Oleh: Firmansyah, SH, MH
MARAKNYA aktivitas pengusaha tambang batu bara yang mengabaikan aturan di Provinsi Jambi, semakin menimbulkan kerugian serius, baik bagi negara maupun masyarakat. Negara kehilangan potensi pendapatan dari ketidaktertiban pembangunan jalan khusus yang seharusnya menjadi tanggung jawab pihak swasta.
Sebaliknya, pemerintah justru harus menanggung beban perbaikan jalan umum yang rusak akibat angkutan batu bara yang tidak sesuai koridor hukum.
Persoalan angkutan batu bara ini tidak bisa hanya dibebankan kepada Gubernur. Ketidaksiapan jalan khusus yang dibangun oleh perusahaan tambang jelas berdampak langsung terhadap kenyamanan dan keselamatan pengguna jalan.
Lambannya pembangunan jalan tersebut menunjukkan lemahnya aturan dan pengawasan yang seharusnya lebih tegas ditegakkan.
Sementara itu, jalan-jalan kabupaten/kota yang dilintasi angkutan batu bara kerap menjadi medan keluhan masyarakat. Jika Pemerintah Provinsi belum mengambil langkah tegas melalui Peraturan Gubernur (Pergub), maka harapan besar kini tertumpu kepada kepala daerah di tingkat kabupaten/kota.
Bupati dan Wali Kota memiliki kewenangan hukum yang cukup untuk mengatur lalu lintas batubara melalui penerbitan Peraturan Bupati atau Wali Kota (Perbup/Perwako).
Regulasi teknis ini sangat penting sebagai turunan dari Peraturan Daerah (Perda) dan Undang-Undang, khususnya untuk mengatur hal-hal spesifik seperti jalur distribusi, waktu operasional, kapasitas kendaraan, serta sanksi atas pelanggaran.
Kebijakan ini menjadi mendesak karena menyangkut hitung-hitungan nilai ekonomis terhadap kerusakan jalan yang pada akhirnya ditanggung APBD. Tanpa regulasi teknis di daerah, aparat seperti Polisi Lalu Lintas dan Dinas Perhubungan tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk menindak pelanggaran di lapangan.
Sebagai contoh, masyarakat Desa Koto Boyo, Kabupaten Batanghari, telah menyampaikan keluhan kepada LBH Siginjai atas keresahan mereka terhadap angkutan batubara yang melintas di jalan umum desa.
Dalam konteks ini, Bupati Batanghari memiliki dasar hukum dan kewajiban moral untuk segera menerbitkan Perbup yang memperkuat pengendalian aktivitas angkutan batubara. Bahkan, jika terbukti melanggar, Bupati berwenang mencabut Izin Penggunaan Jalan (IPJ) bagi perusahaan tambang yang tidak patuh.
Jika dibiarkan, kondisi ini tidak hanya merugikan keuangan daerah, namun juga dapat menyeret penyelenggara jalan ke ranah hukum. Pasal 273 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan, penyelenggara jalan yang lalai memperbaiki jalan rusak hingga menyebabkan kecelakaan, dapat dikenai pidana kurungan hingga 6 bulan atau denda maksimal Rp12 juta.
Sudah saatnya kepala daerah bertindak. Perbup atau Perwako bukan hanya regulasi teknis, tapi payung hukum yang memberi kepastian bagi semua pihak terutama dalam penegakan hukum dan perlindungan masyarakat.
Ketegasan daerah adalah benteng terakhir agar kepentingan publik tidak terus dikalahkan oleh kepentingan ekonomi segelintir pelaku usaha tambang yang abai terhadap aturan.(JPO-Penulis Adalah Pendiri LBH Siginjai)
0 Komentar
Komentar Dilarang Melanggar UU ITE