Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Widget HTML

 


Perayaan Imlek di Kota Jambi Relatif Sepi

Umat Konghucu Kota Jambi melakukan sembahyang perayaan Imlek 2569 Kongzili di Kelenteng Twa Pek Kong, Kampung Manggis, Pasar, Kota Jambi, Jumat 16 Februari 2018. 
Jambipos Online, Jambi- Perayaan tahun baru Imlek 2569 Kongzili di Kota Jambi, Jumat (16/2) terkesan kurang semarak. Warga Tionghoa yang melakukan ibadah atau sembahyang di rumah-rumah ibadah, baik kelenteng maupun wihara Jumat pagi tampak sepi. Bahkan ada beberapa kelenteng yang tidak melaksanakan ibadah perayaan Imlek.

Pantauan SP di Kelenteng Hok Kheng Tong, Len Chun Keng dan Shai Chiei Tien, Jalan Diponegoro, Pasar, Kota Jambi, Jumat (16/2/2018) pagi hingga pukul 09.00 WIB, tidak ada kegiatan sembahyang Imlek. Namun ketiga kelenteng tersebut tetap dijaga petugas keamanan.

Sentara itu, umat Konghucu yang mengikuti sembahyang Imlek di Kelenteng Twa Pek Kong dan Cheng Hwa Keng, Kampung Manggis, Pasar, Kota Jambi, Jumat pagi juga tidak terlalu ramai. Umat Khonghucu yang mengikuti sembahyang Imlek di kedua kelenteng tersebut tidak membeludak seperti tahun lalu. Warga Kelenteng Twa Pek Kong Khonghucu yang melakukan sembahyang datang secara bergiliran mulai pagi hingga siang.

Suasana perayaan Imlek di kedua kelenteng tersebut juga kurang semarak. Tidak ada hiburan atraksi barongsai seperti perayaan Imlek tahun–tahun sebelumnya.

“Perayaan Imlek di kelenteng ini biasa saja. Tidak ada atraksi hiburan meriah seperti tahun lalu. Jumlah warga yang sembahyang juga tidak padat. Kami hanya sembahyang mendoakan arwah orangtua dan doa selamat. Setelah itu kami berkunjung ke rumah sanak – saudara,” kata Alin (35), warga Kelenteng Twa Pe Kong, Kampung Manggis, Kota Jambi kepada SP di kelenteng tersebut.

Sementara itu, suasana sembahyang perayaan Imlek di Wihara Sakyakirti, Jalan Diponegoro, Pasar, Kota Jambi juga tidak terlalu ramai. Umat Buddha yang melakukan sembahyang di wihara tersebut tidak sampai membeludak seperti perayaan Imlek tahun lalu.

Budiman (24), yang sembahyang di Wihara Sakyakirti pada Jumat pagi mengatakan, perayaan Imlek di wihara tersebut berlangsung sederhana. Warga Wihara Sakyakirti melakukan sembahyang untuk mendoakan arwah orangtua.

“Hari ini kami hanya melakukan sembahyang atau doa arwah di rumah abu di dalam wihara. Setelah itu kami berkunjung ke rumah keluarga. Hiburan Imlek berupa atraksi barongsai dan seni – budaya Tionghoa di wihara ini baru diadakan Sabtu (17/2/2018),” katanya.

Sementara itu beberapa kelompok seni barongsai di Kota Jambi melakukan atraksi di permukiman Tionghoa, Kampung Manggis, Kota Jambi, Jumat pagi. Mereka mendatangi rumah warga untuk mendapatkan angpau atau amplop uang.

Tonjolkan Aksi Peduli Sosial

Warga Tionghoa di Jambi diimbau menonjolkan kegiatan aksi peduli sosial ketimbang hiburan bernuansa mewah dalam perayaan Imlek. Aksi peduli sosial tersebut penting untuk menunjukkan welas kasih (belas kasihan) terhadap orang-orang yang kurang mampu.

