Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Widget HTML

 


Pak Prabowo, Mundurlah.....

Prabowo Subianto. IST

Oleh: Denny Siregar

Jambipos Online, Jakarta-Pada tahun 2010, seorang Perdana Menteri Jepang, Yukio Hatoyama mengadakan jumpa pers. Ia dengan terbata-bata mengumumkan bahwa ia telah gagal memindahkan sebuah pangkalan militer Amerika keluar dari Okinawa. Ia lalu maju ke depan mendekati kamera para wartawan, membungkukkan dirinya dalam-dalam, lalu menyatakan, "Saya mundur karena malu..". Yukio pun mundur dari panggung dan digantikan Naoto Kan.

Setahun kemudian, Naoto Kan melakukan hal yang sama sesudah merasa gagal memulihkan kondisi Jepang dari krisis nuklir sesudah dihantam tsunami tahun 2011. 

Para pemimpin Jepang menerapkan konsep yang mereka pegang sebagai budaya mereka yaitu budaya Bushido, yang diwarisi oleh para Samurai. Dalam Bushido ada nilai Meiyo, yaitu nilai dalam menjaga nama baik atau menjaga harga diri dengan memiliki perilaku yang terhormat.

Harga diri memang jadi hal yang utama di Jepang. Lebih ekstrim lagi dari mundur karena malu adalah harakiri, membunuh dirinya sendiri sebagai bentuk pertanggung-jawaban atas apa yang mereka lakukan.

Indonesia memang tidak mempunyai semangat Bushido seperti Jepang. Kejauhan. 

Disini bahkan koruptor bisa dengan bangga dadah-dadah ke kamera televisi, sesudah melakukan drama pembohongan publik dengan nabrak tiang listrik lah, benjol sebesar bakpao lah. 

Bahkan ada yang sesudah keluar nyaleg lagi. Budaya malu bukan budaya tokoh disini, bahkan mungkin sudah tidak ada lagi. Malah ada yang sudah kebongkar aibnya, kabur ke luar negeri dan tidak pulang-pulang lagi. 

Tetapi itu bisa dimulai oleh seseorang. Prabowo misalnya..

Kasus Ratna Sarumpaet ini adalah skandal yang memalukan sepanjang sejarah politik Indonesia. Bayangkan, seorang nenek bisa membohongi seorang Jenderal, seorang Profesor, Pengusaha besar dan Politisi sekalian. Mereka bisa menyebar hoaks berjamaah dengan si nenek sebagai Imamnya.

Pada situasi ini dibutuhkan leadership yang tinggi dari seorang pucuk pimpinan. Prabowo sebagai Calon Presiden dari kubu oposisi seharusnya bisa mengambil tanggung jawab ini. Bukan hanya minta maaf, kemudian bilang, "Saya grasa grusu.." tapi berkelit juga, "Saya tidak bersalah..".

Dimana rasa hormat yang tertinggal ? Dimana jiwa prajurit yang memberi tauladan kepada pasukan ? Dimana kebanggaan akan harga diri yang tinggi sebagai mantan Komandan lapangan ?

Prabowo seharusnya mundur dari ajang Pilpres ini, membungkukkan dirinya dalam-dalam di depan kamera dengan kepercayaan diri luar biasa, sama seperti kepercayaan diri saat dia menyebarkan hoaks berjamaah. Ia meminta maaf dan mengatakan, "Saya bersalah.."

Pengumuman Prabowo ini kemudian diikuti Sandiaga Uno yang ikut juga marah-marah, lalu Fadli Zon, Fahri Hamzah, Amien Rais dan semua yang turut serta menuduh, menuding, memfitnah pihak-pihak yang bahkan tidak tahu apa-apa. Sesudah hoaks berjamaah, juga mundur berjamaah, demi rasa hormat bukan kepada rakyat, tetapi justru kepada diri mereka sendiri.

Dan saya yakin, situasi itu akan menjadi catatan sejarah dalam tinta emas yang akan terus dikenang bahwa pernah ada seseorang yang begitu terhormat yang mundur karena kesalahan. Kehormatan tertinggi akan diberikan oleh seluruh bangsa ini.

Saya jadi teringat film Tin Cup yang dibintangi Kevin Costner. Ia sedang mengikuti turnamen golf. Dan salah satu adegannya adalah ia memaksakan dirinya memukul berkali-kali sampai akhirnya terjadi hole in one.

"Tapi aku tidak menang.." kata Kevin pada istrinya. Istrinya tersenyum sambil menggandengnya, "Pemenang berganti di setiap turnamen. Nama mereka akan hilang seiring waktu. Tapi apa yang kau lakukan, sayangku, itu akan abadi.." 

Ah, jadi pengen seruput secangkir kopi. (Penulis Adalah Penggiat Sosial Media)

Sumber: FB Denny Siregar

Berita Lainnya

Posting Komentar

0 Komentar