Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Widget HTML

 


Pasar Hongkong Jambi, Pasar 6 Jam Tradisional Lintas Budaya


Pasar “Hongkong” merupakan pasar tradisional yang berdenyut selama enam jam sebagai lintas pertukaran budaya. Foto ASENK LEE SARAGIH


Pasar “Hongkong” merupakan pasar tradisional yang berdenyut selama enam jam sebagai lintas pertukaran budaya. Foto ASENK LEE SARAGIH

PEDAGANG: Seorang pedagang sayuran etnis Batak menawarkan dagangan kepada pembeli di Pasar Hongkong  Jambi.  Pasar “Hongkong” merupakan pasar tradisional yang berdenyut selama enam jam sebagai lintas pertukaran budaya. Foto ASENK LEE SARAGIH

Jambipos Online, Jambi-Pasar “Hongkong”. Begitulah masyarakat Kota Jambi menyebutnya. Namanya Pasar “Hongkong” namun yang berdagang etnis Batak, Jawa dan Melayu Jambi. Pasar “Hongkong” merupakan pasar tradisional yang berdenyut selama enam jam sebagai lintas pertukaran budaya.

“Pilihlah, Ko,” kata Ratna Aritonang, seorang pedagang etnis Batak sambil mengikat buah petai pada seorang pengendara motor berhenti karena tertarik dengan barang dagangannya. “Pete dali mano, ni?” “Pete Lampung, Ko..” terang Ratna Aritonang lagi, ”Pilihlah, Ko, buahnyo bagus semua, tuh”.

Tak berapa jauh dari pedagang petai itu, seorang pembeli tengah berbicara dengan pedagang tumbuhan obat di lapaknya.  “Ko, jual akar ilalang, dak?” tanya seorang pembeli dengan logat kental bahasa Melayu Jambi. “”Mau belapo ikat?” sahut si penjual.

“Seikatnyo berapo?” ”Ceban.. Dak mahal lah”. “Goceng, yo, Ko?” ”Dak dapat,” jawab Koko penjual tumbuhan obat di lorong jalan pintu masuk Pasar Hongkong itu sambil tersenyum. Begitulah interaksi sosial yang menjembatani antar warga etnis Tionghoa dan etnis lainnya di Pasar Hongkong Kota Jambi saat ini. Di tempat tersebut pertukaran lintas budaya terjadi secara elegan.

Pasar tradisional ini terletak di Jalan Hayam Wuruk, Kelurahan Cempaka Putih, Kecamatan Jelutung, Kota Jambi, persisnya di salah satu lorong yang halamannya berbatu, mayoritas dikunjungi warga etnis Tionghoa Jambi.

Pasar Hongkong yang merupakan pasar dengan ciri khas budaya Tionghoa itu menyediakan segala keperluan rumah tangga, namun khasnya adalah bahan makanan selera Etnis Tionghoa. Pasar Hongkong saat ini telah menjadi tempat bagi pertukaran lintas budaya bagi masyarakat Jambi.

Disebut Pasar Hongkong karena pada awalnya pedagang dan pembelinya sebagian besar warga keturunan Tionghoa dan saat bertransaksi jual beli lebih sering menggunakan bahasa Mandarin. 
Pasar yang sudah berusia hampir 30 tahun itu kental dengan ciri khas Tionghoa dengan menyediakan berbagai keperluan bagi warga Tionghoa, terutama saat tradisi belanja yang berlangsung di pagi hari.

Barang-barang yang ada diantaranya ikan tenggiri yang menjadi bahan dasar membuat empek-empek khas Tionghoa, udang dan kepiting laut, daging babi, berbagai jenis tumbuhan obat-obatan, sawi, wortel dan lobak Tiongkok. 

Seiring berjalannya waktu, Pasar Hongkong kini sudah banyak dikunjungi etnis lain seperti orang Melayu Jambi, Jawa dan Batak. Namun bahasa pengantarnya masih sering menggunakan bahasa Mandarin.

Oleh sebab itu, konsumen yang bukan warga Tionghoa selain datang dengan niat berbelanja juga dimanfaatkan belajar komunikasi bahasa Mandarin. Bahkan pasar tersebut telah menjadi sarana pembauran antar budaya.

Mereka yang beraktivitas di situ berasal dari berbagai suku dan etnis yang ada di Jambi. “Di sini saya sudah terbiasa menggunakan bahasa Mandarin, terutama saat menghitung harga sayur yang saya jual,” kata Ratna Aritonang, seorang pedagang etnis Batak Selasa (27/9).

Samsudin, penjaga parkir di Pasar Hongkong mengatakan, para pedagang yang berjualan di Pasar Hongkong menyediakan kebutuhan sehari-hari bagi warga keturunan Tionghoa. Para pedagang yang kebanyakan berasal dari etnis Tionghoa menawarkan berbagai barang kebutuhan untuk warga keturunan.

Ragam dagangan khas Pasar Hongkong, misalnya dari peralatan sembahyang, buah-buahan, sayuran lobak Tiongkok, tumbuhan obat-obatan, bahan makanan dari laut seperti udang, teripang dan kepiting laut, daging babi dan ular, juga ikan sungai.

Aktifitas di pasar tradisional yang sudah berusia 30 tahun ini dimulai sejak terbit matahari dan berakhir sekitar pukul 10 siang. Hal ini berhubungan erat dengan tradisi yang dilaksanakan warga keturunan, yakni berbelanja di pagi hari. Tak jarang terdengar bahasa tawar-menawar antara pembeli dan pedagang dipasar ini menggunakan bahasa Mandarin dengan dialek tertentu. (Asenk Lee)

Berita Lainnya

Posting Komentar

0 Komentar