Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Widget HTML

 


Bagaimana Dengan Gadai dalam Perbankan Syariah?

ILUSTRASI-GERAKAN NON TUNAY
Oleh: Anissatul Istianah

Jambipos Online-Pada zaman ini ternyata masih banyak orang-orang yang suka melakukan pegadaian. Alasannya karena prosedur yang harus ditempuh tidak sulit, cepat dan biaya yang dikenakan relatif tidak terlalu membebani. Selain itu, Perum Pegadaian tidak terlalu mementingkan untuk apa uang yang akan dipinjam. Yang terpenting adalah jaminan barang-barang yang akan dijadikan jaminan. 

Di indonesia, kegiatan gadai pertama kali dimulai saat zaman penjajahan Belanda dimana pada saat itu tugas pegadaian adalah untuk membantu masyarakat yang membutuhkan dengan meminjamkan uang dengan jaminan gadai. 

Pada mulanya, usaha ini hanya dilakukan oleh pihak swasta yang kemudian usaha gadai ini diambil alih oleh pemerintah Hindia Belanda dan dijadikan perusahaan Negara, menurut Undang-Undang pemerintah Hindia-Belanda pada waktu itu dengan status Dinas Pegadaian.

Pegadaian yang umun dikenal masyarakat adalah pegadaian konvensional (umum). Namun tahukah anda bahwa sekarang ini sudah ada pegadaian dengan sistem syariah? Dan apa pula bedanya dengan pegadaian konvensional (umum)? 

Dalam ekonomi islam, pegadaian syariah atau yang disebut dengan rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. 

Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan utang atau gadai. 

Keberadaan pegadaian syariah yaitu setelah terbentuknya bank,BMT,BPR dan asuransi syariah. Pegadaian syariah mendapat perhatian oleh beberapa praktisi dan akademisi untuk dibentuk dibawah suatu lembaga sendiri. 

Adanya pegadaian syariah lebih dikenal sebagai bagian produk yang ditawarkan oleh bank syariah, dimana bank menawarkan kepada masyarakat bentuk penjaminan barang guna mendapatkan pembiayaan. 

Namun perkembangan gadai syariah sebagai produk perbankan syariah belum begitu baik, hal ini disebabkan oleh keberadaan komponen-komponen pendukung produk rahn (gadai syariah) yang terbatas, seperti sumber daya penafsir, alat untuk menafsir, dan gudang penyimpanan barang jaminan. 

Sebab lain dari belum baiknya perkembangan gadai syariah yaitu karena rahn (gadai syariah) sebagai suatu lembaga keuangan mandiri belum begitu dikenal oleh masyarakat luas. 

Pada beberapa hal gadai syariah dan gadai konvensional memiliki persamaan seperti, hak gadai atas pinjaman uang, adanya agunan sebagai jaminan utang, tidak boleh mengambil manfaat barang yang digadaikan, biaya barang yang digadaikan ditanggung oleh para pemberi gadai, dan apabila batas waktu pinjaman uang habis barang yang digadaikan boleh dijual atau dilelang. Yang menjadi perbedaan antara gadai syariah dan gadai konvensional adalah:

a. Gadai syariah dilakukan secara suka rela tanpa mencari keuntungan, sedangkan gadai konvensional dilakukan dengan prinsip tolong menolong tetapi disamping itu juga menarik keuntungan.

b. Hak gadai syariah berlaku pada seluruh harta (benda bergerak dan benda tidak bergerak), sedangkan pada gadai konvensional hanya berlaku pada benda bergerak saja.

c. Gadai syariah dilaksanakan tanpa melalui suatu lembaga, sedangkan gadai konvensional dilaksanakan melalui suatu lembaga (perum pegadaian).

d. Dalam gadai syariah tidak ada istilah bunga.
Para ulama telah bersepakat bahwa gadai diperbolehkan dan para ulama tidak pernah mempertentangkan kebolehannya demikian juga dengan landasan hukumnya. Sebagai lembaga syariah, dalam menjalankan operasinya tentu harus sesuai dengan syariat islam, pegadaian harus memenuhi rukun dan syarat gadai syariah yang akan digadaikan di pegadaian syariah.

1. Rukun Gadai Syariah
Dalam menjalankan operasinya, pegadaian harus memenuhi rukun gadai syariah. Rukun gadai tersebut antara lain :
a. Sighat atau perkataan
Rukun gadai akan sah apabila disertai ijab dan qabul. Akad gadai juga bisa dilakukan dengan bentuk isyarat.
b. Adanya pemberi gadai (rahin) dan penerima gadai (murtahin)
Pemberi gadai haruslah orang yang dewasa, berakal, bisa dipercaya dan memiliki barang yang akan digadaikan. Sedangkan penerima gadai adalah orang, bank, atau lembaga yang dipercaya oleh rahin untuk mendapatkan modal dengan jaminan barang (gadai)
c. Adanya barang yang digadaikan (marhun)
Barang yang digadaikan harus ada wujud pada saat dilakukan perjanjian gadai dan barang itu adalah barang milik si pemberi gadai (rahin), barang gadaian itu kemudian berada dibawah pengawasan penerima gadai (murtahin). Dalam hai ini, menurut pendapat ulama syafi’iyyah barang yang digadaikan itu memiliki tiga syarat:
1) Bukan utang, karena barang hutangan itu tidak dapat digadaikan
2) Penetapan kepemilikan penggadai atas barang yang digadaikan tidak terhalang
3) Barang yang digadaikan bisa dijual apabila sudah tiba masa pelunasan hutang gadai.
d. Adanya hutang (marhun bih)

Hutang merupakan hak yang wajib diberikan kepada pemiliknya, yang memungkinkan pemanfaatannya (artinya apabila barang tersebut tidak dapat dimanfaatkan, maka tidak sah), dan dapat dihitung jumlahnya.

