa Al Baghdadi, VCD bertuliskan Rasullullah Bersabda, laptop, komputer dan parang.

Percetakan Digeledah

Sementara sebuah toko percetakan di Jl Sisingamangaraja, persisnya sekitar 200 meter dari Markas Kepolisian Sektor Medan Kota, Sumatera Utara (Sumut), digeledah polisi. Dalam penggeledahan itu, polisi tidak menemukan pemilik percetakan yang diketahui bernama Udin.

“Kami melakukan penggeledahan ini karena penyerangan yang menewaskan seorang polisi, Aiptu Martua Sigalingging, ada kaitannya dengan pemilik percetakan ini," ujar seorang perwira polisi.

Polisi yang tidak ingin disebutkan namanya itu menambahkan, pihaknya mengamankan sejumlah buku dan plat yang memiliki logo menyerupai ISIS. 

“Kasus ini masih terus dikembangkan. Kelompok teroris yang melakukan penyerangan di Markas Polda Sumut, memang berkaitan dengan tiga terduga yang diringkus di Jl Panglima Denai Medan," katanya.

Tiga terduga teroris yang diringkus Densus Antiteror 88 jauh sebelumnya adalah Azzam Alghozi alias Abu Yakub (48) merupakan Ketua Laskar Forum Umat Islam (FUI) Sumut. Kemudian, Reza Aldino (38) adalah pengurus Laskar Jundulloh Annas Sumut dan Jhon Hen mantan pengurus Majelis Mujahidin Sumut.

Rumah Terduga Teroris Digeledah

Setelah menggeledah toko percetakan di Jl Sisingamangaraja dekat Markas Kepolisian Sektor Medan Kota, polisi juga menggeledah rumah Syawaluddin alias Udin, pemilik usaha percetakan itu.

“Udin itu orangnya tertutup. Kesehariannya merasa seperti orang yang ekslusif. Dia tidak pernah berbaur," ujar Kepala Lingkungan VIII, Kelurahan Binjai, Kecamatan Medan Denai, Hari Isnaini, Minggu (25/6/2017).

Isnaini mengatakan, Udin tidak dekat dengan masyarakat sekitar tempat tinggalnya. Namun, dia mau bertegur sapa jika kebetulan berpapasan dengan tetangga sekitarnya. 

“Kita terkejut setelah melihat kehadiran polisi melakukan penggeledahan di rumah Udin. Rumah itu sudah dipasang garis polisi. Ada sejumlah barang yang dibawa dari rumah itu," katanya.

Isnaini mengaku belum dapat memastikan, apakah salah satu terduga teroris yang tewas atau terluka adalah Udin. Namun, dia meyakini Udin terkait penyerangan Markas Polda Sumut setelah polisi melakukan penggeledahan.

Di sana ditemukan gambar pemimpin ISIS, Abu Bakr Al Baghdadi. “Iya (digeledah), di rumah SP. Ditemukan gambar bendera ISIS, buku tulis, dan gambar Khalifah Al Baghdadi. Ada juga VCD, laptop, komputer dan parang," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Pol Setyo Wasisto.

Teroris Balas Dendam

Penyerangan teroris kepada anggota Polisi seperti di Mapoldasu Medan ( 25/6/2017) dan Dua ledakan bom terjadi di kawasan terminal Transjakarta Kampung Melayu, Jakarta Timur, Rabu (24/5/2017) malam lalu sebagai pertanda pelaku teror menyimpan dendam lantaran Polri gencar memberantas kelompok-kelompok radikal.

Pengamat masalah terorisme Harits Abu Ulya mengatakan, belakangan aksi teror bom sengaja ditujukan kepada petugas keamanan, khususnya polisi. Para teroris, menyimpan dendam lantaran Polri gencar memberantas kelompok-kelompok radikal.

“Kalau ada victim, sebenarnya impact saja. Ini soal dendam. Di kasus sebelumnya mereka merasa rugi karena banyak temannya yang meninggal dan ditangkap," ujar Harits kepada Kompas.com.

Motif serupa sudah banyak dijumpai di berbagai daerah, seperti di Bandung, Jatiluhur, dan Serpong, Medan. Mereka menyasar fasilitas milik kepolisian, seperti pos-pos polisi.

Harits mengatakan, biasanya kelompok teroris mempertimbangkan target yang paling mudah dijangkau. Selain adanya niat dan kenekatan faktor peluang juga masuk dalam perhitungan mereka. 

