Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Widget HTML

 


Karangan Bunga Dalam Etika Kewirausahaan Islam

Sumber Foto: https://www.fromyouflowers.com/what-are-florist-designed-bouquets.htm


Oleh : Juharati Dinia 

Jambi-Bisnis papan bunga atau dikenal dengan istilah modern disebut florist kini sangat berkembang pesat dan semakin ramai pelangggan. Karangan bunga biasanya digunakan untuk menyampaikan pesan tertentu, seperti perayaan, pernikahan, hingga suasana duka.

Pelaku usaha menganggap bisnis karangan bunga tersebut mendapatkan keuntungan yang menjanjikan selain itu untuk memulainya pun tidak begitu rumit karna barang baku yang harus disediakan mudah untuk didapatkan. Biasanya sebagian besar target pasarnya adalah orang orang yang sibuk dan tidak sempat untuk ikut hadir untuk memenuhi undangan diacara perayaan maupun pernikahan. Namun berbeda halnya dengan suasana duka. 

Hal ini menjadi hal yang perlu digaris bawahi karna menimbulkan beberapa hal sehingga perlu dikaji dalam kaidah Etika Kewirausahaan islam.
 
Dalam suasana berduka cita dalam islam kita mengenal dengan istilah Ta’ziyah. Biasanya kegiatan ta’ziyah adalah dengan mengunjungi langsung rumah seseorang yang tertimpa musibah. Dan ini merupakan hal yangg sangat disukai oleh Allah dan di anjurkan oleh nabi Muhammad SAW. Sebagaimana Sabda Rasulullah Saw dalam sebuah hadist riwayah Ibnu Majah berikut:

“ Siapa yang berta’ziyah kepada orang yang di timpa musibah, maka dia akan menerima pahala seperti pahala yang mendapatkan orang tersebut (orang yang di timpa musibah).” HR. Ibnu Majah) 

Dalam kondisi tersebut kita sebagai saudara sesama muslim seharusnya dapat menghibur dan memberikan motivasi agar dapat iklas dan bersabar menghadapinya dengan berserah diri kepada Allah Swt. Meski karangan bunga sudah menjadi hal yang biasa dikalangan masyarakat hari ini namun sebagai umat muslim kita juga perlu memperhatikan saudara/i kita ketika tertimpa musibah. Meski dalam kaidah fiqih hal ini diperbolehkan namun kita perlu melihat kemaslahatan atau kemudharatan yang terjadi dalam kaca mata etika kewirausahaan islam.

Jika kita cermati lagi, memberi ucapaan berbela sungkawa melalui karangan bunga tidak selamanya memberikan hal yang positif. Ketika kita tinjau dalam segi ekonomi memberi karangan bunga hanyalah menghabiskan uang dan tidak ada manfaat bagi saudara kita yang terkena musibah. Alangkah baiknya uang yang seharusnya dibelikan untuk papan bunga tersebut diberikan kepada saudara kita untuk hal yang jauh lebih bermanfaat dan lebih dibutuhkan. 

Papan Bunga (Ploris) tersebut hanyalah menguntungkan pelaku usahanya saja dan tidak memperhatikan orang yang sedang berduka cita. Beberapa dampak mudharat dari mengirim papan bunga kepada kerbat yang terkena musibah yaitu : 

- Keluarga mayit tidaklah butuh dengan karangan bunga atau yang semisal. Bahkan karangan tersebut cenderung menjadi sampah tidak berguna, yang hanya menghabiskan tempat. Sehingga tidak malah membantu, namun malah menyusahkan.

- Karangan bunga itu tidak murah dan tidak begitu berguna, sehingga perbuatan ini termasuk tabdzir atau membuang-buang harta.

- Seringkali dalam karangan bunga dituliskan kata fihak yang mengirimkan, seperti “Yang turut berduka cita, Fulan.” Perbuatan seperti ini berpotensi melahirkan rasa pamer, ingin dilihat (riya’) atau ingin didengar (sumah). Bahkan bisa jadi menimbulkan rasa sombong, berbangga diri dan melampaui batas, lantaran ingin menunjukkan status dan strata sosial. 

Ketika kita kaitkan kedalam Etika Kewirausahaan Islam, Papan Bunga (Ploris) tersebut hanyalah menguntungkan pelaku usahanya saja dan tidak memperhatikan orang yang sedang berduka cita.  

Menurut Milton Friedman, tidak mungkin pelaku bisnis tidak mencari keuntungan. Milton melihat bahwa kenyataannya bahwa keuntungan adalah satusatunya motivasi bagi pelaku bisnis. Pada akhirnya etika bisnis kembali kepada pelaku bisnisnya sendiri. 

Ada dua aspek yang digunakan sebagai tolak ukur etika yaitu: prinsip imbal balik dan iktikad baik. Prinsip imbal balik yang dimaksud adalah mau atau tidaknya seseorang menerima sebuah perilaku orang lain terhadap dirinya. Jika suatu tindakan tersebut dapat diterima dengan baik maka tindakan tersebut tidak melanggar etika yang ada. 

Sedangkan iktikad baik atau niat baik, dapat dilihat saat penjual mengatakan hal yang benar dan jujur tentang barang dagangannya. Dan memperhatikan kemaslahatan dan kebermanfaatan atas produk maupun jasa yang bisa kita berikan kepada saudara sesama muslim. Seorang muslim yang baik dapat dilihat dari perilakunya sehari-hari. 

Al-Qur‟an dan hadist adalah panduan bagi perilaku seseorang dengan menyelasarkan perilakunya dengan perilaku Rasulullah. Perilaku bisnis seorang wirausaha muslim dapat dilihat dari ketaqwaannya, sikap amanah yang dia miliki, kebaikannya, cara mereka melayani pembeli atau pelanggannya dengan ramah, serta semua kegiaan bisnisnya hanya dilakukan untuk ibadah semata. (JP-Penulis Adalah (Magister Ilmu Ekonomi UNJA)

Sumber : 
KONSEP KEWIRAUSAHAAN MODERN PERSPEKTIF ISLAM DAN PRAKTIKNYA DI INDONESIA. (AUDIA RUSDI, RASYID)

Berita Lainnya

Posting Komentar

0 Komentar