Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Widget HTML

 


Aliansi Petani Merangin Minta Petani dan Aktivis yang Ditangkap Dibebaskan

Serikat Petani Indonesia (SPI),  Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA), Petani Desa Melingkung, Petani Dusun Sungai Tebal, Petani Sungai Lalang dan ratusan petani dari beberapa desa di daerah Pegunungan Nilo dan Masurai, yang terletak di Kecamatan Lembah Masurai dan Kecamatan Jangkat, Jambi menggelar aksi massa ke Kota Bangko, Kabupaten Merangin, Selasa (30/1/2018).IST
Jambipos Online, Merangin-Serikat Petani Indonesia (SPI),  Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA), Petani Desa Melingkung, Petani Dusun Sungai Tebal, Petani Sungai Lalang dan ratusan petani dari beberapa desa di daerah Pegunungan Nilo dan Masurai, yang terletak di Kecamatan Lembah Masurai dan Kecamatan Jangkat, Jambi menggelar aksi massa ke Kota Bangko, Kabupaten Merangin, Selasa (30/1/2018).

Aksi ini merupakan respon atas penyenderaan dan penahanan Azhari, pimpinan Serikat Petani Indonesia (SPI) Cabang Merangin, bersama dua orang petani bernama Mardi warga Desa Pulau Panjang dan Indra warga Desa Muara Madras, pada Sabtu (27/1/2018) lalu. 

Mereka awalnya disandera oleh ratusan massa dari Desa Renah Alai, Kecamatan Jangkat karena dituduh sebagai dalang dari perambahan hutan di Desa Renah Alai, yang secara statusml masuk dalam kawasan Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS).

Azhari dan kedua petani tersebut kemudian ditahan di Polres Kabupaten Merangin, dan kabarnya sedang menjalani proses hukum.

Alex, juru bicara aksi mengatakan, aksi ini dalam rangka mendesak dilepaskannya ketiga rekan mereka tanpa syarat apapun. Kejadian tersebut, kata Alex merupakan bentuk pengusiran petani dengan taktik adu domba sesama warga negara. 

“Melihat kronologis kejadian, penangkapan itu sudah disiapkan sejak awal. Kami sangat menyayangkan. Tidak seharusnya rakyat menjadi objek adu domba demi melindungi kepentingan negara atas TNKS,” tegas Alex.

Ilham, salah seorang pimpinan aksi juga mengatakan, konflik ini tampak sengaja digiring agar menjadi konflik sosial atau konflik antar warga semata. Dan pemerintah terlihat sengaja memelihara sentimen tesebut.

“Negara harus segera menyelesaikan ini dengan mengakomodir hak setiap warga negara atas tanah,  baik bagi suku-suku asli di kawasan Pegunungan Nilo dan Masurai, maupun bagi petani yang datang dari berbagai provinsi. Karena keterbatasan akses terhadap tanahlah yang menjadi sumber dari konflik ini,” tegas Ilham.

Ditambahkan Ilham, masalah ini tidak bisa hanya dilihat dari sisi penjagaan kawasan hutan semata. Lebih penting dari itu, harus dilihat dari sisi mandat konstitusi negara, dimana setiap petani dijamin haknya atas tanah dan kekayaan agraria.

“Kejadian di Renah Alai kemaren, termasuk kejadian-kejadian yang terjadi sebelumnya, adalah buntut dari tidak dipenuhinya hak paling dasar tersebut,” tambah Ilham.

Alex juga mengingatkan seluruh petani penggarap, termasuk kepada suku-suku asli di kawasan Pegunungan Nilo dan Masurai untuk  tidak terus menerus terpancing oleh upaya adu domba sesama warga negara. Yang terpenting untuk dilakukan, menurut Alex, adalah menyusun persatuan sesama warga negara untuk berjuang menghapuskan sistem penguasaan tanah yang timpang.

“Jutaan hektar tanah dikuasai oleh negara dan industri-industri perkebunan skala besar, sementara kita sebagai rakyat selalu dihadapkan dengan upaya pengusiran dan adu domba,” tutup Alex.(JP-Yah/Rel)






Berita Lainnya

Posting Komentar

0 Komentar