Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Widget HTML

 


Agar Alat Robotiknya Bergerak, Tawan Harus Terus Berbohong

Agar Alat Robotiknya Bergerak, Tawan Harus Terus Berbohong
Agar Alat Robotiknya Bergerak, Tawan Harus Terus Berbohong.


Kalau bukan karena tingkah seorang reporter yang baru datang lantas membidikkan kamera SLR-nya ke bangunan sederhana itu, saya dan Mas Soni pasti bablas. "Eh iya, Mas! Itu rumahnya!" ujar saya kegirangan. Usaha kami melacak kediaman I Wayan Sumardana alias Tawan "Iron Man" Bali, membuahkan hasil, Minggu (24/1) siang.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/darwinarya/agar-alat-robotiknya-bergerak-tawan-harus-terus-berbohong_56a5ad163dafbda70550454d
Kalau bukan karena tingkah seorang reporter yang baru datang lantas membidikkan kamera SLR-nya ke bangunan sederhana itu, saya dan Mas Soni pasti bablas. "Eh iya, Mas! Itu rumahnya!" ujar saya kegirangan. Usaha kami melacak kediaman I Wayan Sumardana alias Tawan "Iron Man" Bali, membuahkan hasil, Minggu (24/1) siang.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/darwinarya/agar-alat-robotiknya-bergerak-tawan-harus-terus-berbohong_56a5ad163dafbda70550454d
Kalau bukan karena tingkah seorang reporter yang baru datang lantas membidikkan kamera SLR-nya ke bangunan sederhana itu, saya dan Mas Soni pasti bablas. "Eh iya, Mas! Itu rumahnya!" ujar saya kegirangan. Usaha kami melacak kediaman I Wayan Sumardana alias Tawan "Iron Man" Bali, membuahkan hasil, Minggu (24/1) siang. Rumah Sekaligus Bengkel Las Tawan IronMan Bali Rumah sekaligus bengkel las Tawan, sang manusia bionik, terletak di Banjar Tauman, Desa Nyuhtebel, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Bali. Dari Denpasar bisa ditempuh 1.5 - 2 jam dengan kecepatan rata-rata 60 km/jam. Jalan Pertigaan Akses Masuk Patokannya gampang, dari Candidasa, temukan pertigaan jalan seperti pada foto atas. Dari pertigaan itu masuk lagi ke dalam (belok kiri) sejauh 100 meter, kanan jalan. Nanti ada bangunan berupa bengkel las yang pagarnya terbuat dari seng. Buku Tamu Sebuah buku jurnal akunting tampak disediakan khusus. Di dalamnya tertera kolom nama, pekerjaan / jabatan, alamat / instansi, kesan / pesan dan tanda tangan dari para pengunjung. Suasana Ketika Itu Selagi Mas Agung Soni mengisi daftar hadir, saya lihat banyak wartawan yang sedang mengerubungi Tawan. Memperhatikan sekaligus mencatat apa-apa yang dijelaskan bagaimana alat ciptaannya bekerja. Bli Tawan Menjawab Pertanyaan Sekaligus Bercengkrama Dengan Wartawan Namun sayang, sewaktu kami berkunjung, alat itu sedang rusak lantaran terkena air hujan. Tau sendiri kan, alat sederhana bikinan Tawan banyak komponen yang serba telanjang? Menurut pengakuannya, paling tidak, ia membutuhkan waktu tiga bulan memperbaikinya. Skema Elektronik Lie Detector Di sela penjelasan serba teknis itu, Tawan memperlihatkan skema elektronik yang ia gambar pada sebuah buku kepada media. Gambar tersebut adalah skema rangkaian Lie Detector yang ia peroleh dari internet. "Saya ngga bisa bahasa Inggris, jadi hanya ambil (materi) berbahasa Indonesia," ucapnya polos. Nantinya, materi tersebut, ia pelajari lagi dan kemudian dipraktekkannya. Selama eksperimen, ia dibantu sang istri, Ni Nengah Sudiartini (29). Hasilnya tidak selalu mulus. Perlu berulang kali penyesuaian hingga menurutnya bekerja dengan baik. Baterai Lithium