Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Widget HTML

 


Pilgub 2018: Nasdem Berjaya, PDIP dan Gerindra Merana

Calon Gubernur Jawa Barat nomor urut satu Ridwan Kamil (kanan) bersama istri Atalia Praratya (kiri) memasukkan surat suara saat menggunakan hak pilih, di TPS 21 Bandung, Jawa Barat, 27 Juni 2018. ( Foto: Antara / M Agung Rajasa )

Nasdem menang di sedikitnya 10 provinsi, PDIP keok di 11 provinsi. Mayoritas parpol pendukung Jokowi menang besar.

Jambipos Online, Jakarta - Pemilihan gubernur telah digelar serentak di 17 provinsi dan hasil hitung cepat berbagai lembaga survei menunjukkan bahwa Partai Nasional Demokrat (Nasdem) adalah yang paling banyak memenangkan kursi gubernur.

Menurut hasil hitung cepat yang dihimpun dari berbagai lembaga survei sampai pukul 17.00 WIB, Kamis (28/6/2018), tercatat para calon yang diusung Nasdem menang di sedikitnya 10 provinsi. Nasdem mengklaim menang di 11 provinsi, tetapi itu termasuk Papua yang masih belum tuntas karena masih sedikitnya suara yang masuk dan ada pemilihan di dua kabupaten yang ditunda.

Sebaliknya, menurut hasil hitung cepat juga, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sebagai pemenang Pemilu 2014 justru kalah di 11 provinsi. Kekalahan PDIP juga sebagian terjadi di lumbung suara mereka, seperti Jawa Timur dan Jawa Barat.

Catatan khusus untuk Jawa Barat, PDIP memiliki jumlah kursi terbanyak yaitu 20 kursi DPRD dan bahkan tidak perlu repot berkoalisi dengan partai mana pun ketika mencalonkan pasangan Tubagus Hasanuddin-Anton Charliyan.

Sementara Nasdem menyapu bersih pemilihan gubernur di Pulau Jawa, meskipun para kandidatnya bukan kader partai mereka. Di Jawa Barat, Nasdem yang pertama mendeklarasikan Ridwan Kamil sebagai calon gubernur, tetapi hanya memiliki lima kursi sehingga harus merangkul dua partai lain untuk bisa maju pemilihan.

Partai Gerindra, tiga besar dalam Pemilu 2014, secara mengejutkan juga meraih hasil buruk pada pemilihan gubernur kali ini, relatif dibandingkan partai-partai "papan tengah" seperti Nasdem dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Partai yang dipimpin Prabowo Subianto ini tercatat hanya menang di tiga provinsi yaitu Sumatera Utara, Kalimantan Timur, dan Maluku.

Sampai pukul 23.59 WIB, Kamis (28/6), hitung cepat Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Papua baru mencakup 15% dari seluruh tempat pemungutan suara (TPS) dan masih ada pemilihan yang ditunda karena sejumlah masalah.

Pada waktu yang sama, hitung cepat KPU di Maluku Utara mencapai 89%, tetapi hasilnya sangat tipis antara dua kandidat teratas. Abdul Gani Kasuba untuk sementara unggul 30,8% disusul Ahmad Hidayat Mus 30,37%, atau tak sampai 1 percentage point.

Cermin Kekuatan Jokowi
Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) dan Sekretaris Badan Pemenangan Pemilu Partai Nasdem, Willy Aditya mengatakan, hasil Pilkada Serentak 2018 merupakan peta bayangan atas apa yang akan terjadi pada Pemilu 2019, terutama pemilihan presiden (pilpres).

“Pilkada 2018 ini tentu menjadi bayangan bagi parpol dalam menghadapi pemilu legislatif dan pilpres 2019 yang akan dihelat serentak. Poin positifnya adalah banyak calon yang diusung parpol pendukung Jokowi meraih kemenangan di beberapa daerah strategis,” kata Willy di Jakarta, Kamis (28/6/2018).

