Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Widget HTML

 


Zola Tegaskan Masyarakat Tidak Bakar Lahan untuk Bercocok Tanam

Tawarkan Penggunaan Teknologi Pertanian 
Jambipos Online, Tanjabtim-Gubernur Jambi H Zumi Zola mengimbau sekaligus menekankan agar masyarakat (petani) tidak membakar lahan untuk bercocok tanam, tetapi lebih menerapkan teknologi guna mengelola pertanian. Hal itu dikemukakan Zumi Zola dalam Pertemuan dan Dialog dengan Kelompok Tani di Desa Pandan Sejahtera, Kecamatan Geragai, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Rabu (30/8/2017), sore. 

Kelompok tani tersebut dibina oleh Mitra Aksi dibawah pimpinan Hambali, yang selama tiga tahun memberikan edukasi kepada masyarakat untuk tidak membuka lahan dengan membakar. Kelompok ini juga memberikan pelatihan pembuatan pupuk organik, pembuatan tata air mikro lahan gambut dan pembuatan canal blocking, juga pembuatan sumur hydran di lahan gambut. 
 
Dalam dialog tersebut, Zola mengatakan, pengelolaan dan pembukaan menggunakan alat dan mesin pertanian (alsintan) yang diberikan seperti hand tractor bantuan program pemerintah. 

“Tadi kami pemerintah Provinsi Jambi telah memberikan bantuan alsintan, ada juga hand tracktor. Penerapan teknologi saya pikir tepat untuk membantu petani, mungkin logikanya juga kenapa dibakar dulu, karena dulu tidak punya alat, sekarang sudah disiapkan hand tractor, dan saya harap dapat dimanfaatkan. Kalau dulu juga berpikirnya dengan dibakar akan cepat, biayanya padahal cara ini tidak tepat dan merugikan petani," ujar Zola. 

Diungkapkan, kedatangannya ke tempat ini untuk melihat langsung bagaimana Mitra Aksi melakukan edukasi kepada masyarakat tentang pengelolaan lahan pertanian. 

“Bapak Ibu sekalian, kami juga hadir disini bersama dengan para kepala dinas dari Provinsi Jambi, kami sangat senang sekali hari ini bisa hadir di sini melihat langsung ke lapangan, karena saya sedang membahas waktu di Jakarta tentang pelestarian lingkungan dan lahan gambut ini menjadi perhatian dari Bapak Presiden, terutama saat ini sudah kemarau dan di tahun 2015 yang lalu terbakar lahan gambut itu sebagai salah satu penyumbang terbanyak terjadinya asap," jelasnya. 

Zola mengatakan bahwa dengan membakar lahan, masyarakat akan mendapatkan kerugian yang sangat besar, selain lahan yang dibakar tersebut akan berkurang kesuburannya, hanya dapat untuk menanam selama dua musim, juga masyarakat tidak lagi memiliki tempat untuk bercocok tanam. 

“Saya berterima kasih sekali atas contoh yang diberikan, saya sendiri banyak belajar di sini penggunaan pupuk organik yang terbukti lebih baik dari pupuk kimia anorganik. Kami akan mengkaji dan bekerjasama untuk meningkatkan pertanian di Kabupaten Tanjung Timur dan kabupaten-kabupaten lain menggunakan sistem yang sama," ungkap Zola. 

Metode yang diterapkan oleh Mitra Aksi telah dilakukan di Tanjung Jabung Timur, Tanjung Jabung Barat dan Kerinci. 

“Apa yang diterapkan oleh Mitra Aksi ini terbukti bukan hanya di Tanjung Jabung Timur saja, tetapi sampai Kerinci, artinya masyarakat sudah semakin sadar, karena ketika dibakar kegemburan tanah itu merosot, bagaimana tidak, cacingnya saja mati," jelas Zola. 

Pendiri Mitra Aksi, Hambali menyatakan bahwa lahan pertanian yang saat ini mereka garap adalah tempat belajar sehari-hari. 

“Bersama petani yang ada di salah satu wilayah Tanjung Jabung Timur kita kembangkan sebagai pusat pembelajaran, itu untuk pengelolaan lahan gambut harus dilihat zonasi karena tidak semua lahan gambut itu bisa dijadikan budidaya tapi juga ada yang harus dilindungi sebagai daerah resapan air kemudian memang ada yang untuk budidaya tapi dengan tanaman yang adaptif yang cocok dengan kondisi lahan gambut di situ,” ujar Hambali. 

Hambali menjelaskan, di tempat ini para petani mulai belajar bagaimana cara membuka lahan yang benar-benar sesuai dengan apa yang diharapkan alam. 
“Jadi kalau dia membuka lahan tentu yang diharapkan alam itu tidak boleh dibakar karena kalau dibakar, cacing juga akan mati sama yang selama ini membantu petani, dan dampaknya juga akan menimbulkan asap, itu hanya bisa subur untuk tanaman jangka pendek dan itu hanya 2 musiman, karena karbonnya akan semakin banyak karena itu harus carikan jalan keluar supaya petani tidak membakar, maka ada teknologinya,” tambahnya. 

Hambali menerangkan, selain untuk membuka lahan tanam tanpa bakar, petani juga diajarkan bagaimana membuat pupuk organik sendiri, membuat biopestisida karena selama ini hampir 50 sampai 60% biaya produksi petani itu hanya habis untuk beli pupuk dan racun. 

“Karena itu, kita ajarkan mereka untuk bisa membuat pupuk sendiri, buat biopestisida sendiri, dan itu dengan modal hanya Rp20.000, itu sudah bisa untuk beberapa hektar, ini sehingga sangat efisien sekali,"tutur Hambali. (JP-Humas-Maria)




Berita Lainnya

Posting Komentar

0 Komentar