Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Widget HTML

 


Kasus Sepele Berbuah Tragedi di Rutan Brimob

Napi Teroris Saat Dipindahkan ke Nusakambangan.
Napi teroris Wawan Kurniawan asal Sumsel dianggap sebagai provokator. Napi lainnya, Aman Abdurrahman, membantu meredam situasi. 

Jambipos Online, Jakarta - Polri sedang berduka. Lima anggota Densus 88/Antiteror gugur saat bertugas, dalam kerusuhan berdarah yang pecah di Rumah Tahanan (Rutan) Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, Selasa (8/5/2018) malam hingga Kamis pagi.

Krisis yang berlangsung hingga 36 jam itu dipicu oleh soal sepele yakni terkait makanan pemberian keluarga yang tidak sampai ke tangan narapidana (napi) penerima. Adalah napi teroris jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) asal Sumatera Selatan bernama Wawan Kurniawan alias Abu Afif yang memicu kisruh ini.

Wawan -- yang kini dirawat di RS Polri karena tertembak di bagian dada -- berteriak “Sipir ***ing!" pada Selasa malam karena kesal makanan yang dibawa keluarganya tak kunjung tiba. Muhammad Ramdani, anggota penindak Subdit 4, mendekati sel dan lalu mengatakan bahwa makanan itu dibawa petugas lain bernama Budi.


Ramdani meminta waktu dan Wawan, pimpinan Jamaah Ansharut Daulah Pekanbaru, memberikan ultimatum jika makanan tak datang selepas salat isya maka mereka akan membuat keributan. 

Benarlah, keributan akhirnya pecah di Blok C, dan kemudian menjalar ke Blok A dan B. Pintu menuju tempat olahraga dijebol oleh penghuni Blok C.

Wawan, yang dilabeli polisi sebagai provokator, ditahan lantaran terlibat dalam latihan militer di Jambi dan Riau sejak Oktober 2017. 

Wawan dikenal jago memotivasi di kelompoknya. Mereka berencana menyerang kantor polisi dan telah menggelar idad atau latihan perang dengan latihan menembak di Bukit Gema, Kabupaten Kampar, Riau.

Bersama Wawan, 155 napi dan tahanan lain kemudian berhasil merebut senjata milik anggota Densus yang kebetulan sedang memeriksa tahanan di dalam Rutan Brimob. 

Di dalam komplek Rutan itu memang ada ruang pemeriksaan Densus yang berada di ujung. Para napi yang beringas itu juga merampas senjata api dan bom yang merupakan barang bukti yang disimpan di gudang barang bukti. Ada beberapa senjata laras panjang dan senjata laras pendek yang sempat mereka kuasai.

Menurut Ramli alias Rambo, mantan napi teroris yang rajin berkunjung ke Rutan Brimob, soal makanan memang menjadi hal pelik jika tidak tahu aturannya. 

Makanan yang dilarang dibawa masuk adalah makanan kaleng, makanan berbau menyengat seperti durian, dan juga makanan yang rawan membuat sakit napi atau tahanan seperti pedas dan berkuah.

”Jadwal besuk itu Selasa-Kamis. Untuk bisa masuk bertemu napi atau tahanan kita harus melalui empat tahap pemeriksaan. Pertama lapor di gerbang utama yang dijaga Brimob di mana di sana identitas dan bawaan kita diperiksa. Lalu saat lolos kita diperiksa penyidik Densus di sebuah ruangan bekas provost,” kata Ramli kepada Beritasatu, Kamis (10/5/2018).

Di sana pemeriksaan lebih detail. Identitas dan bawaan kembali diperiksa. Telepon seluler, dompet, kacamata, topi, semuanya diperiksa. HP dan dompet pun ditinggal dan lalu pengunjung difoto. 

Pengunjung khusus napi teroris seringkali diperiksa sampai ditelanjangi dengan hanya memakai celana dalam saja. Pengunjung lelaki diperiksa penyidik lelaki, pengunjung perempuan diperiksa petugas perempuan.

