Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Widget HTML

 


Petani Sawit di Jambi Dinilai Butuh Perlindungan Hukum


Kebun sawit MilikPetai di Kabupaten Tanjung Jabung Barat terbakar pada Oktober 2015 lalu. Dok Jampos.

Jambipos Online, Jambi- Kalangan petani dan pengusaha perkebunan kelapa sawit di Provinsi Jambi semakin membutuhkan perlindungan hukum guna mengurangi protes masyarakat terhadap pengembangan usaha perkebunan kelapa sawit di daerah tersebut.

Tanpa adanya perlindungan hukum, kalangan petani dan pengusaha sawit di daerah itu akan tetap sulit mengembangkan usaha mereka. Masalahnya, pengembangan perkebunan kelapa sawit di Jambi hingga kini masih kerap menimbulkan konflik lahan antara petani dan pengusaha sawit dengan masyarakat desa.

Demikian salah satu persoalan pembangunan kebun sawit di Jambi yang mencuat pada pertemuan Badan Legislasi DPR dengan jajaran Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi di kantor Gubernur Jambi, Kamis (23/2). Pertemuan tersebut turut dihadiri Wakil Gubernur (Wagub) Jambi, Fachrori Umar.

Pertemuan tersebut membahas Rancangan Undang-undang (RUU) Perkelapasawitan dan RUU Perlindungan dan Pengakuan Hak Masyarakat Adat dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2017.

Fachrori Umar mengatakan, komoditi kelapa sawit merupakan primadona ekonomi Provinsi Jambi saat ini. Karena itu, lanjut dia, pengembangan kebun kelapa sawit terus dilakukan di daerah itu. Baik pengembangan kebun sawit swasta, negara dan petani. Para pengusaha, petani dan badan usaha milik negara yang mengembangkan sawit di Jambi perlu dilindungi undang-undang agar mereka tidak terlibat konflik lahan.

"Undang-undang (UU) Kelapa Sawit sangat penting bagi Provinsi Jambi agar pihak-pihak yang berkecimpung dalam usaha kelapa sawit sangat semakin sejahtera, terutama petani sawit bermodal kecil. Melalui UU tersebut, para petani, pengusaha dan pemerintah daerah bisa bekerja sama membangun kebun sawit untuk kemajuan bersama," katanya.

Menurut Fachrori, kehadiran RUU Perlindungan dan Pengakuan Hak Masyarakat Adat dalam Prolegnas Tahun 2017 jug penting bagi masyarakat adat di Jambi. 

Melalui RUU tersebut, hak-hak masyarakat adat, khususnya hak atas lahan terlindungi dari ekspansi pengusaha dan petani sawit. Selain itu, perlindungan dan pengakuan hak masyarakat adat di Jambi juga penting agar kelestarian adat-istiadat masyarakat adat, kelestarian lingkungan hidup di Jambi tetap terjaga.

"Presiden Joko Widodo sudah memberikan pengakuan hak masyarakat adat dilima kabupaten di Jambi tahun lalu. Melalui pengakuan tersebut, sekitar 814 hektare (ha) tanah masyarakat adat di Jambi tidak bisa lagi digarap siapa pun menjadi kebun sawit," katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR, Firman Subagyo, pada kesempatan tersebut mengatakan, RUU Perkepalasawitan sangat penting karena kelapa sawit merupakan salah satu potensi besar penerimaan negara di luar migas.

Selama ini belum ada undang-undang yang mengatur pembangunan kelapa sawit, mulai dari usaha hulu sampai hilir. Indonesia belum memiliki regulasi seperti Malaysia. Kondisi tersebut bisa melemahkan posisi produsen sawit Indonesia ketika ada regulasi sawit di tingkat internasional.

"Nah, untuk tahun ini, DPR akan berusaha merampungkan RUU Perkelapasawitan dengan 48 RUU lainnya. Jambi perlu memberikan masukan untuk penyempurnaan RUU Perkelapasawitan tersebut karena Jambi memberikan kontribusi cukup besar dalam penerimaan devisa negara dari minyak sawit (Cride Palm Oil/ CPO), yakni Rp 200 triliun per tahun," kata Firman. (SP/Lee)

Berita Lainnya

Posting Komentar

0 Komentar