![]() |
| Wakil Ketua Komite IV (Bidang Keuangan Perbankan) DPD RI, Elviana dan Koordinator Tim Kunjungan Kerja, Cerint Iralloza Tasya. (Foto: Humas DPD RI). |
Jambipos Online, Padang- Komite IV Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) menggelar rapat kerja bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Sumatera Barat, Senin (10/11/2025). Pertemuan ini membahas tindak lanjut Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2025 sekaligus menyoroti persoalan serius yang terus berulang di daerah.
Rapat dipimpin Wakil Ketua Komite IV DPD RI, Dr. Hj. Elviana, M.Si, bersama Koordinator Tim Kunjungan Kerja, Cerint Iralloza Tasya, dan dihadiri Kepala Perwakilan BPK RI Sumbar, Sudarminto Eko Putra beserta jajaran.
Dalam paparannya, Elviana menyampaikan apresiasi atas capaian seluruh Pemerintah Daerah di Sumbar yang meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Namun, ia mengingatkan agar prestasi tersebut tidak dijadikan tameng untuk menutupi lemahnya integritas dan pengawasan keuangan daerah.
“WTP bukan berarti bersih dari masalah. Di balik capaian itu, masih banyak praktik yang mencederai akuntabilitas publik. Ada wajah kontradiktif, laporan keuangan tampak sempurna di atas kertas, tapi di lapangan masih banyak penyimpangan,” tegas Elviana.
Elviana menyoroti tiga temuan berulang hasil audit BPK yang selama bertahun-tahun belum tuntas, kekurangan volume pekerjaan, belanja tidak sesuai spesifikasi, dan perjalanan dinas fiktif.
Ia menilai, praktik-praktik tersebut menunjukkan lemahnya pengawasan internal dan membuka ruang penyalahgunaan anggaran yang berpotensi mengarah pada korupsi sistemik.
“Temuan kekurangan volume pekerjaan hampir muncul di semua pemerintah daerah, termasuk dinas teknis. Di Pesisir Selatan saja, ada kekurangan volume dua proyek jalan senilai Rp658 juta. Ini bukan lagi kelalaian, tapi pola yang berulang dan mengkhawatirkan,” tegasnya dengan nada kritis.
Dalam paparannya, Elviana menegaskan bahwa WTP tidak boleh menjadi “selimut nyaman” yang menutupi praktik penyimpangan anggaran.
“WTP bukan berarti bebas dari masalah. Jangan jadikan opini itu sebagai perisai untuk menutupi kebocoran anggaran. Karena faktanya, di balik laporan yang tampak rapi, masih banyak praktik kotor yang merugikan rakyat,” tegas Elviana.
Sebagai contoh, Elviana menyebut temuan di Kabupaten Pesisir Selatan, yaitu kekurangan volume pada dua paket pekerjaan jalan di Dinas PUTR senilai Rp658 juta. “Kasus seperti ini kecil di atas kertas, tapi besar dampaknya. Karena dari hal kecil inilah praktik penyimpangan tumbuh,” ujarnya.
“Uang rakyat harus kembali ke rakyat. Setiap rupiah APBD harus berbuah manfaat, bukan menguap di perjalanan dinas fiktif atau pekerjaan yang volumenya dikurangi,” tegas Elviana menohok.
Ia juga mengingatkan bahwa ketegasan BPK harus diimbangi dengan keberanian pemerintah daerah untuk berubah.
“Kami mendukung BPK untuk tidak lagi sekadar memberi peringatan, tetapi mendorong tindakan nyata. Kalau masih ada temuan yang berulang, harus ada sanksi tegas. Jangan lagi hanya sebatas rekomendasi di atas kertas,” tambahnya.
![]() |
| Komite IV Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) menggelar rapat kerja bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Sumatera Barat, Senin (10/11/2025). |
Di akhir rapat, Elviana menegaskan bahwa Komite IV DPD RI akan terus mengawal hasil audit BPK hingga benar-benar ditindaklanjuti.
“Integritas bukan pilihan, tapi kewajiban. DPD RI akan memastikan Sumatera Barat tidak sekadar bangga dengan WTP, tapi benar-benar bersih dari praktik korupsi terselubung. Kami ingin keuangan daerah mencerminkan kejujuran, bukan sekadar kepatuhan administratif,” pungkas Elviana.
Sementara itu, Senator asal Sumbar, Cerint Iralloza Tasya, menegaskan bahwa capaian opini WTP tidak boleh menipu publik.
“Faktanya, masih ada lima pemerintah daerah di Sumatera Barat, termasuk Pemprov sendiri, yang tingkat penyelesaian rekomendasi BPK-nya di bawah 80%. Ini menandakan sistem pengawasan belum berjalan kuat. Kami tidak mau opini WTP hanya jadi kosmetik,” ungkap Cerint.
Komite IV DPD RI menegaskan bahwa kunjungan kerja ini bukan sekadar agenda rutin, tetapi bagian dari fungsi pengawasan konstitusional terhadap pengelolaan keuangan negara di daerah.
Sementara itu, Senator asal Sumatera Barat, Cerint Iralloza Tasya, menilai capaian opini WTP belum mencerminkan pengelolaan keuangan yang bersih.
“Beberapa daerah seperti Kabupaten Kepulauan Mentawai, Pesisir Selatan, hingga Pemerintah Provinsi sendiri masih berada di bawah 80% tingkat penyelesaian rekomendasi BPK. Ini menunjukkan bahwa perbaikan di atas kertas belum menyentuh akar masalah di lapangan,” ujar Cerint.
Komite IV DPD RI menegaskan, fungsi pengawasan konstitusional bukan hanya sebatas evaluasi administratif, tetapi memastikan setiap rupiah uang rakyat digunakan secara transparan, efisien, dan bebas dari praktik korupsi terselubung.
“Kami tidak ingin rekomendasi BPK hanya jadi formalitas tahunan. Ini harus menjadi peringatan keras bagi semua kepala daerah di Sumbar. Jangan biarkan temuan berulang berubah menjadi kebiasaan yang menggerogoti kepercayaan publik,” tutup Elviana.
Kunjungan kerja ini menjadi pengingat bahwa prestasi administratif tanpa integritas hanyalah ilusi akuntabilitas. DPD RI berkomitmen terus mengawal agar pengelolaan keuangan daerah di Sumatera Barat benar-benar bersih, akuntabel, dan bebas dari praktik korupsi. (JPO-Berbagaisumber/AsenkLeeSaragih)


0 Komentar
Komentar Dilarang Melanggar UU ITE