”Dari sini kita jalan menuju ke gerbang Rutan dan baru belok kanan masuk Rutan. Ada pos lagi di mana kita isi daftar tamu piket Rutan dan setelah itu ada pos lagi milik piket Densus yang letaknya di depan ruang tahanan. Di sana ada empat-lima orang Densus yang tidak bersenjata,” urainya.

Ramli tidak pernah dilarang membawa makanan. Makanan yang dia bawa selalu lolos karena dia selalu membawa makanan siap saji seperti fast food atau nasi kebuli. 

Dia juga belum pernah mendengar ada makanan yang sampai dipersulit masuk jika itu terkategori makanan yang biasa dan tidak aneh-aneh.

Rutan Tidak Layak

Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengakui jika Rutan Mako Brimob sebenarnya bukan tempat yang layak dan awalnya bukan dibuat untuk menahan napi dan tahanan terorisme. Untuk itu pihaknya akan melakukan evaluasi menyeluruh terkait insiden yang terjadi saat dia sedang berdinas di luar negeri itu.

”Memang Rutan Brimob nggak layak jadi Rutan teroris. Itu bukan maximum security. Ini (awalnya) tempat untuk anggota polisi yang terlibat pidana. Karena kalau (polisi yang terlibat pidana) kemudian dicampur di tempat dengan pelaku pidana yang dulu mereka tangkap, maka mereka bisa jadi korban. Untuk itu Polri membuat Rutan seperti ini supaya mereka tidak jadi korban kekerasan dari pelaku kejahatan yang mereka tangkap,” kata Tito di Mako Brimob, Kamis (10/5/2018).

Dalam catatan Beritasatu, mantan Kabarekrim Suyitno Landung yang mengubah sejarah Rutan Mako Brimob. Ceritanya pada 2007 silam, Kapolri Jenderal Sutanto mengkhawatirkan keselamatan Suyitno jika dia harus dipenjara di lapas umum. 

Akhirnya jaksa saat itu membuat keputusan Suyitno, yang divonis PN Jakarta Selatan 18 bulan penjara karena bersalah menerima gratifikasi, dipenjara di Rutan Mako Brimob. Sejak itu Rutan ini dijadikan sebagai rutan cabang Salemba.

Polisi, masih kata Tito, juga butuh tempat pemeriksaan bagi tersangka terorisme. Tak heran tempat pemeriksaan yang paling aman ada di Mako Brimob. 

Itu karena lokasi ini memang terkurung dari luar meski bukan didesain maximum security. Kondisi Rutan ini juga over crowded pada saat kejadian karena sebenarnya hanya untuk 64 orang atau maksimal 90 orang.

”Ini diisi sampai 156 orang. Maka ini sangat sumpek. Saat itu juga pas ada pemeriksaan oleh Densus. Jadi anggota kita yang lima ini sebetulnya bukan tim penindak, mereka tim pemberkasan. Tapi mereka bawa senjata yang itu dirampas. Lalu ada beberapa barang bukti yang ditujukan pada tersangka juga dirampas. Selama ini nggak ada masalah sih. Tapi memang ada kelemahan,” akunya.

Jenderal bintang empat itu lalu menjelaskan ikhwal mengapa butuh 36 jam dalam penyelesaian kriris. Menurutnya presiden telah memberi intruksi untuk tegas. Polri tidak boleh kalah dan kapolri wajib mengambil tindakan tegas. Ada opsi untuk langsung masuk menyerbu atau memberi waktu dengan peringatan dulu karena dalam kelompok ini ada pro kontra.

Ada yang ingin kekerasan ada yang tidak ingin. Opsi peringatan akhirnya diberikan karena polisi tidak ingin ada korban lebih banyak lagi karena ada napi dan tahanan yang tidak ingin ada kekerasan. Warning diberikan sampai Kamis pagi tadi. Akhirnya mereka melunak dan menyerahkan satu sandera polisi dan lalu bertahap keluar menyerah.