“Bagi mereka mana yang paling mudah dengan keterbatasan yang mereka miliki dan momentum yang pas. Sementara polisi juga agendanya sedang mengawal agenda publik," kata Harits.

Seolah mereka ingin menunjukkan kepada khalayak, khususnya polisi, bahwa mereka masih berkeliaran di luar meski sudah banyak rekan mereka diberantas Densus 88. Secara umum, misi mereka memang menebarkan teror dan ketakutan di masyarakat. “Dan ingin menunjukkan bahwa mereka masih eksis," kata Harits.

Dari pola aksinya, Harits menduga teror bom di Kampung Melayu dan Medan masih ada kaitannya dengan kelompok yang terafiliasi ISIS. “Mereka hanya komunitas cair dari kelompok yang terafiliasi ISIS," kata dia.

Daftar  Kasus Teror Tahun 2016 dan 2017

Berikut ini daftar sejumlah kasus terorisme di Indonesia sepanjang tahun 2016 dan 2017 yang mengundang perhatian Publik, bahkan mencemaskan masyarakat Indonesia. Teroris bukan musuh aparat hukum saja, masyarakatpun harus melawannya.

Bandung Panci Bandung

Sebuah bom panci dengan daya ledak rendah meledak di Taman Pandawa, Jalan Arjuna, Kelurahan Arjuna, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung, Jawa Barat, pada Senin (27/2/2017). Kondisi pelaku dinyatakan tewas oleh kepolisian.

Berikut adalah kronologi peristiwa bom panci di Taman Pandawa, Kota Bandung, yang dihimpun dari kepolisian dan saksi mata: 1. Pukul 08.15 WIB - banyak siswa SMA 6 Bandung yang beraktivitas di Taman Pandawa dan pelaku meledakkan bom panci di taman tersebut.

Aksi Baku Tembak Teroris Tuban Jaringan JAD

Kelompok teroris yang merupakan bagian dari Jamaah Ansharut Daulah (JAD) melakukan aksi penembakan di Tuban, Jawa Timur. Keenam teroris tersebut akhirnya dilumpuhkan oleh polisi dalam baku tembak.

Kejadian itu dimulai pada Sabtu (8/4/2017) pagi yang berawal dengan aksi penembakan kelompok tersebut ke petugas kepolisian yang sedang berjaga. Tembakan mereka sebenarnya meleset, namun polisi langsung mengejar.

Teroris yang menumpang mobil Daihatsu Terios nopol H 9037 BZ melakukan penembakan terhadap anggota Sat Lantas Polres Tuban di pos lalu lintas wilayah Jenu sekitar pukul 09.00 WIB. Ketika itu Aiptu Yudi dan Aiptu Tataq yang sedang bertugas.

Dari mobil tersebut polisi mengamankan sejumlah barang bukti yakni 1 paspor dengan nomor identitas B4284092, 4 buah HP, 1 buah HT dan 1 kotak peluru. Paspor yang diamankan atas nama Satria Aditama, kelahiran di Semarang. Paspor tersebut berlaku hingga 15 Juli 2021.

"Yang masih hidup ada, karena masih pendalaman tapi indikasi dari keluarganya sudah telepon pernah dirawat di RSJ Menur 3 kali mungkin tidak terkait dengan kejadian ini tapi masih kita dalami," jelas Kapolda Jatim Irjen Pol Machfud Arifin di Mapolres Tuban.

Kapolda Jatim lalu memastikan bahwa keenam teroris yang akhirnya dilumpuhkan ini terkait dengan jaringan Jamaah Ansaru Daulah (JAD). Keenam jenazah teroris itu kemudian dibawa ke RS Bhayangkara H.S Samsoeri Mertojoso, Surabaya.

Hanya nama Satria Aditama saja yang berhasil diidentifikasi polisi di lokasi kejadian. Nama-nama lain akan diidentifikasi di RS Bhayangkara. Enam pistol diamankan dari enam terduga teroris yang tewas setelah baku tembak dengan polisi di Tuban. Semua pistol itu merupakan hasil rakitan.

Bom kampung Melayu

Teror bom di Kampung Melayu Jakarta Timur Rabu malam, 24 Mei 2017 membuktikan aksi perang teroris terhadap Polri semakin nyata dan serangan tersebut terbesar yang pernah dialami Polri dalam sejarah terorisme di Indonesia. Maka itu, segenap anggota Polri diharapkan semakin meningkatkan kewaspadaan, terutama para polisi yang bertugas di lapangan.

Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengatakan, IPW turut berduka atas serangan terhadap anggota Polri dan masyarakat itu. IPW mencatat pada Desember 2015 Mabes Polri pernah mengingatkan para Kapolda dan Kapolres agar meningkatkan kewaspadaan yang tinggi terhadap penjagaan markas komando maupun para personelnya atas serangan bom bunuh diri dari ransel maupun bom lempar.

Menurutnya, serangan teror di Kampung Melayu merupakan serangan terbesar yang pernah dialami Polri dalam sejarah terorisme di Indonesia. Sebab, ada 3 polisi tewas dan 5 polisi luka serta 5 warga luka dalam serangan teror di Kampung Melayu.

Serangan Mapoldasu

Kasus terbaru aksi dini hari menjelang Hari Raya Idul Fitri 1438H (Minggu 25 Juni 2017 Pukul 03.00WIB) Markas Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut) di Jl Medan - Tanjung Morawa. 

Dua orang terduga teroris melakukan penyerangan ke Pos Pengamanan Mapolda Sumatera Utara, sekitar pukul 03.00 WIB, dini hari tadi. Kedua pelaku masuk dengan cara melompati pagar, kemudian menuju pos pengamanan dan melakukan penyerangan. 

Aiptu Martua Sigalingging gugur karena ditikam dengan senjata tajam dalam peristiwa itu. Anggota Polri kemudian melakukan tindakan tegas kepada kedua pelaku yang belakangan diketahui berinisial AR dan SP. AR tewas di tempat, dan SP dalam keadaan kritis. Satu Anggota Pelayanan Markas Polda Sumut Aiptu Martua Sigalingging gugur akibat ditikam senjata tajam.

Berikut Asi Terorisme 2016:

Bom Thamrin (14 Januari 2016). Penangkapan 6 orang terduga terlibat bom Thamrin (22 Januari 2016). Densus 88 pada 22 Januari meringkus enam orang di daerah berbeda karena diduga mengetahui rencana aksi teror bom tersebut. DS, Cun dan Ju ditangkap di Cirebon, Jawa Barat; AH di Indramayu, Jawa Barat; serta AM dan F di Tegal, Jawa Tengah.

Penangkapan jaringan bom Thamrin di Sumedang (11 Februari 2016). Densus menangkap dua teroris berinisial I dan H di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, pada 11 Februari. I merupakan buronan dalam kasus pelatihan militer di Aceh yang bergabung dengan jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) pimpinan Abu Roban.

I dan H telah menyembunyikan buronan kasus terorisme, Khumaidi alias Hamzah. Khumaidi sendiri diketahui satu kelompok dengan pelaku bom Thamrin, yakni Dian Joni Kurniadi.

Penangkapan jaringan bom Thamrin di Malang (20 Februari 2016). Polisi menangkap 5 orang yang diduga terkait langsung dengan bom Thamrin pada 20 Februari di Malang, Jawa Timur. Mereka adalah Achmad Ridho Wijaya, Rudi Hadianto, Badrodin, Romli, dan Handoko.

Penangkapan jaringan bom Thamrin di Malang (1 Maret 2016). Polisi juga menangkap dua orang terduga teroris lainnya di Dusun Keramat, Desa Patokpicis, Kecamatan Wajak, Kabupaten Malang pada 1 Maret. 

Mereka adalah S alias DA dan KW. Keduanya pernah mengadakan pertemuan dengan salah satu pelaku bom Thamrin di Malang, sekitar sebulan sebelum peristiwa terjadi. Sehari sebelumnya, Densus juga menangkap dua orang, yakni PJ alias RB dan PKK alias LT di Kroya, Cilacap, Jawa Tengah.

Penggagalan rencana teror Surabaya (8 Juni 2016). Polda Jatim menangkap tiga terduga teroris pada 8 Juni. Priyo Hadi Utomo, pemimpin kelompok, ditangkap di Kenjeran, Surabaya. Ia merupakan residivis kasus narkoba. Ia dipenjara di LP Porong dan dibebaskan pada April 2014. 

Shibgotuloh merupakan mantan napi kasus terorisme yang terlibat dalam perampokan Bank CIMB Niaga di Medan, Sumatera utara. Sementara Maulana Yusuf Wibisono alias Kholis merupakan mantan anggota Jamaah Islamiyah jaringan Abu Dujana.