Dikatakan, ketika menjatuhkan dukungan kepada calon kepala daerah, Partai Nasdem menerapkan politik tanpa mahar. Artinya, dukungan diberikan atas dasar penilaian tim pemenangan pemilu, bukan besarnya uang mahar.

Kendati demikian, Nasdem selalu memberlakukan satu syarat kepada calon kepala daerah jika ingin didukung, yakni bersedia mendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Pilpres 2019.

“Ini seperti yang ditekankan kepada calon gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, yang akhirnya unggul pada hitung cepat sejumlah lembaga survei. Tentu ini akan menjadi daerah basis yang diharapkan melapangkan Jokowi menang dua periode. Pemilu 2019 masih sepuluh bulan lagi dan politik suatu hal yang dinamis. Maka, sebagai barisan pendukung Jokowi, kita tidak boleh sombong,” kata dia.

Dalam pilgub tiga provinsi di Pulau Jawa yang menjadi lumbung suara nasional, semuanya dimenangkan kandidat yang dikenal pro-Jokowi, termasuk mantan menteri sosial Khofifah Indar Parawansa, Ridwan, dan kader PDIP Ganjar Pranowo.

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh mengatakan kemenangan Ridwan di Jawa Barat sangat bermakna bagi partainya.

“Kalau dia kalah, yang paling kalah Nasdem,” kata Paloh sembari menambahkan bahwa Nasdem adalah yang pertama mendeklarasikan Ridwan sebagai calon gubernur.

Dia mengenang bahwa untuk mengusung Ridwan, Nasdem harus menjalin koalisi dengan partai lain. Namun, dengan kemenangan menurut hitung cepat ini, Paloh menegaskan tidak akan memaksa Ridwan menjadi kader partainya.

“Kita bebaskan dia untuk menjadi gubernur bagi seluruh partai politik,” kata Paloh.

Respons PDIP

PDI Perjuangan memang tak banyak berhasil dalam pilgub. Namun, di tingkat kabupaten/kota yang kurang terpantau quick count, dari laporan internalnya PDI Perjuangan‎ mengklaim menang di atas 50 persen.

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan bahwa hasil pilgub di sejumlah daerah cukup menunjukkan hasil lumayan. Apalagi, ada beberapa daerah baru yang berhasil dimenangkan partai itu, seperti Maluku dan Sulawesi Selatan.

Menurut Hasto, dari sisi strategi termasuk untuk pemenangan pilpres 2019, justru kemenangan di kabupaten/kota menjadi kunci.

"Kalau menjelang Pilpres yang menentukan kan kabupaten/kota," kata Hasto, Kamis (28/6).

Diakuinya, ada berbagai permasalahan yang mereka hadapi di pilkada serentak kali ini. Di beberapa tempat seperti di Tulungagung, Jawa Timur, calon bupati yang mereka usung tiba-tiba dipersoalkan secara hukum oleh KPK. Untungya, kata dia, masyarakat tetap mendukung.

"Sehingga tetap dimenangkan," imbuhnya.

Terkait pilgub Jawa Timur, kata Hasto, sejak awal pihaknya konsisten dalam merespons harapan para kyai Nahdatul Ulama (NU), yang sampai berkirim surat pada Ketua Umum Megawati Soekarnoputri. Mereka ingin agar PDIP mengusung Gus Ipul dan akhirnya itu yang terjadi.

Di Jawa Barat, lanjut Hasto, pihaknya memang sejak awal fokus pada konsolidasi internal partai. Meskipun diakui, calon gubernur pemenang versi hitung cepat yakni Ridwan Kamil, kerap memakai baju berwarna merah, warna tradisional PDIP.

"Mungkin itu salah satu faktor yang menyebabkan suara kami yang agak tergerus. Untuk itu, strong point kita 14 persen persen suara di sana masih bisa dijaga oleh pasangan Pak Hasanuddin-Anton. Ini yang menunjukkan loyal suporter di Jawa Barat," ulasnya.

