Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Widget HTML

 


Korupsi Bupati Batubara, KPK: e-Procurement Dikalahkan Akal Licik

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan (kiri) dan Alexander Marwata (kanan) menyaksikan penyidik memperlihatan barang bukti operasi tangkap tangan terhadap Bupati Batubara di Gedung KPK Jakarta, 14 September 2017. (Antara/Wahyu Putro A)

Jambipos Online, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan kasus korupsi yang menjerat Bupati Batubara OK Arya Zulkarnaen mengungkap fakta bahwa e-procurement yang dimaksudkan untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas pengadaan oleh negara menjadi percuma jika pejabat yang menguasai sistem memanipulasi bersama sekongkol dari swasta. 

OK Arya diduga menerima suap sebesar Rp 4,4 miliar dari dua kontraktor yaitu Syaiful Azhar dan Maringan Situmorang terkait proyek pembangunan Jembatan Sentang senilai Rp 32 miliar yang dimenangkan oleh PT Gunung Mega Jaya dan proyek pembangunan Jembatan Sei Magung senilai Rp 12 miliar yang dimenangkan PT Tombang serta proyek betonisasi jalan Kecamatan Talawi, Kabupaten Batubara, Sumatera Utara, senilai Rp 3,2 miliar. 

Ketiganya bersama Kepala Dinas PUPR Kabupaten Batubara Helman Hendardi diduga telah mengatur proyek infrastruktur yang telah menerapkan sistem e-procurement. Syaiful dan Maringan diduga menyewa atau meminjam bendera perusahaan lain agar dapat ikut serta dan memenangkan proses lelang. 

"Sementara dari hasil pemeriksaan memang (perusahaannya) tidak murni milik kontraktor MAS (Maringan Situmorang). Tidak murni punya dia, ada yang sewa. Jadi pinjam nama. Ada beberapa perusahaan diatur sedemikian rupa sehingga pemenangannya tetap saja menjadi MAS," kata Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (14/9/2017). 

Menurut Basaria modus operandi ini tidak hanya terjadi di Kabupaten Batubara saja. Sistem e-procurement merupakan upaya untuk mencegah korupsi. Namun, teknologi dan sistem secanggih apapun tak akan efektif mencegah korupsi jika para pihak yang terlibat dalam proses lelang tersebut tidak memiliki integritas. 

"Kenapa (sudah e-procurement) masih terjadi suap? Ya, secanggih apapun alat itu tapi yang mengendalikan manusia juga," ungkapnya. 

Wakil Ketua KPK lainnya, Alexander Marwata menuturkan, saat ini hampir seluruh proses pengadaan barang dan jasa di instansi pemerintahan telah melalui sistem online. Namun, 80 persen kasus korupsi justru menyangkut pengadaan barang dan jasa. 

"Kenapa masih terjadi (korupsi)? Karena sebagus apapun sistem kalau kolusi, jebol juga," katanya. 

Menurut Alex, selain kongkalikong antara penyedia barang dan jasa dengan pihak perserta lelang, persekongkolan juga dapat terjadi antar perusahaan yang ikut lelang. Tak menutup kemungkinan para pihak swasta itu mengikuti proses lelang hanya sekadar formalitas seolah lelang tersebut diikuti banyak peserta. 

Padahal, antara pihak swasta sudah membagi proyek-proyek yang akan mereka garap. Selain itu, korupsi akan berjalan semakin mulus jika sudah ada kesepakatan dengan pejabat terkait. 

"Apalagi kalau ada fee untuk kepala daerah. Jadi sistem hanya masalah teknis. Kejadian dalam korupsi pengadaan barang dan jasa modusnya sama," ungkapnya.(JP)



 Sumber: Suara Pembaruan

Berita Lainnya

Posting Komentar

0 Komentar