Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Widget HTML

 


Lokalisir PETI, Warsi Dorong Pemda Terbitkan IPR


Praktik PETI milik para Cukong di Sarolangun. Dan Peta PETI di Wilayah TNKS. Foto Asenk Lee/Jampos Online

PETI Surga Para Cukong
 
Jambipos Online, Jambi-Persoalan pertambangan emas tanpa izin (PETI) yang dilakukan rakyat dan juga pemodal berdasi  hingga kini belum dapat dihentikan. Bahkan pertambangan emas ilagal kini sudah merasuk hutan alam dan juga sungai-sungai di hulu. Pergantian Kapolda Jambi ternyata belum juga mampu untuk menertibkan PETI di Provinsi Jambi hingga ke akar-akarnya.

Beranjak dari persoalan pelik PETI itu, Komunikasi Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi mendorong Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi untuk segera menerbitkan Perda Ijin Pertambangan Rakyat (IPR). Hal itu penting guna melokalisir wilayah-wilayah tambang rakyat yang dilakukan secara tradisional, bukan dengan cara-cara pemakain alat berat.

“Sekarang ini sudah marak PETI dilakukan dengan cara menggunakan alat berat berupa eskavator. Tentunya ini kan dilakukan oleh pemodal besar, dan ini sangat sulit untuk diberantas. Kalau dengan adanya IPR, tentunya lokasi tambang bisa dilokalisir dan juga bisa diawasi. Tentu hal ini dapa payung hukumnya,” kata Maneger Komunikasi Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, Rudi Syaf kepada Jambipos Online, saat ditemui di Kantor Warsi Jambi, Selasa (7/6/2016).

Menurut Rudi, menyangkut soal PETI, pemerintah segera melakukan revisi tata ruang wilayah dan mengalokasikan kawasan untuk tambang rakyat. “Mengakomodir tambang rakyat itu penting dilakukan untuk mengatasi masalah peti. Selain itu juga perlu dilakukan dengan kehatihatian untuk mengakomodir masyarakat setempat, jangan sampai nanti ketika ada kawasan yang dilegalkan untuk pertambangan emas, yang bermain adalah para cukong. Sementara masyarakat setempat hanya sebagi pekerja. Disini kehatihatian pemerintah sangat diperlukan,” kata Rudi Syaf. 

Wilayah Pertambangan Rakyat

Sementara Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) menjadi salah satu usulan penanggulangan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI), disamping penegakan hukum. PETI merupakan permasalahan yang sangat serius di Provinsi Jambi, dengan berbagai dampak negatif yang ditimbulkannya, terutama dampak lingkungan dan dampak sosial.

Sekda Provinsi Jambi H.Ridham Priskap dalam Focused Group Discussion (FGD) dengan Tema “Upaya Mencari Penyelesaian Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) sebegai Bentuk Pemenuhan Tanggung Jawab Negara dalam Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan, bertempat di Auditorium Sekretariat Wakil Presiden Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, Jakarta Pusat, Kamis (26/5/2019) lalu.

H.Ridham Priskap mengemukakan dirinya diundang menjadi salah satu narasumber dalam acara yang diselenggarakan oleh Asisten Deputi Politik, Hukum, dan Keamanan Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pemerintahan Sekretariat Wakil Presiden Kementerian Sekretariat Negara tersebut, bersama Kapolda Jambi, BrigjenPol.Musyafak dan Rektor Universitas Jambi (Unja), Prof. Joni Najwa, PhD.

H.Ridham Priskap mengatakan, Pemerintah Daerah Provinsi Jambi dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Provinsi Jambi dan Kabupaten/Kota se Provinsi Jambi telah melakukan berbagai upaya.

Misalnya penyampaian kepada masyarakat tentang rekaman kasus minamata Jepang, , penyampaian brosur tentang sanksi terhadap aktivitas kegiatan PETI, dikeluarkannya Maklumat Kapolda Jambi Nomor Polisi MAK/02/IX/2006 tenang Sanksi Pidana bagi Peaku Penambangan Emas Tanpa Izin.

Kemudian Instruksi Guberrnur Jambi Nomor 2 Tahun 2006 tentang Pemberantasan Penambangan Emas Tanpa Izin di Wilayah Provinsi Jambi, himbauan Kapolda Jambi Nimor Polisi H/01/VI/2007 tentang Penghentian Kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin, tanggal 19 Juni 2007.

Selanjutnya mengadakan kegiatan Sosialisasi Pencegahan PETI di tahun anggaran 2014, yang dilaksanakan di 9 kabupaten/kota, dengan melibatkan narasumber dari unsur Polda, Polres, ESDM Provisi dan Kabupaten, BLHD Provinsi dan Kabupaten, Camat, dengan mengundang tokoh masyrakat, tokoh agama, dan masyarakat di sekitar wilayah kegiatan PETI.

Kata Ridham Priskap, Gubernur Jambi, H.Zumi Zola dan Wakil Gubernur Jambi, H.Fachrori Umar telah melakukan rapat dengan Forkopimda Provinsi Jambi dan Bupati/Walikota serta Kapolresta se Provinsi Jambi tentang penanggulangan PETI.