Di NTT, calon gubernur Marianus Sae yang mereka usung juga ditangkap KPK.

Namun, jauh di atas semua masalah itu, kata Hasto, sebagai parpol pendukung utama pemerintahan, PDIP berhasil memastikan pilkada serentak 2018 berjalan aman, damai, demokratis, dan sesuai dengan Pancasila.

"Yang penting PDIP tetap kokoh dalam menjaga politik kebangsaan berdasarkan ideologi Pancasila," ujar Hasto.

Wakil Sekjen DPP PDI Perjuangan Eriko Sotarduga mengatakan pihaknya akan mengevaluasi indikasi kekalahan dalam pemilihan gubernur di beberapa daerah yang berpenduduk besar seperti Jabar, Jatim, dan Sumut.

Ada beberapa hal yang menjadi catatan. Pertama di Sumatera Utara, ternyata isu agama masih sangat mempengaruhi. Selain itu, partisipasi masyarakat dalam memilih masih kurang. Hal itu dipengaruhi juga tingkat sosialisasi serta kemudahan cara bagi masyarakat untuk memperjuangkan hak suaranya belum maksimal. Eriko menyatakan pihaknya akan mengingatkan Presiden soal hal-hal seperti ini.

Di Jatim, di saat survei, pasangan yang mereka usung disebut unggul tipis. Namun berdasarkan hasil hitung cepat, justru kalah dan selisihnya besar. PDIP akan menunggu rekap real count dari badan saksi yang mereka miliki.

Terlepas dari itu, Eriko menyatakan bahwa secara keseluruhan, pihaknya mendapat data bahwa dari 146 pilkada, kemungkinan besar PDIP menang di 87 wilayah, atau hampir 60 persen.

"Angka itu sudah melebihi target, walau memang untuk pilkada gubernur kita di bawah 50 persen. Itupun, sebenarnya ada penambahan baru. Di Sulsel, dulunya bukan daerah kita, sekarang kita ada. Sama seperti Maluku dan Maluku Utara," ujarnya.

‎Eriko memaparkan bahwa di Sumatera Utara, PDIP bekerja hanya dengan PPP. Suara murni keduanya di wilayah itu hanya sekitar 25-27 persen, sementara hasil hitung cepat menunjukkan raihan 42-43 persen.

"Artinya dari sisi kosolidasi partai, kita capai hal luar biasa. Ke depan, kita bisa menangkan Sumut untuk pileg dan khususnya pilpres," imbuhnya.

Golkar Puas

‎Ketua DPP Partai Golkar Bambang Soesatyo mengatakan partainya puas dengan hasil Pilkada Serentak 2018. Pasalnya‎, dari hasil hitung cepat berbagai lembaga survei, kandidat yang diusung Partai Golkar mendapatkan amanah rakyat untuk memimpin di berbagai daerah.

Ini menunjukkan kepercayaan rakyat kepada Partai Golkar semakin besar,” kata Ketua DPR itu.

Dia mengklaim bahwa berdasarkan hasil hitung cepat di 17 provinsi, pasangan gubernur-wakil gubernur yang diusung dan didukung Partai Golkar berhasil menang di sembilan provinsi, yakni Sumatera Utara, Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, dan Papua.

Bambang menegaskan, amanah besar yang diberikan rakyat kepada para kandidat yang diusung Partai Golkar akan dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk membangun daerah tersebut agar lebih maju dan sejahtera. Di sisi lain, dari internal Partai Golkar, kemenangan itu menjadi fondasi yang kuat untuk menghadapi Pemilu 2019.

Kemenangan Partai Golkar di berbagai daerah menunjukkan kinerja mesin partai dari pusat sampai ke tingkat daerah telah bekerja maksimal, kata Bambang.

