Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Widget HTML

 


Selangkah Lagi, Pemerintah Pegang Kendali PT Freeport Indonesia


Foto BeritaSatu.com
Dirut Inalum Budi Gunadi Sadikin mengatakan pihaknya menyiapkan dana hingga US$ 1,5 miliar. Penutupan transaksi pembelian saham ditargetkan paling lambat dua bulan ke depan.

Jambipos Online, Jakarta– Jalan panjang untuk merebut penguasaan tambang Grasberg di Papua sudah mendekati garis finis. Selama lebih dari 50 tahun tambang tembaga terbesar kedua di dunia itu dikuasai oleh perusahaan Amerika Serikat Freeport McMoran Inc (FCX), melalui kepanjangan tangannya, PT Freeport Indonesia (PTFI).

Perjuangan untuk menguasai saham pengendali di PTFI sudah dilakukan secara intens sejak tahun lalu dan pada Kamis (12/7) ditandatangani heads of agreement (HoA) yang memuluskan jalan bagi pembelian 51,38 persen saham Freeport Indonesia senilai US$ 3,85 miliar.

Tandatangan kesepakatan dilakukan oleh Freeport McMoran Inc (FCX) selaku pemegang saham PTFI dan PT Inalum (persero) yang ditunjuk pemerintah untuk memiliki saham pengendali PTFI.

Inalum akan menguasai saham mayoritas Freeport melalui proses divestasi. Transaksinya ditargetkan rampung paling lambat dalam dua bulan ke depan. Selain itu dibicarakan struktur organisasi antara pemegang saham beserta hak dan kewajibannya.

HoA ditandatangani oleh Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin dan CEO Freeport McMoran Richard Adkerson di kantor Kementerian Keuangan.

Penandatanganan itu disaksikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno, dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar.

"Dengan adanya penandatanganan HoA ini, yang baru saja disaksikan, maka telah dicapai proses divestasi. Diharapkan, partnership di antara FCX dan Inalum dan pemerintah baik daerah dan pusat akan mampu meningkatkan kepastian dalam lingkungan operasi, kualitas dan nilai tambah industri ekstratif, sehingga bisa menambah kemakmuran bagi Indonesia dan Papua," kata Sri Mulyani usai penandatanganan HoA di Jakarta.

Sri Mulyani mengungkapkan penandatanganan HoA merupakan rangkaian dari kesepakatan umum yang diteken pada 27 Agustus 2017 lalu. Dalam kesepakatan yang diumumkan di kantor Kementerian ESDM ketika itu ada lima poin yang disetujui bersama.

Pertama, adalah landasan hukum yang mendasari dalam bentuk Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi bukan dalam bentuk Kontrak Karta (KK). Kedua, mengenai divestasi saham 51 persen untuk kepemilikan nasional Indonesia.

Ketiga, Freeport membangun smelter di dalam negeri. Keempat, penerimaan negara secara agregat dan total lebih besar dibandingkan penerimaan negara melalui KK selama ini. Kelima, perpanjangan operasi 2x10 tahun hingga 2041, diberikan setelah memenuhi kewajiban IUPK Operasi Produksi

"HoA ini merupakan suatu langkah maju dan strategis untuk mewujudkan kesepakatan antara pemerintah Indonesia dan Freeport Indonesia dan Freeport McMoran pada 27 Agustus 2017 lalu," kata Sri Mulyani.

Harga Sudah Dikunci

Sementara itu, Menteri Rini menambahkan kepemilikan 51,38 persen itu mencaplok 40 persen hak partisipasi (participating interest) Rio Tinto dan saham PT Indocopper Investama.

"Total nilai yang diambil US$3,85 miliar," ujarnya.


Pemerintah Indonesia saat ini memiliki saham PTFI sebesar 9,36 persen, Indocopper 9,36 persen dan Freeport McMoran sisanya. Dalam perjalanannya saham Indocopper dibeli oleh Freeport McMoran sehingga jumlah sahamnya menjadi 90,64 persen saham. Seiring dengan terbentuknya holding BUMN Pertambangan dan Inalum sebagai induk perusahaan maka saham pemerintah di Freeport dialihkan ke Inalum.

Rini menuturkan saham Inalum 9,36 persen mengalami dilusi menjadi 5,6 persen dengan proses pencaplokan 40 persen participating interest Rio Tinto. Karena terdilusi, maka proses divestasi selanjutnya adalah membeli seluruh saham Indocopper yang dikuasai Freeport.

