Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Widget HTML

 


Ini Fakta Persidangan Terdakwa “Tiga Sekawan” Ketok Palu APBD Jambi

Kusnindar Tukang Bagi Uang Suap
Sebanyak 23 orang saksi kembali dihadirkan untuk dikonfrontir dalam sidang lanjutan kasus suap “ketok palu” pengesahan R-APBD Provinsi Jambi tahun 2017-2018 dengan terdakwa “Tiga Sekawan” Zainal Abidin, Effendi Hatta, dan Muhamadiyah, Anggota DPRD Provinsi Jambi Periode 2014-2019 di Pengadilan Tipikor PN Jambi, Selasa (21/1/2020).(Istimewa)

23 Saksi Dihadirkan di Persidangan

Jambipos, Jambi-Sebanyak 23 orang saksi kembali dihadirkan untuk dikonfrontir dalam sidang lanjutan kasus suap “ketok palu” pengesahan R-APBD Provinsi Jambi tahun 2017-2018 dengan terdakwa “Tiga Sekawan” Zainal Abidin, Effendi Hatta, dan Muhamadiyah, Anggota DPRD Provinsi Jambi Periode 2014-2019 di Pengadilan Tipikor PN Jambi, Selasa (21/1/2020).

Sebanyak 23 saksi yang dihadirkan dari anggota DPRD Provinsi Jambi periode 2014-2019 dan juga dari rekanan pemerintah atau pengusaha kontraktor. Ruang Sidang Tipikor PN Jambi juga tampak ramai oleh pengunjung yang ingin menyaksikan jalannya persidangan.

Anggota DPRD Provinsi Jambi Periode 2014-2019 yang dihadirkan Jaksa KPK sebagai saksi diantaranya  Muhammad Khairil, Hasim Ayub, Wiwid Ishwara, Bustami Yahya, Yanti Maria, Nurhayati, Suliyanti, Rahima, Edmon, dan Hillalatil Badri. Kemudian Abdul Salam, Haji Daud, Sainuddin, Muntalia, Eka Marlina dan Budiyako.

Anggota DPRD Periode 2014-2019 lain yang dihadirkan jaksa adalah Mauli, Hasan Ibrahim, Kusnindar. Sedangkan saksi dari kalangan swasta yakni Paut Syakarin, Hasanudin, dan Imaduddin.

Dalam kesaksiannya, Hasanudin mengakui dirinya pernah menyerahkan uang kepada Effendi Hatta di Bandara Jambi. Hal itu dia lakukan atas perintah Paut Syakarin yang meminta tolong kepada dirinya. 

“Waktu itu saya kebetulan main ke rumah Pak Paut, terus saya disuruh ngantar uang itu. Untuk jumlahnya saya tidak tahu. Uang itu saya serahkan langsung kepada Effendi Hatta,” kata Hasanudin.


Paut Syakarin sendiri mengaku memerintahkan Hasanudin, tetapi katanya, uang itu hanya bantuan, jumlah ia mengaku lupa. "Uang itu bantuan saja," kata Paut Syakarin kepada JPU KPK.

Sedangkan Effendi Hatta mengaku pada saat menelpon Paut Syakarin, dirinya banyak bicara. "Waktu itu tidak banyak ngomong, dia sudah mengerti saja," kata Effendi Hatta dihadapan majelis Hakim.

Uang dari Paut Syakarin kemudian dibagikan kepada seluruh komisi III. Zainal Abidin sendiri mengaku pernah menjemput uangdi rumah Paut Syakarin bersama Effendi Hatta.

“Saya bersumpah pak, kalau ada anggota komisi III tidak menerima saya tidak melihat matahari terbit besok pagi," tegas Zainal.

Namun Eka Marlina, salah satu anggota komisi III tetap mengaku tidak menerima. "Saya tidak menerima," katanya.

Sementara Kusnindar menarik BAP terkait uang jatah Eka Marlina. Sebelumnya, Kusnindar mengaku mengantar langsung uang ketok palu jatah Eka Marlina ke rumahnya. Namun pada persidangan kali ini, Kusnindar mengatakan jika dirinya tidak ingat dimana ia menyerahkan uang untuk Eka Marlina.

“Pada saat itu saya memang datang ke rumah, tapi waktu itu keadaan sedang ramai, saya pulang. Tapi saya tidak ingat dimana saya menyerahkan," kata Kusnindar.

Jaksa kemudian mempertanyakan keterangan Kusnindar ini. Apalagi Kusnindar ini berbeda dengan keterangan pada persidangan sebelumnya. “Kalau ini saya tidak ingat dimana saya serahkan, karena ini menyangkut nasib orang," kata Kusnindar lagi. 

Disebutkan, Eka Marlina sendiri tidak menerima uang ketok palu. Soal kedatangan Kusnindar, dia mengatakan bahwa Kusnindar tidak pernah datang ke rumah mengantarkan uang. "Saya tidak menerima," jawabnya.

Sedangkan untuk Hasyim Ayub, menurut Kusnindar pertama diserahkan di rumahnya di Perumahan Villa Gading Mayang. "Saya waktu disuruh masuk dan dikasih minuman kaleng," kata Kusnindar. 

Namun keterangan Kusnindar dibantah Hasyim Ayub. Ia mengatakan bahwa dirinya tidak menerima. Karena pada saat itu dirinya sedang sakit stroke. "Waktu itu saya sakit stroke di Jakarta," ujar Hasyim Ayub membantah.

Sementara Wiwid Iswara, Kusnindar mengaku mengantarkan untuk tahap pertama. Namun pada saat itu,  Wiwid tidak berada di rumah, dia meminta diserahkan saja ke istrinya. "Tapi waktu kata pembantu lagi mandi jadi disuruh serahkan kepada pembantu," sebut Kusnindar.