“Kami mengimbau umat Konghucu di Jambi merayakan Imlek secara sederhana saja. Umat Khonghucu kami ajak agar merayakan Imlek dengan saling berbagi, memberikan bantuan atau bingkisan kepada orang-orang miskin. Sisihkanlah sebagian biaya perayaan Imlek untuk membantu orang-orang yang berkekurangan di sekitar kita,” kata Ketua Majelis Tinggi Agama Konghucu (Matakin) Provinsi Jambi, Darman Wijaya di Jambi, Jumat (16/2/2018).

Menurut Darman Wijaya, umat Khonghucu di Jambi juga diminta tidak perlu merayakan tahun baru Imlek secara jor-joran dengan nuansa mewah. Untuk itu seluruh kelenteng dan warga Konghucu di Jambi diharapkan memberikan bantuan kepada warga kurang mampu di sekitarnya tanpa membeda-bedakan agama dan kepercayaan.

“Dalam memberi bingkisan, bantuan ataupun angpau, umat Konghucu jangan melihat latar belakang agama. Warga yang membutuhkan bantuan perlu kita beri pertolongan. Termasuk para pengemis yang hadir di kelenteng – kelenteng selama sembahyang Imlek,” katanya.

Sementara itu pantauan SP di beberapa kelenteng dan wihara di Kota Jambi, seperti Kelenteng Twa Pek Kong dan Cheng Hwa Keng, Kampung Manggis dan Wihara Sakyakirti, Jalan Diponegoro, Pasar, Kota Jambi, Jumat pagi, puluhan pengemis antre berjejer di pintu keluar kelenteng dan wihara.

Mereka meminta angpau dari setiap warga Tionghoa yang hendak dan sudah melaksanakan sembahyang. Para pengemis tersebut tidak anak-anak dan remaja, tetapi ada juga orang dewasa. Warga Tionghoa yang sudah melaksanakan sembahyang pun rata-rata memberikan angpau kepada para pengemis tersebut.

Menyikapi Tahun Anjing ini, Darman Wijaya mengatakan, umat Konghucu di Jambi menyikapinya dengan sikap disiplin dan kerja keras. Disiplin dan kerja keras tersebut sangat dibutuhkan untuk mengatasi berbagai problema hidup, terutama peningkatan kesejahteraan warga masyarakat.

"Tahu ini kan, Tahun Anjing menurut warga Tionghoa. Anjing termasuk hewan pekerja keras. Jadi pada Tahun Anjing kita harus lebih bekerja keras memperbaiki kondisi kehidupan keluarga dan masyarakat,”katanya.

Bantuan Sosial

Sementara itu, mengisi kegiatan sosial perayaan Imlek, Perempuan Agama Khonghucu Indonesia (Perkhin) Jambi memberikan bantuan sosial paket kebutuhan pokok dan angpau kepada warga Tionghoa yang kurang mampu. Warga Tionghoa yang menerima bantuan sosial tersebut mencapai 50 kepala keluarga. Sebagian penerima bantuan sosial, yaitu warga Tionghoa berusia lanjut yang hidup serba kekurangan.

Ketua Perkhin Jambi, Herwai di Jambi, Jumat (16/2/2018) menjelaskan, pemberian bantuan sosial tersebut sebagai bentuk cinta kasih umat Konghucu Jambi kepada warga mereka yang kurang mampu. Bantuan tersebut dapat dimanfaatkan warga Tionghoa yang kurang mampu untuk merayakan Imlek.

Herwai mengatakan, masih banyak orang yang menganggap warga Tionghoa tidak hidup susah atau miskin. Padahal warga Tionghoa di Kota Jambi juga cukup banyak yang ekonominya sulit, rumah tidak ada dan pekerjaan tidak ada. Kondisi tersebut membuat warga Tionghoa yang miskin tidak dapat menikmati peryaan Imlek.

“Kami menemukan beberapa warga Tionghoa di Kota Jambi yang hidup susah dan tinggal di permukiman kurang layak. Mereka ada yang tinggal di pusat kota dan ada di pinggiran kota. Rumah mereka pun tidak ada fasilitas penerangan listrik. Keterbatasan finansial tersebut membuat mereka tidak bisa bersuka cita merayakan Imlek,” katanya.(JP-SP)



Berita Lainnya

Posting Komentar

0 Komentar