Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Widget HTML

 


Warga Minta Percepat Pembangunan Normalisasi Anak Sungai di Kota Jambi


Pembangunan normalisasi anak Sungai di Kecamatan Paal V, Kecamatan Kotabaru, tepatnya wilayah arah jalan Pecal Lee-Perumnas Kotabaru Jelutung Jambi. Foto diabadikan Senin 3 Juli 2017. Foto Asenk Lee Saragih.

Pembangunan normalisasi anak Sungai di Kecamatan Paal V, Kecamatan Kotabaru, tepatnya wilayah arah jalan Pecal Lee-Perumnas Kotabaru Jelutung Jambi. Foto diabadikan Senin 3 Juli 2017. Foto Asenk Lee Saragih.
Jambipos Online, Jambi-Banjir bandang yang terjadi di sejumlah permukiman warga Kota Jambi baru-baru ini harus disikapi serius oleh pemangku kepentingan. Percepatan pembangunan normalisasi sejumlah anak sungai di Kota Jambi harus dikebut guna mengantisipasi terjadinya kembali banjir bandang di Jambi. 

Pengamatan Jambipos Online, Senin (3/7/2017) sore, menunjukkan, pembangunan normalisasi anak sungai Kelurahan Paal V , Kecamatan Kotabaru hingga kini masih belum tuntas. Pembangunan normalisasi anak sungai itu sudah sejak lama, namun belum tuntas hingga kini. 

Sebelumnya Mantan Kadis PU Provinsi Jambi Ivan Wirata ST MM MT mengatakan, penyebab banjir di Kota Jambi antara lain, kapasitas drainase utama sudah tidak sesuai dengan debit air, penyempitan drainase /bottleneck.

Pembangunan normalisasi anak Sungai di Kecamatan Paal V, Kecamatan Kotabaru, tepatnya wilayah arah jalan Pecal Lee-Perumnas Kotabaru Jelutung Jambi. Foto diabadikan Senin 3 Juli 2017. Foto Asenk Lee Saragih.
Kemudian terjadinya sendimentasi dan erosi di sungai dan drainase utama. Alih fungsi lahan di daerah hulu. Luapan air sungai Batanghari, pengaruh pasang surut sungai Batanghari, penggalian fasilitas kota seperti jaringan kabel telepon, saluran PDAM, pipa gorong-gorong menghambat aliran air drainase serta kebiasaan masyarakat membuang sampah disungai. 

Sistem Drainase Utama Kota Jambi

Menurut Ivan Wirata, Kota Jambi sedikitnya dilalui 7 sungai yang mengalir di wilayah Kota Jambi. Seperti Sungai Kenali Kecil, Kenali Besar, Kambang, Asam, Tembuku, Silincah/Lubukraman dan Sungai Teluk. Sungai terpanjang dan Daerah Aliran Sungai (DAS) terluas adalah Sungai Kenali Besar yang bermuara di Sungai Kenali Kecil.

Mantan Kepala Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) VI Jambi ini mengatakan, di Kota Jambi terdapat tampungan alami berupa danau, antara lain Danau Sipin, Danau Teluk dan Danau Kenali.

“Ada 8 drainase utama Kota Jambi yakni Danau Teluk panjang 1,70 KM luas DAS 18,890 Km2, Sungai Tembuku 6,07 Km luas DAS 8,713 Km2, Sungai Asam 14,72 Km luas 29,648Km2, Danau Sipin 1,78 Km luas DAS 2,150 Km2, Sungai Selincah 8,58Km luas DAS 41,130 Km2, Sungai Putri 1,92 Km luas DAS 1,630 Km2. Semuanya itu bermuara di Sungai Batanghari. Kemudian Sungai Buluran 4,29 Km luas DAS 4,270 Km2, Sungai Kenali Besar 33,6 Km luas DAS 53, 83Km2. Ini bermuara pada Danau Sipin dan Danau Teluk,” ujar Ivan Wirata.

Disebutkan, Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Jambi sejak 2014 lalu tengah membangun “Jambi Port Kontrol” atau proyek pengendali banjir di Kota Jambi. Proyek ini dibangun secara multi years yang dinanai APBN. Kini salah satu proyek “Jambi Port Control” ada di Sungai Tembuku Sijenjang Kota Jambi sudah selesai.

Proyek yang bersumber dari APBN secara multiyesr ini mengucurkan dana sekitar Rp 350 Miliar. Proyek “Jambi Port Control” ini juga bersinergi dengan pembangunan normalisasi Sungai yang ada di Kota Jambi.