Sebelumnya, Polda Jatim juga telah menangkap Befri Rahmawan alias Azis alias Ibnu, Feri Novandi alias Abu Fahri alias Koceng, dan Sali alias Abah. Keempatnya hendak merencanakan aksi teror bom dengan target beberapa pos polisi di Surabaya.

Bom Mapolresta Surakarta (5 Juli 2016). Satu hari sebelum perayaan Idul Fitri, pada 5 Juli, terjadi serangan bom bunuh diri di halaman Mapolresta Surakarta, Jawa Tengah. Pelaku bernama Nur Rohman tewas dalam peristiwa tersebut. Atas peristiwa tersebut, seorang polisi Brigadir Bambang Adi Cahyono mengalami luka di wajahnya. Nur diketahui merupakan buronan kasus teror di Bekasi pada Desember 2015. 

Kelompok Bekasi pimpinan Abu Musab dan Nur Rohman ini diduga bagian dari kelompok Jamaah Anshar Khilafah Daulah Nusantara (JAKDN), sama seperti para pelaku bom Thamrin. Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti-Teror bergerak mencari jaringan Nur hingga pada akhir Juli 2016, mereka menangkap tiga tersangka.

Rencana aksi teror Batam (5 Agustus 2016). Densus 88 menangkap 5 orang yang tergabung dalam kelompok Kitabah Gonggong Rebus (KGR) di Batam, Kepulauan Riau, pada 5 Agustus.

Kelompok ini diduga pernah merencanakan serangan teror dengan target serangan di Marina Bay, Singapura, bersama Bahrun Naim. Kelima orang tersebut adalah GRD (31 tahun), Tar (21), dan ES (35), TS (46), dan HGY (20).

Aksi teror gereja Medan (28 Agustus 2016). Pelaku berinisial IAH mencoba membunuh seorang pastor di Gereja Katolik Stasi Santo Yosep, Medan, Sumatera Utara, pada 28 Agustus.

Ia awalnya berpura-pura menjadi jemaat dan masuk mengikuti kebaktian di gereja. Ketika Pastor Albert S. Pandiangan akan memberikan khotbah, pelaku mengejarnya hingga ke mimbar gereja sambil membawa tas berisi bom rakitan dan sebilah pisau, namun hanya melukai tangan pastor. Sementara tas yang berisi bom gagal meledak dan hanya mengeluarkan api dan asap. IAH kemudian ditangkap dan mengaku bahwa dirinya disuruh seseorang untuk melakukan aksi teror di gereja tersebut.

Aksi teror gereja Samarinda (13 November 2016). Selain di Medan, juga terjadi aksi teror dengan melemparkan bom molotov di depan Gereja Oikumene, Samarinda, Kalimantan Timur, pada 13 November.

Empat anak balita mengalami luka serius, bahkan seorang korban bernama Intan Olivia Marbun yang berumur 2,5 tahun, meninggal dunia. Satu orang dewasa lainnya mengalami luka-luka.

Polisi menetapkan 7 tersangka dalam kasus ini, termasuk pelaku pelemparan bom, Juhanda alias Joh alias Muhammad bin Aceng Kurnia. Enam tersangka lainnya adalah Supriadi, GA, RP, Ahmadani, Rahmad, dan Joko Sugito.

Juhanda pernah menjalani hukuman penjara selama lebih dari tiga tahun sejak Mei 2011 atas kasus teror bom Puspitek, Serpong, Tangsel, Banten. Ia juga diduga terkait dengan kasus bom buku di Jakarta pada 2011.

Mengancam objek vital negara (23 November 2016). Polisi menangkap seorang terduga teroris bernama Rio Priatna yang disinyalir merupakan jaringan Bahrun Naim di Majalengka, Jawa Barat, pada 23 November.

Bahan peledak yang ditemukan di rumah Rio rencananya akan diledakkan di berbagai lokasi yang merupakan objek vital negara seperti Gedung DPR/MPR, Mabes Polri, Mako Brimob, stasiun televisi berita, tempat ibadah, dan beberapa kantor Kedutaan Besar pada akhir 2016. Ia diduga membuat bahan-bahan peledak di laboratorium rumahnya atas pesanan orang-orang dalam jaringan kelompok Bahrun Naim.