Dari rapat tersebut telah disepakati pembentukan Tim Terpadu yang melibatkan Forkopimda Provinsi Jambi dan Pemerintah Kabupaten yang di daerahnya ada PETI yang akan melakukan kajian dan upaya penanggulangan PETI di Provinsi Jambi, yang mana pembentukan tim terpadu penanggulangan PETI tersebut masih dalam proses di Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Jambi.

Disebutkan, pemerintah daerah tidak hanya melarang kegiatan penambangan emas tanpa izin, namun juga berusaha untuk mencarikan solusi bagi masyarakat. Karena kegiatan PETI tersebut berkaitan dengan pendapatan dan ekonomi masyarakat. Untuk itu, lanjut Sekda, Pemerintah Provinsi Jambi mengusulkan diadakannya Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), yakni kegiatan pertambangan rakyat dengan izin, alias resmi.

Ridham Priskap menjelaskan, Wilayah Pertambangan (WP) adalah wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara, dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari tata ruang nasional, dan Wilayah Perrtambangan Rakyat (WPR) adalah bagian dari WP tempat dilakukan kegiatan usaha pertambangan rakyat.

Dikatakan, dengan adanya Wilayah Pertambangan Rakyat, maka pertambangan yang dilakukan oleh rakyat menjadi resmi, dengan demikian masyarakat memperoleh manfaat ekonomi berupa lapangan pekerjaan dan penghasilan, demikian juga Pemerintah Daerah memperoleh tambahan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Ridham Priskap menambahkan, tentu untuk menjadi WPR, harus memenuhi ketentuan sesuai dengan kajian, baik dari sisi dasar hukum mapun dari sisi lingkungan. “PP 22 tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan, pasal 21 berbunyi: WPR sebagaimana dimaksud ditetapkan oleh Bupati/Walikota setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota,” ujar Sekda.

Dijelaskan, sesuai pasal 22 PP 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan, kriteria untuk menetapkan WPR adalah: mempunyai cadangan mineral sekunder yang terdapat di sungai dan/atau di antara tepi dan tepi sungai, mempunyai cadangan primer logam atau batubara dengan kedalaman maksimal 25 (duapuluh lima) meter, endapan teras, dataran banjir, dan endapan sungai purba, 4.Luas maksimal WPR adalah 25 (duapuluh lima) hektar, meyebutkan jenis kmoditas yang akan ditambang dan/atau 6.Merupakan wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan sekurang-kurangnya 15 (limabelas) tahun.

“Dalam menetapkan WPR, bupati/walikota berkewajiban melakukan pengumuman mengenai rencana WPR kepda masyarakat secara terbuka,” lanjutnya.

Kata Ridham Priskap, Pemerintah Provinsi Jambi bersama dengan pemerintah Kabupaten yang di daerahnya terdapat aktivitas PETI tidak membiarkan, namun melakukan berbagai upaya untuk menanggulangi PETI.

Ridham Priskap mengusulkan upaya antisipasi, yakni: perlu sedini mungkin peberantaan PETI jika nampak ada kegiatan, sebelum berkembang lebih banyak dan lebih besar, terutama oleh kabupaten/kota, perlu adanya pemantauan terhadap penjualan bebas air raksa (Hg), terutama jika untuk kegiatan penambangan, memfungsikan lembaga adat melalui pengenaan Hukum Adat kepada masyarakat yang mencemari sungai, dan mengalihkan kegatan ekonomi dari kegiatan tambang ke kegiatan ekonomi lainnya. Selain itu, Ridham Priskap menjelaskan berbagai kendala yang dihadapi dalam pemberantasan PETI. 

Pihak Polda Jambi juga memaparkan tentang kondisi PETI di lapangan. Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh kepolisian dalam pemberantasan PETI, baik aksi di lapangan maupun rekomendasi kepada Gubernur Jambi selaku Kepala Daerah Provinsi Jambi, dan kendala-kendala yang dihadapi dalam pemberantasan PETI.

Polda Jambi juga mengapresiasi pembentukan Tim Terpadu Penanggguangan PETI di Biro Hukum Sekretariat Daerah provinsi Jambi. Mudah-mudahan tim terpadu yang diproses di Biro Hukum Pemerintah Provinsi Jambi menjadi solusi.

Rektor Universitas Jambi, Prof. Joni Najwa, PhD menyampaian kajian akademisi tentang PETI di Provinsi Jambi. Hal yang ditekankan oleh Joni Najwa adalah harus dilakukan penertiban terhadap PETI, dari sisi hukum harus mengedepankan preventif, dan PETI tidak bisa diatai secara sektoral, namun harus integratif, serta memberikan sosialisasi dan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya pembangunan yang berkelanjutan.

Dalam sesi tanya jawab, perwakilan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, perwakilan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, perwakilan dari Direktur Tipiter Polri, dan Kapolres Sarolangun, B.Panjaitan juga memberikan saran tentang penanggulangan PETI.

Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pemerintahan Kementerian Sekretariat Negara RI, Prof.Dr. Dewi Fortuna Anwar,MA yang bertindak sebagai moderator dalam FGD tersebut menyatakan, masukan-masukan dalam FGD akan disampaikan kepada kementerian terkait dan kepada Wakil Presiden, sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan kebijakan dalam menanggulangi PETI. (Asenk Lee Saragih)

Berita Lainnya

Posting Komentar

0 Komentar