Uang ketok palu untuk Syopian, dia menerima dua kali. "Saya terima dua tahap, kemarin sudah saya terangkan," katanya. Tapi Syopian mengaku belum mengembalikan uang itu. "Belum pak," jawabnya.

Demikian juga dengan Edmon, Kusnindar mengaku menyerahkan langsung. Namun ini tetap dibantah oleh Edmon. "Saya tidak pernah terima," katanya. 

Saksi Salam HD juga mengaku jika keterangan Kusnindar tidak benar. Bahkan kata Salam, dia tidak pernah mengambil uang kepada Kusnindar. "Yang 200 itu saya tidak pernah terima," katanya. 

Namun menurut Kusnindar, uang itu diserahkan dua kali di kantor DPRD Provinsi Jambi. "Saya serahkan di kantor. Saya dengan dia satu fraksi dan satu komisi," tegas Kusnindar. Salam HD tetap pada keterangannya. "Saya tidak pernah terima kenapa saya harus kembalikan," tegas Salam. 

Sementara Hasan Ibrahim mengaku berniat mengembalikan uang yang ia terima. Namun ia belum bisa memastikannya karena masih ada yang mau dijual. "Ada yang mau dijual," sebutnya. 

Untuk jatah Suliyati pertama dititipkan kepada  Zainal Abidin, dan yang kedua dititipkan kepada Nurhayati. Keterangan ini dibantah Zainal, juga Suliyati. "Saya tidak pernah terima," kata Suliyati. 

Selanjutnya kesaksian Hilalatil Badri yang kini menjabat Wakil Bupati Sarolangun langsung dikonfrontir dengan Kusnindar yang menyebutkan Hilal menerima uang ketok palu.

Kusnindar menceritakan jika Ia bertemu Hilal di pinggir jalan Simpang Puri Mayang dan langsung menyerahkan uang dalam kantong kresek ke Hilal. Menurut Kusnindar saat itu, Hilal memakai Triton.

“Saya tetap dengan keterangan saya, karena saya yang menyerahkannya," kata Kusnindar dipersidangan.

Namun Hilal Badri membantah keterangan Kusnindar. Kata Hilal Badri, dia tidak memiliki mobil Triton. Selain itu ia sudah mundur dari DPRD Provinsi Jambi sejak September 2017 dan mundur secara SK pada 24 Oktober 2017 dan telah digantikan dengan Samsul Anwar.

"Saya anggota komisi II, anggota Fraksi PDIP, tidak pernah berkomunikasi soal uang ketok palu dengan fraksi saya, apalagi dengan fraksi restorasi Kusnindar," katanya.

Hilal Badri pun menyatakan dirinya sudah mundur dan tidak memiliki kaitan lagi dengan DPRD Provinsi Jambi.

Sebelumnya, Lim mengaku dalam sidang sebelumnya, ada rencana agar anggota dewan yang maju Pilkada tidak diberikan seperti untuk BBS, Hilal dan Hj Masnah Busro. Saat ditanya perintah siapa oleh Hakim, Lim menyebut perintah dari Apif Firmansyah, ajudan pribadi Zumi Zola.

Jangan Bohong

Hakim juga mengingatkan para saksi untuk tidak berbohong. Pasalnya Paut Syakarin terus membantah memberikan dana untuk tambahan uang ketok palu untuk komisi III. Pengusaha Jambi ini juga membantah pernah bertemu Dodi Irawan, mantan Kadis PUPR Provinsi Jambi.

Dodi Irawan dalam keterangannya pernah menyatakan pernah bertemu dengan Paut Syakarin di Hotel Novita Jambi. Ini juga dikuatkan dengan pernyataan Kusnindar.

Jaksa pun langsung mengingatkan Paut Syakarin untuk menyampaikan keterangan sebenarnya. Karena sesuai Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) atau obstruction of justice ada ncaman pidananya.

Pasal 21 UU Tipikor menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama dua belas tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150 juta dan paling banyak Rp 600 juta.

Masih dalam persidangan dengan terdakwa Effendi Hatta, Zainal Abidin dan Muhammdiyah di Pengadilan Tipikor PN Jambi, Selasa (21/1/2020), Kusnindar mengakui jika memiliki hutang dengan Budiyako, Anggota DPRD Provinsi Jambi 2014-2019-2019-2024.

"Iya memang ada (hutang,red)," kata Kusnindar. Kusnindar mengaku tiga kali memberikan uang yakni Rp90 juta, Rp220 juta dan Rp100 juta. Hutangnya Rp 400 juta.

Kusnindar sudah tidak tahu apakah ini pembayaran uang ketok palu atau hutang. Namun pasca pembayaran ini, Budiyako tidak ada menagih lagi. 

Apakah Budiyako ada menagih uang ketok palu," tanya Hakim. Kusnindar menjawab tidak pernah.

Apakah uang ketok palu dianggap sebagai pembayaran hutang? "Iya begitulah," kata Kusnindar. Lalu dijawab hakim, "Sambil menyelam minum air sekalian bayar hutang," sebut Hakim.

Jaksa KPK pun mengingatkan Budiyatko jika keterangan ini akan menjadi beban Kusnindar. Artinya, menerima Rp400 juta karena menggunakan jatah uang ketok palu unuik membayar hutang.

Kusnindar pun mengiyakan dan pasca pemberian uang tersebut Budiyako tidak ada menagih lagi meski masih ada kekurangan. Budiyako juga mengaku tidak menagih lagi meski ada kekurangannya.(JP-Tim)

Berita Lainnya

Posting Komentar

0 Komentar