Menangkap jaringan pengancam objek vital negara (26 November 2016). Densus 88 menangkap seorang terduga teroris bernama Bahrain Agam di Desa Blang Tarakan, Kecamatan Sawang, Kabupaten Aceh Utara, pada 26 November.

Dari hasil pemeriksaan, diketahui Bahrain berperan merancang bom, ikut membeli bahan-bahan peledak, dan memberikan dana Rp7 juta pada Rio Priatna yang sebelumnya ditangkap di Majalengka untuk keperluan aksi terorisme.

Sehari kemudian, pada 27 November, Densus kembali membekuk seorang terduga teroris bernama Hendra alias Abu Pase di Kota Tangerang Selatan, Banten. Hendra yang merupakan warga Aceh ini diketahui sebagai pemberi dana operasional dan membuat bahan peledak dalam kasus Rio Priatna.

Densus juga meringkus terduga teroris lainnya bernama Saiful Bahri alias Abu Syifa di Desa Baros, Serang, Banten. Ia berperan membantu Rio membangun laboratorium di rumah Rio yang digunakan untuk membuat bom serta turut merencanakan aksi pengeboman di beberapa objek vital.

Rencana bom Istana (10 Desember 2016). Densus 88 menangkap tiga terduga teroris di Kalimalang dan Bintara Jaya, Bekasi, Jawa Barat, pada 10 Desember. Mereka adalah M. Nur Solikhin dan Agus Supriyadi, serta Dian Yulia Novi.

M. Nur Solikhin berperan sebagai pimpinan jaringan ini. Agus berperan menyewa mobil rental untuk mengantar bom ke Bekasi, sedangkan Dian merupakan istri kedua MNS. Ia diproyeksikan sebagai calon "pengantin" aksi bom bunuh diri di lingkungan Istana Kepresidenan, Jakarta, pada keesokan harinya, Minggu pagi, 11 Desember 2016.

Rencananya aksi tersebut menargetkan momen pergantian petugas jaga paspampres di Istana. Pada Sabtu malamnya, 10 Desember 2016, Densus juga menangkap Suyanto (40) alias Abu Iza alias Abu Daroini Bin Harjo Suwito di Kabupaten Karanganyar, Solo, Jawa Tengah. Ia menyediakan rumahnya sebagai tempat merakit bom. Suyanto juga mengantar bom tersebut dari rumahnya ke pom bensin dekat waduk di Karanganyar untuk diserahkan ke M. Nur Solikhin.

Densus kembali menangkap tiga terduga teroris lainnya dalam kasus ini di daerah berbeda. Mereka adalah Khafid Fatoni alias Toni bin Rifai di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur; Arinda Putri Maharani alias Arinda Binti Winarso di Solo, Jawa Tengah; dan Wawan Prasetyawan alias Abu Umar Bin Sakiman di Klaten, Jawa Tengah.

Khafid berperan sebagai pembuat bahan peledak, Wawan sebagai penyimpan bahan peledak, sementara Arinda merupakan istri pertama M. Nur Solikhin sebagai penerima dana untuk membuat bom.

Aksi teror Solo (15 Desember 2016). Dari hasil pengembangan penangkapan para terduga teroris yang terlibat rencana pengeboman Istana, ditangkap pula tiga orang terduga teroris lainnya di Solo, yakni Imam Syafii, Sumarno, Sunarto.

Densus 88 juga menangkap terduga teroris perempuan berinisial TS alias UA di Tasikmalaya, Jawa Barat, pada 15 Desember. Ibu rumah tangga ini diduga terlibat memberikan motivasi kepada terduga teroris lainnya.

Rencana peledakkan di Bali (18 Desember 2016). Pada hari yang sama, Densus menangkap terduga teroris Ika Puspitasari (IP), di Kabupaten Purworejo, saat sedang ikut mempersiapkan kegiatan Maulid Nabi SAW.

Pada 18 Desember, polisi menangkap tersangka teroris Tri Setiyoko di Solo. Tri diduga memiliki hubungan dengan aksi pelemparan bom molotov di Serengan Solo dan Grogol Sukoharjo. Polisi juga menangkap terduga teroris lainnya, Yasir, di Solo.

Peran Tri dan Yasir diduga sebagai peracik, pembuat bom yang akan diledakkan di Pulau Bali, dimana Ika diproyeksikan sebagai pengantinnya. Densus tangkap 4 terduga teroris di Tangsel, 3 di antaranya tewas (21 Desember 2016). 