Untuk Sensor Kepala Sensor di kepalanya memakai sumber tenaga baterai Lithium. Satu baterai utama, satu lagi dibuat cadangan. Sementara motor penggerak menggunakan aki kering. Lantas, bagaimana cara alat ini bekerja? Sederhana. Karena yang dipakai adalah Lie Detektor, ia harus berbohong agar alat bantu robotik ciptaannya bisa bergerak. Memanipulasi otaknya, memikirkan rasa manis padahal kenyataannya pahit. Kebohongannya itu lantas ditangkap oleh sensor di kepala. Kemudian diteruskan ke motor penggerak. "Kalau Pak Dosen bilang harus begini, pakai komponen ini itu, saya ngga bisa. Tambah pusing saya. Lagian, mana ada biaya untuk membeli alat-alat itu?" tukasnya. Gerakan yang dilakukan motor penggerak terbatas. Hanya bisa ke kanan, kiri dan atas. Sementara untuk menurunkan tangan, tinggal dijatuhkan saja. "Cara kerjanya sederhana, semua orang bisa membuatnya," tandasnya. Sepintas saya perhatikan alatnya, memang tidak ada yang istimewa ataupun mahal. Semua komponen-komponennya ia peroleh dari barang bekas. Kalau rusak, ia perbaiki sendiri selama ia mampu. Jangan samakan kecanggihan alat Tawan seperti penemuan ala profesor robotik. Atau gerakan patah-patah khas robot. Bukan seperti itu cara kerjanya. Tangan kiri Tawan lumpuh, namun masih bisa digerakkan lemah. Dari karyanya itulah tangannya dapat tenaga. Memegang atau mengangkat benda yang mungkin menurut kita bebannya tidak seberapa. "Saya enggak mau terkenal, saya mau kerja," katanya. Bagaimana ceritanya kalau alat bantu tersebut rusak? Tanya saya penasaran. Gerakan Manual Selagi Bli Tawan Tidak Memakai Alat Bantu / dap "Ya begini, Mas" ucapnya sambil memakai sarung tangan kerjanya. Sarung tangan itu diikat seutas tali seukuran tali sepatu. Ujung tali itu ia gigit. Gerakan kepalanya berfungsi untuk mengarahkan tangannya ke kanan dan ke kiri. ​​​​​​​​​​​​Prosesnya dilakukan serba manual. Gila! Teriak batin saya. Sampai segitunya ia melawan keterbatasannya. Spontan saya bertanya, hal apa yang membuatnya tetap termotivasi pantang menyerah. "Saya lakukan ini (semata-mata) biar bisa bertahan hidup," jawabnya sungguh-sungguh.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/darwinarya/agar-alat-robotiknya-bergerak-tawan-harus-terus-berbohong_56a5ad163dafbda70550454d
Kalau bukan karena tingkah seorang reporter yang baru datang lantas membidikkan kamera SLR-nya ke bangunan sederhana itu, saya dan Mas Soni pasti bablas. "Eh iya, Mas! Itu rumahnya!" ujar saya kegirangan. Usaha kami melacak kediaman I Wayan Sumardana alias Tawan "Iron Man" Bali, membuahkan hasil, Minggu (24/1) siang. Rumah Sekaligus Bengkel Las Tawan IronMan Bali Rumah sekaligus bengkel las Tawan, sang manusia bionik, terletak di Banjar Tauman, Desa Nyuhtebel, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Bali. Dari Denpasar bisa ditempuh 1.5 - 2 jam dengan kecepatan rata-rata 60 km/jam. Jalan Pertigaan Akses Masuk Patokannya gampang, dari Candidasa, temukan pertigaan jalan seperti pada foto atas. Dari pertigaan itu masuk lagi ke dalam (belok kiri) sejauh 100 meter, kanan jalan. Nanti ada bangunan berupa bengkel las yang pagarnya terbuat dari seng. Buku Tamu Sebuah buku jurnal akunting tampak disediakan khusus. Di dalamnya tertera kolom nama, pekerjaan / jabatan, alamat / instansi, kesan / pesan dan tanda tangan dari para pengunjung. Suasana Ketika Itu Selagi Mas Agung Soni mengisi daftar