"Kalau ambil dari Rio Tinto tidak cukup (51%), makanya kita ambil Indocopper," tuturnya.

Dia menegaskan HoA ini bersifat mengikat secara hukum. Dia menyebut tahapan selanjutnya pembentukan perusahaan patungan (joint venture) antara Inalum dengan BUMD Papua.

"Ini baru heads of agreement. Kalau struktur, transaksi, dan harga sudah di-lock. Setelah joint venture agreement final, kami langsung tanda tangan dan bayar," jelasnya.

11 Bank Bantu Pembiayaan

Dirut Inalum Budi Gunadi Sadikin mengatakan pihaknya menyiapkan dana hingga US$ 1,5 miliar. Dia mengungkapkan sebanyak 11 perbankan siap membantu pendanaan. Dia menuturkan pembelian 51,38 persen saham itu sebesar US$3,85 miliar. Adapun rinciannya sebanyak US$3,5 miliar untuk pembelian participating interest di Rio Tinto dan sekitar US$350 juta untuk pembelian saham Indocopper yang dimiliki oleh Freeport McMoran.

"Kita berharap dalam dua bulan bisa selesai semua dokumentasi supaya transaksi closing-nya beres semua," ujarnya.

IUPK Operasi Produksi Freeport Indonesia bakal diterbitkan Kementerian ESDM setelah divestasi dan stabilitas investasi selesai.

"Semoga dalam HoA ini bisa difinalisasi lebih cepat, jadi 51 persen saham lewat Inalum bisa jalan," kata Jonan.

Jonan menuturkan setelah divestasi rampung maka ada tahapan berikutnya yang harus diselesaikan yakni mengenai stabilitas investasi. Nantinya kedua hal tersebut akan dituang dalam lampiran IUPK OP Freeport.

"Nanti baru kami finalkan IUPK OP-nya setelah divestasinya tuntas dan stabilitas investasi sudah sepakat," ujarnya.

Masalah Lingkungan

Terkait pemberian perpanjangan operasi Freeport secara bertahap hingga 2041, Jonan mengatakan hal tersebut akan tetap mengacu kepada rekomendasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Tambang Grasberg adalah lahan produksi tembaga terbesar kedua di dunia setelah tambang Escondida yang berada di Chile.

Menurut laporan keuangan 2017, PT Freeport Indonesia memiliki cadangan terbukti (proven) dan cadangan terkira (probable) tembaga sebesar 38,8 miliar pound, emas 33,9 juta toz (troy ounce), dan perak 153,1 juta toz.

Pendapatan PTFI 2017 sebesar US$ 4,4 miliar, naik dari US$ 3,3 miliar tahun sebelumnya, dengan laba US$ 1,28 miliar dari sebelumnya hanya US$ 579 juta.

"Perpanjangan itu bisa diberikan dengan rekomendasi dari KLHK. Jadi kalau enggak ada masalah bisa kita kasih," tegasnya.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menerangkan terdapat 48 poin masalah lingkungan yang harus diselesaikan Freeport. Dari jumlah tersebut sebanyak 35 poin sudah diselesaikan dan 13 poin lagi hampir selesai. Adapun poin yang dimaksud terkait pembuangan limbah atau tailing Freeport di Tembagapura, Papua.

"Dari 13 ini, saya cek ada tujuh yang hampir selesai juga. Nah, yang berat-berat, akan kita bantu, seperti yang tadi itu, tailing tadi. Itu yang paling berat, kita kontrol terus," ujarnya.

Freeport bersedia melepas status Kontrak Karya sejak Februari 2017 lalu. Namun perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu menginginkan kepastian hukum dan stabilitas investasi tertuang dalam IUPK. Oleh sebab itu dimulailah perundingan dengan pemerintah hingga saat ini dengan tercapai sejumlah kesepakatan.

Dividen US$ 60 Miliar

CEO Freeport McMoran Richard Adkerson menuturkan perpanjangan izin operasi akan memberikan jaminan bagi investasi bernilai miliaran dolar dan memberikan kepastian bagi seluruh pemegang saham Freeport Indonesia, karyawan, masyarakat Papua, pemasok dan kontraktor, serta seluruh pemangku kepentingan.