Densus 88 menangkap 4 orang terduga teroris di wilayah Tangerang Selatan, pada 21 Desember, namun tiga orang di antaranya tewas ketika digerebek di kontrakan mereka.

Densus awalnya menangkap terduga teroris bernama Adam di Jalan Raya Serpong, sebelum berupaya mengamankan 3 orang rekannya, namun terjadi perlawanan dari ketiganya, yakni Omen, Helmi, dan Irwan.

Mereka disebut melempar bom ke arah polisi dan sempat terjadi kontak tembak antara pelaku dan aparat, sebelum tiga terduga teroris itu dilumpuhkan hingga akhirnya meninggal dunia. Diketahui bahwa keempatnya berencana melakukan aksi teror di pos polisi di perempatan Rumah Sakit Eka Hospital BSD, Tangerang Selatan.

Penangkapan serentak di Sumatera (21 Desember 2016). Pada 21 Desember, Densus 88 terduga teroris atas nama Jhon Tanamal alias Hamzah di Kabupaten Payakumbuh, Sumatera Barat. Ia diduga terkait dengan kelompok teroris jaringan Solo yang dipimpin Abu Zaid.

H perannya membeli bahan-bahan yang diperlukan oleh Abu Zaid untuk membuat bahan peledak dan bom. Di tempat lain, Densus menangkap terduga teroris atas nama Safei Lubis di Deli Serdang, Sumatera Utara. 

Ia ditangkap karena terlibat dengan kelompok radikal KGR pimpinan Gigih Rahmat Dewa, dan berperan merekrut anggota KGR dan memfasilitasi keberangkatan orang ke Suriah.

Densus juga menangkap seorang terduga teroris bernama Abisya di Batam, Kepulauan Riau. Ia diduga terkait dengan jaringan Safei Lubis di Deli Serdang. 

Peran Abisya yakni memfasilitasi dua WNA Tiongkok etnis Uighur bernama Ali alias Faris Kusuma alias Nu Mehmet Abdulah Cuma dan Doni Sanjaya alias Muhamad alias Halide Tuerxun yang termasuk dalam jaringan teroris the East Turkestan Islamic Movement masuk ke Indonesia secara ilegal dan menyembunyikan keberadaannya selama di Batam.

Pria bercadar yang diketahui bernama M Ibnu Dar nekat masuk ke Mapolres Banyumas menggunakan motor. Dia menyerang polisi menggunakan pedang. Dua anggota Satreskrim Polres Banyumas terluka akibat sabetan pedang. Bukan kali pertama terjadi.

Kejadian terjadi pada Selasa (11/4/2016) pukul 10.10 WIB. Dalam melakukan aksinya, pelaku sambil meneriakkan kata 'Thagut' dan mengacungkan pedang.

“Teriak Thagut, Thagut, gitu," kata Kapolres Banyumas AKBP Aziz Andriansyah usai penggerebekan rumah Ibnu di Desa Karangaren, Kecamatan Kutasari, Purbalingga.

Dia segera ditangkap setelah menerobos masuk dan menyerang 2 polisi, Bripka Irfan dan Bripka Karsono, dengan menggunakan parang.

Pemuda Bergolok Lakukan Serangan di Poslantas Cikokol

Pemuda bergolok menyerang Kapolsek Tangerang Kota Kompol Effendi dan 4 anggotanya di Jl Perintis Kemerdekaan, Kota Tangerang. Penyerangan dilakukan saat Kompol Effendi dan empat anggotanya melakukan pengamanan demo. 

Pelaku yang diketahui bernama Sultan Azianzah (22) datang dan menyerang kelima korban dengan senjata tajam jenis golok. Keempatnya terluka sebelum akhirnya pelaku ditembak kakinya. Penyerang diduga adalah teroris.

Kelima korban penyerangan ini adalah Kapolsek Tangerang Kompol Effendi, anggota Satuan Sabhara Iptu Bambang, anggota Satuan Sabhara Itpu Heru, anggota Lalu Lintas Aiptu Agus, anggota Lalu Lintas Brigadir S Airifin. Semoga Bermanfaat. Ayo Lawan Teror!!!!!! (JP-Asenk Lee-Diolah dari Berbagai Sumber)

Berita Terkait Bom Bunuh Diri Surabaya

Berita Terkait Serangan napi Teroris di Rutan Mako Brimob


Berita Lainnya

Posting Komentar

0 Komentar