”Proses hukum akan kita laksanakan. Kita bersenjata dan ada aturan meski dengan teroris kita tidak bisa bunuh sembarangan kalau saat itu mereka menyerah. Kalau nggak nyerah, jelas dan tegas. Kita didukung Panglima TNI. Makanya ada standby force Kopassus dan marinir. Para tahanan kita pindahkan saja. Napi yang sudah vonis dan masih di sini sekarang dipindahkan saja ke Nusakambangan,” urainya.

Soal mengapa sampai ada HP yang bisa masuk itu akan diselidiki, rangkaian barang bukti yang sedang dilakukan olah TKP dan dibereskan malam ini. Polri akan memikirkan bersama menteri keuangan untuk membangun tempat layak dan rutan sementara untuk kasus teroris. Densus butuh tempat itu.

”Sekali lagi mohon dukungan pada seluruh rakyat Indonesia kami berduka atas gugurnya lima anggota kami. Kita bersama dan kita tidak takut dengan teroris,” tegasnya.

Kandang Singa

Beredar kabar bahwa pada awal mula kericuhan, para napi teroris itu ingin bertemu dengan Aman Abdurrahman, terpidana kasus terorisme yang juga ditahan di Rutan Brimob namun ditempakan di blok berbeda.

Aman, 46, dipenjara karena dianggap terlibat dalam kasus bom Jalan Thamrin, Jakarta, 2016. Meskipun saat kejadian dia masih dipenjara dalam kasus Jamaah Ansharut Daulah, namun isi ceramahnya yang beredar luas dianggap sebagai pendorong para pelaku bom Thamrin.

Dalam kasus kerusuhan di Rutan Brimob, Aman justru membantu meredam para rekannya dengan membujuk mereka untuk bersedia bernegosiasi.

Dalam rekaman yang diperoleh Beritasatu, diduga suara Aman pada Selasa malam, dia meminta para napi untuk tidak bertindak berlebihan hanya gara-gara makanan.

“Untuk malam ini agar meredam dulu dan yang bukan penghuni biar keluar dulu. Besok lusa, nanti utusan dari antum bisa minta agar ketemu dengan ana supaya bisa menjelaskan masalah yang sebenarnya,” bunyi rekaman tersebut.

“Karena untuk masalah urusan dunia tidak pantas terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Tapi kalau masalah prinsipil yang tidak bisa ditolerir baru itu masalah lain. “

“Untuk malam ini biar meredam dulu, biar yang bukan penghuni keluar dulu. Itu mungkin dari ana, mudah-mudahan bisa dipahami karena tidak ada manfaatnya juga bikin keributan di kandang singa.”

Berikut ini rekaman suara yang telah beredar terbatas di kalangan wartawan:

Di pihak lain, beredar pula rekaman video diduga dari kelompok militan di Poso, Sulawesi Tengah. Dengan latar belakang hutan belantara, seorang pria berjenggot tebal dengan sorban diapit dua pengawal bersenjata laras panjang berpidato berapi-api meminta agar para napi di Rutan Brimob menolak negosiasi dan melaksanakan jihad.

"Saudaraku, jangan antum pernah berpikir untuk negosiasi atau pun menyerah kepada para thaghut. Antum bayangkan kita di sini, dua pucuk senapan melawan thaghut yang beribu-ribu," kata pria tersebut sembari menunjuk dua pengawalnya yang membawa senjata dan bertopeng.

Thaghut adalah sebutan mereka yang ingkar kepada agama Allah dan oleh kelompok militan kerap diasosiasikan dengan polisi dan aparat negara lainnya.

Dalam rekaman yang diduga diambil pada siang hari tersebut, dia meminta rekannya yang memiliki senjata lebih banyak untuk melawan.

Sumber Beritasatu menyebut kelompok di Poso itu sebagai Mujahidin Indonesia Timur.(JP)



Berita Lainnya

Posting Komentar

0 Komentar