“Kami bangga dengan apa yang telah kami capai dalam lebih dari 50 tahun sejarah kami, dan kami sangat menantikan masa depan selanjutnya," ujarnya.

Adkerson mengungkapkan perpanjangan operasi ini akan meningkatkan manfaat secara signifikan bagi pemerintah Indonesia di masa mendatang. Dengan kepastian investasi dan operasi hingga tahun 2041 diperkirakan manfaat langsung kepada pemerintah pusat dan daerah, serta dividen kepada Inalum dapat melebihi US$ 60 miliar.

Dalam keterangan tertulisnya, PT Freeport Indonesia menegaskan bahwa kesepakatan baru ini tidak akan berdampak kepada karyawannya.

“PT Freeport Indonesia menyambut baik kemitraan baru ini. Kesepakatan ini tidak berdampak pada status ketenagakerjaan karyawan PT Freeport Indonesia. Perusahaan akan tetap beroperasi dengan merujuk kepada rencana kerja yang telah ditetapkan,” bunyi keterangan tersebut.

Secara terpisah, Anggota Komisi VII Kurtubi mengapresiasi capaian perundingan dengan Freeport terkait divestasi. Dia mengatakan penguasaan mayoritas Freeport oleh perusahaan nasional maka Inalum menjadi pengendali tambang Grasberg di Papua. Menurutnya nilai US$3,85 miliar valuasi saham Freeport sudah melalui proses yang komprehensif dan dikerjakan oleh ahli dibidangnya.

"Mahal atau murah harus dikaitkan dengan cadangan emas, perak, tembaga di sana berapa jumlahnya. Itu mempengaruhi jumlah harga. Termasuk harga saham Freeport di pasar dunia. Tentunya para ahli yang mendampingi Indonesian sudah memperhitungkan secara rasional," ujarnya.

Namun, lembaga swadaya masyarakat Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) mengingatkan pemerintah untuk tidak gampang memberi perpanjangan izin operasi, mengingat reputasi Freeport selama ini.

“Berdasarkan pengalaman selama ini bahwa PT FI selalu tidak menepati janjinya, baik soal divestasi yang sudah tercantum di pasal 24 Kontrak Karya tahun 1997, maupun terkait jaminan kesungguhan membangun smelter dengan menyetorkan 5 % dari nilai smelter pada Juli 2014 sebagai syarat KESDM akan merekomendasi ekspor konsentrat,” kata Direktur Eksekutif CERI Yusri Usman dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi.

“Pemerintah yang diwakili Kementerian ESDM (agar) tidak dengan mudahnya cepat memberikan status IUPK sampai dengan 2041 sebelum PT FI benar dan nyata merealisasikan divestasi saham mencapai 51% kepada PT Inalum Indonesia.”

Rio Tinto

Dalam keterangan kepada pemegang saham di situs resminya, perusahaan tambang asal Inggris, Rio Tinto, mengatakan bahwa kesepakatan di Jakarta itu sifatnya masih belum mengikat (non-binding).

"Rio Tinto, PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) (Inalum), dan Freeport McMoran Inc. (FCX) telah menandatangani kesepakatan tidak mengikat terkait masa depan kepemilikan tambang Grasberg di Indonesia," bunyi keterangan pers Rio Tinto.

"Heads of agreement itu merinci usulan syarat-syarat pokok bagi penjualan seluruh saham Rio Tinto di Grasberg kepada BUMN tambang Indonesia, Inalum, senilai US$ 3,5 miliar."

Namun, disebutkan bahwa semua pihak termasuk Rio Tinto sendiri berkomitmen untuk mencapai kesepakatan mengikat sebelum akhir 2018.

"Semua pihak bertekad untuk mengupayakan kesepakatan dan menandatangani perjanjian yang mengikat sebelum akhir semester kedua 2018."

"Karena syarat-syarat itu harus disetujui lebih dulu, belum ada kepastian bahwa transaksi akan diselesaikan. Setiap perjanjian yang sifatnya final butuh persetujuan dari regulator dan otoritas pemerintah terkait."

Berdasarkan perjanjian yang diteken pada 11 Oktober 1996, Rio Tinto punya hak produksi di Grasberg sebesar 40 persen.(JP)

Sumber: Beritasatu.com

Berita Lainnya

Posting Komentar

0 Komentar