Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Widget HTML

 


Wacana Proporsional Tertutup, Upaya Kebiri Hak Rakyat

Ir Tigor Gh Sinaga Bersama PSI .(Foto Istimewa)
Oleh: Ir Tigor Sinaga

Jambipos-Ada 4 pihak yang terdampak langsung dengan wacana perubahan kebijakan menggunakan sistem proporsional tertutup pada pemilu 2024, sebagai respon dari pernyataan ketua KPU akhir Desember lalu yakni, Penyelenggara, Elit Parpol, Caleg dan rakyat pemilih.

Sebagai penyelenggara pastilah KPU diuntungkan, karena kerjaan jadi lebih ringan seperti pernyataan ketua KPU tersebut, walau itupun masih debatebel.

Bagi elit parpol tentu kebijakan ini sangat dinanti, kembalinya kewenangan yang sempat terlepas ketika Proporsional terbuka diterapkan.

Terutama bagi partai lama yang sudah kadung enak, mengecap kekuasaan mutlak para elit partai dalam pengambilan keputusan dan penetapan calon jadi dan sudah barang tentu pula diikuti dengan kewenangan penetapan kebijakan strategis lainnya.

Jika wacana ini diterapkan kita akan kembali ke era elit partai, karena semua keputusan partai akan kembali tergantung pada elit, jangan pernah berharap akan muncul tokoh-tokoh politik baru atau tokoh tokoh muda tanpa restu elit . 


Pastilah aroma KKN dan politik uang akan mewarnai setiap keputusan partai, betapa tidak,   penetapan nomer urut ( baca :  nomer jadi ) sulit untuk dilakukan secara fair dan transparan.

Sebagai ketua DPW, mestinya saya termasuk dalam kelompok ini dan akan mendukung sistem proporsional tertutup, namun itu pasti bertolak belakang dengan semangat PSI untuk memperjuangkan politik bersih dan melahirkan legislator baru, yang bersih dan tak terlibat korupsi.

Jika ditanya respon sebagai Caleg, pasti saya lebih mendukung Proporsional terbuka. Melalui sistem ini, akan terbuka kesempatan rakyat mendukung orang-orang idealis pilihan mereka untuk duduk di legislatif dan turut mengawal arah pembangunan bangsa ini. 

Memang untuk terpilih melalui proses proporsional terbuka ini, tak semudah membalikkan tangan,  apalagi banyak orang mengaitkan dengan politik uang dan banyaknya parpol peserta pemilu.

Dengan keterbukaan diharapkan proses demokrasi bisa lebih dipertanggung jawabkan. Kalaupun ada terjadi politik uang disini, setidaknya bukan hanya elit yang menikmati, tapi rakyat juga kebagian.

Sebagai rakyat pemilih saya pasti lebih setuju dengan Proporsional terbuka, kita bisa memilih langsung calon wakil kita. 

Sebagai rakyat kita bangga dapat melaksanakan hak kita, ketika berkesempatan  langsung mencoblos pilihan kita, terbukti bahwa angka partisipasi rakyat yang melakukan pencoblosan meningkat sejak sistem ini dilaksanakan. Bukankah kwalitas demokrasi lebih baik jika angka partisipasi pemilu meningkat ?  

Dengan Proporsional terbuka, minimal akan ada 360.000 caleg yang akan bertarung mulai dari DPRD kab/kota, Prov dan RI dan lokal Aceh, jika masing masing menghabiskan dana kampanye Rp.150 Juta per caleg , maka akan ada perputaran uang Rp 54 T dan itu dipastikan akan dinikmati UMKM yang tersebar di 514 kab/ kota, untuk hal mana jika pemilu dilaksanakan dengan proporsional tertutup dipastikan tidak akan ada potensi ini, kalaupun ada mungkin hanya di seputaran elit partai.

Keluhan KPU yang kesulitan mencetak kertas suara karena banyaknya parpol peserta pemilu rasanya berlebihan, bukankah pemilu tahun 2009 lalu diikuti 34 parpol nasional dan 6 partai lokal Aceh, toh berjalan juga.

Wacana kembali ke Proporsional tertutup adalah langkah mundur demokrasi kita. Jika ada kekurangan dari sistem yang ada saat ini mari kita perbaiki, modernisasi cara pemilihan dengan pemanfaatan kemajuan teknologi suatu keharusan, bukan malah kembali kemasa lalu. Pelaksanaan hak-hak rakyat harus semakin dimudahkan dan terfasilitasi jangan malah dikebiri. (JP-Penulis Adalah Ketua DPW PSI Provinsi Jambi)


Berita Lainnya

Posting Komentar

0 Komentar