Misalnya pembangunan anak sungai ditanggungjawabi oleh APBN, saluran sekunder oleh Pemerintah Provinsi Jambi dan saluran tersiar hingga drainese oleh Pemerintah Kota Jambi. Sinergi APBN, APBD Provinsi dan APBD Pemkot Jambi dibutuhkan guna mengatasi banjir bandang di Kota Jambi.

“Kondisi Kota Jambi saat ini, banyaknya Ruang terbuka Hijau (RTH) yang sudah beralih fungsi jadi areal perumahan. Padahal RTH itu berada pada hulu sungai yang seharusnya dijaga kelestariannya. Namun menyempitnya daerah hutan lindung di hulu sungai menyebabkan daya tampung air dan serapan air menim, sehingga mengakibatkan luapan air ke anak sungai,” katanya.

Ivan Wirata mencontohkan, pembangunan WTC Batanghari dan Abadi Suit Hotel adalah merupakan daerah resapan air. Namun kini pada kenyataanya justru berdiri bangunan yang megah. 

“Hutan hutan lindung yang semakin berkurang, membuat volume banjir 20 kali lipat meluap ke drainase sekunder. Sementara normalisasi Sungai serta pembangunan embung dan pembenahan RTH di hulu sungai masih belum maksimal. Seperti pembenahan hulu sungai di Pematang Gajah harus dilakukan. Kemudian ruang terbuka hijau harus dilestarikan untuk mengurangi banjir di Kota Jambi,” katanya.

Ivan Wirata berpendapat, membenahi anak sungai adalah hal yang wajib guna penanggulangan banjir di Kota Jambi. Sebanyak 30 persen RTH wajib bagi pengembang saat membangun permukiman. Namun kini permukaan tanah tetutup akibat pembangunan mengakibatkan air curah hujan tak tertampung oleh anak sungai,” katanya. 




Sinergitas Kota Pemprov Jambi

Menanggapi banjir bandang yang terjadi di Kota Jambi dan normalisasi anak sungai, Ketua Komisi III DPRD Kota Jambi, Junedi Singarimbun berpendapat, banjir yang kerap terjadi dikarenakan kondisi drainase yang sudah tidak layak dan tak mampu menampung debit air.

Junedi Singarimbun menilai penyebab utamanya adalah drainase milik provinsi yang ada di Kota Jambi sudah tidak mampu menampung debit air yang ada. Sebab, drainase itu di buat pada tahun 1980an di mana kondisi Kota Jambi saat itu masih banyak pepohonan atau bahkan hutan.

“Kita berharap antara Pemerintah Kota dan Pemprov Jambi bisa bersinergi untuk menetapkan prioritas mana drainase yang harus di rekonstruksi. Selain itu, normalisasi anak sungai juga harus segera diselesaikan,” ujarnya.

Junedi menambahkan, selain drainase, perumahan-perumahan yang tidak memiliki izin juga harus segera di tindaklanjuti. Ia berharap Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman dan DLH bisa mengkaji masalah banjir yang terjadi di perumahan. “Mana yang izinnya tidak sesuai harus ditindak,” katanya.

Terpisah, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Jambi, Ardi mengatakan bahwa penyebab umum banjir adalah curah hujan yang tinggi. Namun, karena daya tampung aliran di wilayah kota untuk aliran air yang besar tidak memungkinkan, sehingga beberapa wilayah rendah atau ataran rendah menjadi banjir. “Sebenarnya tiap tahun ada banjir. Akan tetapi yang terjadi beberapa waktu lalu itu diluar jadwal tahunan,” katanya.

Ardi menambahkan, dilihat kondisi dari tata ruang yang ada, banyak wilayah resapan yang sudah jadi pemukiman dan pertokoan. Oleh karena itu, ia menyarankan agar pemerintah ataupun pelaku usaha agar membuat sumur resapan.

“Pemkot sudah keluarkan aturan bagi para pengembang, khususnya perumahan. Dimana sebanyak 35 persen lahan perumahan di bebaskan untuk fasilitas umum dan RTH. Ini akan di sosialisasi kembali,” tambahnya.

Dia juga mengatakan akan memantau semua izin pengembangan wilayah baik untuk pertokoan, pusat perbelanjaan perumahan dan lainnya. Ia berharap semua pembangunan dalam skala besar perlu dilengkapi adanya dokumen lingkungan. Sehingga hal itu tidak menimbulkan dampak di kemudian hari. (JP-Lee)



 

Berita Lainnya

Posting Komentar

0 Komentar