"Tentu, hasil ini menjadikan kita semakin percaya diri menatap 2019. Hasil ini menjadi cambuk semangat untuk terus menggerakkan mesin partai agar bergerak semakin solid, kuat, dan cepat,” ujarnya.

Hasil di Jawa Untungkan Jokowi

Partai politik pendukung Jokowi mayoritas berhasil mengantarkan calon kepala daerah yang diusungnya memenangi Pilkada Serentak 2018. Di kantung-kantung suara terbesar, seperti di Pulau Jawa pun berhasil dimenangkan dalam versi hitung cepat lembaga survei.

Peneliti dari Populi Center, Nona Evita, menilai kemenangan pendukung Jokowi di Pulau Jawa memberikan peluang yang cukup signifikan menghadapi Pilpres 2019. Sebab, jumlah pemilih di Pulau Jawa mewakili sekitar 48% dari total pemilih nasional.

“Kemenangan parpol pendukung Jokowi di Jabar, Jateng, dan Jatim memberi peluang besar bahwa Jokowi akan menang di Pilpres 2019,” katanya saat dihubungi Kamis (28/6/2018).

Khusus di Jawa Barat, Nona mengingatkan adanya dinamika pemilih tetap yang sangat ditentukan oleh ketokohan. Seperti diketahui, Jawa Barat merupakan salah satu lumbung suara terbesar kelompok partai oposisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Gerindra. Namun, sosok Ridwan Kamil justru membalikkan hasil perolehan suara dan mengalahkan cagub yang diusung PKS dan Gerindra.

“Meski kubu Prabowo kalah, namun selisih suara dengan kubu Jokowi masih tidak terlalu jauh. Ini harus diantisipasi. Buktinya saja di Jabar, sebelumnya duo Dedi (Deddy Mizwar dan Dedi Mulyadi) selalu berada di posisi kedua dari sejumlah jajak pendapat. Tapi saat quick count, pasangan Sudrajat-Ahmad Syaikhu menyalip di posisi kedua. Ini menunjukkan bahwa dalam waktu singkat bisa terjadi pergeseran suara,” ungkapnya.

Menurut Nona, bagi kubu Jokowi, pekerjaan selanjutnya yang lebih penting dalam Pilpres 2019 adalah mencari sosok wakil yang tepat untuk mendampinginya. Jangan sampai sosok calon wakil presiden yang dimunculkan malah menggerus suara Jokowi

PDIP Sering Telat

Pengamat politik dari Kedai Kopi Hendri Satrio menilai, kekalahan PDIP di sejumlah wilayah kantung suara lebih disebabkan karena kurangnya persiapan.

“Misalnya, di Jabar yang mengusung Tb Hasanuddin-Anton Charliyan dan pasangan Djarot-Sihar di Sumut itu diputuskan detik-detik terakhir pendaftaran maju di Pilgub,” kata Hendri.

“Demikian pula Puti Guntur yang mendampingi Gus Ipul di Jatim, adalah pengganti Azwar Anas yang dicalonkan sebelumnya.”

Anggota Badan Komunikasi DPP Gerindra Andre Rosiade berpendapat hasil hitung cepat pilkada di sejumlah daerah cukup mengejutkan.

Di Jawa Tengah, misalnya, fenomena hasil survei Pilgub Jateng menempatkan pasangan Sudirman Said-Ida Fauziyah menempel ketat Ganjar Pranowo-Taj Yasin. Tipisnya perolehan suara Sudirman dengan Ganjar menandakan keinginan masyarakat Jawa Tengah mendapatkan pemimpin baru.

Perolehan suara di Jateng untuk Sudirman-Ida jelas tidak lagi mencerminkan bahwa Jateng lumbung suara PDI-P, imbuhnya.

----------
Catatan: sebagian isi artikel ini sudah terbit di harian Suara Pembaruan edisi 28 juni 2018.



Sumber: BeritaSatu.com

Berita Lainnya

Posting Komentar

0 Komentar