Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Widget HTML

 


Korban Teroris Memiliki Hak Kompensasi Hingga Ratusan Juta Rupiah

Nyala Lilin Untuk Korban Bom Surabaya (Foto: AFP/Ivan Damanik)
Jambipos Online-Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara mengabulkan tuntutan kompensasi yang diajukan oleh MM, istri dari polisi yang tewas dalam penyerangan teroris di Markas Polda Sumut 25 Juli 2017 lalu.

Dikutip dari Antara, dalam pembacaan putusan sidang kasus terorisme di Pengadilan Jakut, Rabu (16/5/2018), majelis hakim mengabulkan kompensasi yang diminta senilai Rp 600 juta.

Mencontoh pada kasus tersebut, sebenarnya korban dari tindak terorisme memiliki hak untuk mendapatkan kompensasi yang diberikan oleh pemerintah apabila pelaku tidak bisa menggati kerugian tersebut. Dikutip dari website Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), pemberian kompensasi itu dikarenakan pemerintah bertanggung jawab atas ketidakberhasilan menjamin keselamatan warganya.

Berikut rangkuman soal aturan ini dalam format tanya-jawab:

Bagaimana sebenarnya peraturan dan mekanisme pengajuan kompensasi ini?

Aturan mengenai kompensasi sebenarnya diatur dalam Undang-undang 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Tepatnya pada BAB VI pasal 36 ayat 1 hingga 4.

Tidak hanya kompensasi, ada juga pembahasan mengenai restitusi dan rehabilitasi. Namun seiring berjalannya waktu, muncul banyak penyesuaian seperti adanya undang-undang LPSK yang dilibatkan dalam pemenuhan hak korban HAM berat maupun terorisme.

Apa bedanya kompensasi, restitusi dan rehabilitasi?

Mengacu pada UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, dalam pasal 36 ayat (2) dijelaskan bahwa kompensasi adalah ganti kerugian yang diberikan oleh negara karena pelaku tidak mampu memberikan ganti kerugian sepenuhnya yang menjadi tanggungjawabnya.

Sedangkan restitusi dijelaskan dalam ayat (3) merupakan ganti kerugian yang diberikan oleh pelaku kepada korban atau ahli warisnya.

Ayat (4) menjelaskan rehabilitasi merupakan pemulihan pada kedudukan semula, misalnya kehormatan, nama baik, jabatan, atau hak-hak lain termasuk penyembuhan dan pemulihan fisik atau psikis serta perbaikan harta benda.

Bagaimana cara pengajuan ketiga hal tersebut?

Dalam pasal 38 dijelaskan bahwa pengajuan kompensasi dilakukan oleh korban atau kuasanya kepada Menteri Keuangan berdasarkan amar putusan pengadilan negeri. Namun pada prakteknya menurut Wakil Ketua LPSK Hasto Atmojo, pengajuan bisa melalui LPSK yang nantinya akan berkordinasi dengan Menteri Keuangan. 

Untuk restitusi, dilakukan oleh korban atau kuasanya kepada pelaku atau pihak ketiga berdasarkan amar putusan. Sedangkan untuk rehabilitasi dilakukan oleh korban kepada Menteri Kehakiman dan Hak Asasi manusia.

Besaran kompensasi siapa yang menentukan?

Menurut Wakil Ketua LPSK Hasto Atmojo besaran kompensasi ditentukan oleh korban. LPSK kemudian menguji besaran tersebut apakah sudah sesuai atau tidak.

"Kita yang menghitung, hitungan itu kemudian kita masukan usulkan ke jaksa, nanti jaksa mengajukan lalu diputuskan oleh hakim. Hitungan dimulai dari penerimaan permohonan ke LPSK," kata Hasto saat dihubungi kumparan (kumparan.com).

Berapa lama kompensasi atau restitusi bisa didapatkan?

Dalam pasal 39, Menteri Keuangan dalam memberikan kompensasi dan pelaku teroris yang memberikan restitusi memiliki waktu paling lambat 60 hari kerja terhitung sejak penerimaan permohonan untuk memberikan kompensasi dan restitusi itu.

Pelaksanaannya bagaimana?

Dalam pasal 40 ayat (1) dijelaskan bahwa pelaksanaan pemberian kompensasi dan/atau restitusi dilaporkan oleh Menteri Keuangan, pelaku, atau pihak ketiga kepada Ketua Pengadilan yang memutus perkara, disertai dengan tanda bukti pelaksanaan pemberian kompensasi, restitusi, dan/atau rehabilitasi tersebut.

Salinan tanda bukti pelaksanaan pemberian kompensasi, dan/atau restitusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada korban atau ahli warisnya.

Setelah Ketua Pengadilan menerima tanda bukti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Ketua Pengadilan mengumumkan pelaksanaan tersebut pada papan pengumuman pengadilan yang bersangkutan.

Bagaimana bila kompensasi dan restribusi tak kunjung dibayarkan?
Dalam pasal 41 ayat (1) dan (2) dijelaskan bahwa jika kompensasi dan/atau restitusi kepada pihak korban melampaui batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 (60 hari), korban atau ahli warisnya dapat melaporkan hal tersebut kepada pengadilan. 

Selanjutnya, pengadilan segera memerintahkan Menteri Keuangan, pelaku, atau pihak ketiga untuk melaksanakan putusan tersebut paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal perintah tersebut diterima.

Sedangkan dalam pasal 42 dikatakan bahwa dalam hal pemberian kompensasi dan/atau restitusi dapat dilakukan secara bertahap, maka setiap tahapan pelaksanaan atau keterlambatan pelaksanaan dilaporkan kepada pengadilan.

Dengan demikian, bila Anda atau kerabat menjadi korban dari tindak pidana terorisme, bisa mengajukan kompensasi ini kepada LPSK.(JP)

Sumber: Kumparan

Berita Lainnya

Posting Komentar

0 Komentar