Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Widget HTML

 


KKRS Jambi Rancang Pemberdayaan Suku Anak Dalam

Presiden Joko Widodo (Jokowi) ketika menyerkan 92 Surat Keputusan (SK) Perhutanan Sosial untuk warga sekotar hutan se-Provinsi Jambi, termasuk komunitas Suku Anak Dalam (SAD) Batin Sembilan, Batanghari, di Taman Hutan Pinus, Kenali, Kota Jambi, Minggu (16/12). ( Foto: Ist )
Jambipos, Jakarta- Kelompok Kerja Sosial Regional (KKSR) Jambi mengajak pemangku adat merancang program pemberdayaan bagi Suku Anak Dalam (SAD) yang mendiami areal konsensi PT Wira Karya Sakti (WKS) di Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi. Komunitas SAD di areal tersebut mencakup 4 kelompok besar yaitu Tupang, Bujang Itam, Apung dan Lidah Pembangun. 

"Masukan dari para pihak sangat dibutuhkan, agar program pemberdayaan yanh dibuat tepat sasaran, guna dan budaya," kata Ketua KKRS Jambi, Mursi Nauli SH, dalam keterangan persnya yang diterima Beritasatu.com, Minggu (8/12/2019).

Mursi Nauli menjelaskan, kegiatan itu digelar karena akhir-akhir ini terjadi persinggungam antara PT WKS dengan kelompok SAD. Masalahnya menjadi sensitif karena SAD merupakan salah satu komunitas penduduk asli di provinsi Jambi, yang hidup dalam kawasan hutan dan menggantungkan hidupnya pada sumber daya alam setempat.

"Masalah yang terjadi antara 4 kelompok SAD dengan PT WKS terus bergejolak. Upaya penyelesaian dengan para pihak hingga kini tidak membuahkan hasil," jelas Mursi Nauli.

Permasalahan makin rumit, lanjut Mursi Nauli, setelah datang kelompok Serikat Mandiri Batanghari (SMB) yang mengajak empat kelompok SAD untuk ikut menduduki areal baru di kawasan hutan sekitar konsesi PT WKS di Kabupaten Batanghari, Jambi. Meski hasil asesmen terakhir yang dilakukan KKSR, areal itu tidak termasuk ruang jelajah asli keempat kelompok SAD.

"Keempat kelompok SAD ini tampaknya dimanfaatkan sebagai alat legalitas atas klaim kawasan hutan oleh kelompok SMB. Kondisi ini menyebabkan ketiga kelompok SAD meninggalkan wilayah hidup yang selama ini mereka tempati di dalam konsesi PT WKS," tuturnya.

Menyikapi hal itu, kata Mursi Nauli, PT WKS menggandeng KKSR Jambi untuk melakukan kajian terhadap ketiga kelompok SAD untuk mendapat informasi di lapangan terkait persoalan yang sesungguhnya terjadi di kelompok SAD. Informasi yang diperoleh akan digunakan sebagai alat analisis dalam merumuskan dan menentukan kebijakan PT WKS dalam menyelesaikan masalah tersebut

"Penilaian KKSR Jambi pernah dilakukan, pada periode Maret-Mei 2019. Kami juga telah melakukan klarifikasi ke pihak terkait, termasuk pemangku adat di kawasan Bukit Dua Belas, pemangku adat di desa Muara Kilis serta pemangku adat di Kabupaten Batanghari," pungkasnya.

Dari hasil asesmen, lanjut Mursi Nauli, KKSR menggelar kegiatan Focus Group Discussion (FGD) pra Workshop pada 24 Agustus 2019 yang dihadiri Tumenggung Tupang dan Lenggang, anak dari Tumenggung Apung. Pertemuan itu bertujuan untuk konfirmasi beberapa informasi dan sekaligus mendapat gambaran dari model kegiatan ekonomi kelompok SAD saat ini.

"Hasil dari rangkaian pertemuan dan FGD lanjutan, KKSR menilai perlu sebuah program pemberdayaan yang melibatkan semua pihak kunci, seperti lembaga adat di Kabupaten Tebo, Marga Petajin Ilir dan Desa Muara Kilis," ucapnya.

Selain itu, kata Mursi Nauli, perlu pula melibatkan pihak pemerintah kabupaten, kecamatan dan desa serta lembaga swadaya masyarakat yang konsen terhadap isu SAD di Kabupaten Tebo dan Provinsi Jambi. Diharapkan lahir program pemberdayaan yang tepat sasaran, tepat guna dan tepat budaya bagi ke-empat kelompok SAD.(*)


Sumber: BeritaSatu.com

Berita Lainnya

Posting Komentar

0 Komentar