2. Syarat Gadai Syariah
Menurut Imam Syafi’I bahwa syarat sah gadai adalah harus ada jaminan yang berkriteria jelas dalam serah terima. Sedangkan Maliki mensyaratkan bahwa gadai wajib dengan akad dan setelah akad orang yang menggadaikan wajib menyerahkan barang jaminan kepada yang menerima gadai. 

Menurut Sayyid Sabiq, syarat sah akad gadai ada empat yaitu berakal, baligh (dewasa), wujudnya marhum (barang yang dijadikan jaminan pada saat akad) dan barang jaminan yang dipegang oleh orang yang menerima barang gadaian atau wakilnya. 

Berdasarkan dari keempat syarat tersebut dapat disimpulkan bahwa syarat sah gadai ada dua hal : 1) Syarat aqidain (rahin dan murtahin) dimana pihak-pihak yang melaksanakan perjanjian gadai haruslah orang yang berakal sehat, dan telah mumayyiz (mencapai umur), jika orang yang akan melaksanakannya belum mumayyiz maka ia perlu izin dari walinya. 2) Syarat barang gadai (marhun), secara umum barang gadai harus memenuhi beberapa syarat antara lain, barang harus dapat diperjualbelikan, barang harus berupa harta yang bernilai, marhun (barang yang digadaikan) harus bisa dimanfaatkan secara syariah, keadaan fisik barang tersebut harus jelas, dan barang juga harus dimiliki oleh rahin (peminjam atau pegadai) setidaknya harus seizin pemiliknya.

Dengan terpenuhinya rukun dan syarat gadai syariah maka pelaksanaan perjanjian gadai menjadi sah. Namun tidak sampai disini pembahasan mengenai pegadaian syariah, pada kenyataannya pegadaian syariah dalam praktek yang telah dijalankan oleh bank yang menggunakan gadai syariah mengalami banyak kendala, kendala tersebut antara lain sebagai berikut : 
1) Sebagai suatu sistem keuangan yang baru maka menjadi tantangan tersendiri bagi pegadaian syariah untuk mensosialisasikan sendiri syariahnya
2) Masyarakat kecil yang justru dominan menggunakan jasa pegadaian kurang familiar dengan produk gadai syariah di lembaga keuangan syariah.
3) Kebijakan pemerintah tentang gadai syariah belum sepenuhnya akomodatif terhadap keberadaan pegadaian syariah. Disamping itu, keberadaan pegadaian konvensional di bawah Departemen Keuangan mempersulit posisi pegadaian syariah bila berinisiatif untuk independen dari pemerintah pada saat pendiriannya.
4) Pegadaian kurang popular. Image yang selama ini muncul adalah bahwa orang yang berhubungan dengan pegadaian adalah mereka yang meminjam dana dengan jaminan suatu barang, sehingga terkesan miskin atau tidak mampu secara ekonomi.

Dari kendala-kendala diatas tentu harus ada usaha yang perlu dilakukan untuk  mengembangkan pegadaian syariah, usaha yang dapat dilakukan antara lain :
1) Usaha untuk membentuk lembaga pegadaian syariah terus dilakukan sebagai usaha untuk mensosialisasikan praktek ekonomi syariah di masyarakat menengah ke bawah yang mengalami kesulitan dalam mendapatkan pendanaan. Maka perlu kerjasama dari berbagai pihak untuk menentukan langkah-langkah dalam pembentukan lembaga pegadaian syariah yang lebih baik.
2) Masyarakat akan lebih memilih pegadaian dibanding bank disaat mereka membutuhkan dana karena prosedur untuk mendapatkan dana relatif lebih mudah dibanding dengan meminjam dana langsung ke bank. Maka cukup alasan bagi pegadaian syariah untuk eksis di tengah-tengah masyarakat yang membutuhkan bantuan.
3) Pegadaian syariah bukaan sebagai pesaing yang mengakibatkan kerugian bagi lembaga keuangan syariah lainnya, dan bukan menjadi alasan untuk menghambat berdirinya pegadaian syariah. Dengan keberadaan pegadaian syariah malah akan menambah pilihan bagi masyarakat untuk mendapatkan dana dengan mudah, selain itu hal ini akan meningkatkan tersosialisasinya keberadaan lembaga keuangan syariah.
4) Pemerintah perlu untuk mengakomodir keberadaan pegadaian syariah ini dengan membuat peraturan pemerintah (PP) atau undang-undang (UU) pegadaian syariah. Atau memberikan alternatif keberadaan biro pegadaian syariah dalam Perum Pegadaian Syariah.

Dengan demikian, diharapkan usaha-usaha diatas mampu membuat perubahan pada perkembangan pegadaian syariah.  

Sumber : Sudarsono, Heri. 2015. Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi. Yogyakarta: Ekonisia
Syafi’i Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press.(Nama : Anissatul Istianah-NIM    : 41602008-Asal kampus : STEI SEBI-Email  : anisatulistianah05@gmail.com)


Berita Lainnya

Posting Komentar

0 Komentar