hadir, saya lihat banyak wartawan yang sedang mengerubungi Tawan. Memperhatikan sekaligus mencatat apa-apa yang dijelaskan bagaimana alat ciptaannya bekerja. Bli Tawan Menjawab Pertanyaan Sekaligus Bercengkrama Dengan Wartawan Namun sayang, sewaktu kami berkunjung, alat itu sedang rusak lantaran terkena air hujan. Tau sendiri kan, alat sederhana bikinan Tawan banyak komponen yang serba telanjang? Menurut pengakuannya, paling tidak, ia membutuhkan waktu tiga bulan memperbaikinya. Skema Elektronik Lie Detector Di sela penjelasan serba teknis itu, Tawan memperlihatkan skema elektronik yang ia gambar pada sebuah buku kepada media. Gambar tersebut adalah skema rangkaian Lie Detector yang ia peroleh dari internet. "Saya ngga bisa bahasa Inggris, jadi hanya ambil (materi) berbahasa Indonesia," ucapnya polos. Nantinya, materi tersebut, ia pelajari lagi dan kemudian dipraktekkannya. Selama eksperimen, ia dibantu sang istri, Ni Nengah Sudiartini (29). Hasilnya tidak selalu mulus. Perlu berulang kali penyesuaian hingga menurutnya bekerja dengan baik. Baterai Lithium Untuk Sensor Kepala Sensor di kepalanya memakai sumber tenaga baterai Lithium. Satu baterai utama, satu lagi dibuat cadangan. Sementara motor penggerak menggunakan aki kering. Lantas, bagaimana cara alat ini bekerja? Sederhana. Karena yang dipakai adalah Lie Detektor, ia harus berbohong agar alat bantu robotik ciptaannya bisa bergerak. Memanipulasi otaknya, memikirkan rasa manis padahal kenyataannya pahit. Kebohongannya itu lantas ditangkap oleh sensor di kepala. Kemudian diteruskan ke motor penggerak. "Kalau Pak Dosen bilang harus begini, pakai komponen ini itu, saya ngga bisa. Tambah pusing saya. Lagian, mana ada biaya untuk membeli alat-alat itu?" tukasnya. Gerakan yang dilakukan motor penggerak terbatas. Hanya bisa ke kanan, kiri dan atas. Sementara untuk menurunkan tangan, tinggal dijatuhkan saja. "Cara kerjanya sederhana, semua orang bisa membuatnya," tandasnya. Sepintas saya perhatikan alatnya, memang tidak ada yang istimewa ataupun mahal. Semua komponen-komponennya ia peroleh dari barang bekas. Kalau rusak, ia perbaiki sendiri selama ia mampu. Jangan samakan kecanggihan alat Tawan seperti penemuan ala profesor robotik. Atau gerakan patah-patah khas robot. Bukan seperti itu cara kerjanya. Tangan kiri Tawan lumpuh, namun masih bisa digerakkan lemah. Dari karyanya itulah tangannya dapat tenaga. Memegang atau mengangkat benda yang mungkin menurut kita bebannya tidak seberapa. "Saya enggak mau terkenal, saya mau kerja," katanya. Bagaimana ceritanya kalau alat bantu tersebut rusak? Tanya saya penasaran. Gerakan Manual Selagi Bli Tawan Tidak Memakai Alat Bantu / dap "Ya begini, Mas" ucapnya sambil memakai sarung tangan kerjanya. Sarung tangan itu diikat seutas tali seukuran tali sepatu. Ujung tali itu ia gigit. Gerakan kepalanya berfungsi untuk mengarahkan tangannya ke kanan dan ke kiri. ​​​​​​​​​​​​Prosesnya dilakukan serba manual. Gila! Teriak batin saya. Sampai segitunya ia melawan keterbatasannya. Spontan saya bertanya, hal apa yang membuatnya tetap termotivasi pantang menyerah. "Saya lakukan ini (semata-mata) biar bisa bertahan hidup," jawabnya sungguh-sungguh.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/darwinarya/agar-alat-robotiknya-bergerak-tawan-harus-terus-berbohong_56a5ad163dafbda70550454d

Berita Lainnya

Posting Komentar

0 Komentar