Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Widget HTML

 


Advokat – Profesi Bukan Pekerjaan


ILUSATRASI


Jambipos Online-Dalam sebuah pemberitaan dikabarkan seorang tersangka mencabut surat kuasa yang telah diberikan kepada Advokat. Pencabutan oleh tersangka tidak dijelaskan menjadi penyebab sehingga surat kuasa kemudian dicabut.

Dalam praktek dunia hukum, pemberian surat kuasa maupun pencabutan surat kuasa merupakan peristiwa yang lumrah. Bahkan tanpa penjelasan sama sekali dari pemberi kuasa.

Namun bagi advokat, pemberian maupun pencabutan surat kuasa merupakan peristiwa penting. Pemberian surat kuasa merupakan salah bentuk penghargaan terhadap profesi terhadap Advokat.

Berbeda dengan pekerjaan lain, Advokat adalah profesi. Dalam kode etik Advokat disebutkan “Advokat sebagai profesi terhormat (officium nobile). Makna “Officium Nobile“ Advokat harus senantiasa menjunjung tinggi profesi Advokat sebagai profesi terhormat. Dengan demikian maka Advokat menjunjung kemanusiaan, memberikan pelayanan hukum baik konsultasi hukum maupun pembelaan hukum. Termasuk mempunyai kewajiban untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma bagi orang yang tidak mampu (prodeo).

Dengan demikian maka Advokat tidak dapat menolak dengan alasan karena perbedaan agama, kepercayaan, suku, keturunan, jenis kelamin, keyakinan politik dan kedudukan sosialnya.

Oleh karena itu maka “Advokat dalam melakukan tugasnya tidak bertujuan semata-mata untuk memperoleh imbalan materi tetapi lebih mengutamakan tegaknya Hukum, Kebenaran dan Keadilan”, mandiri dan tidak dipengaruhi oleh siapapun dan wajib memperjuangkan hak-hak azasi manusia dalam Negara Hukum Indonesia.

Sehingga didalam pelayanan hukum kemudian diutamakan kepada pembelaan hukum. Baik yang terpinggirkan maupun tersisihkan dari dunia hukum. Oleh karena itu Sehingga tidak salah kemudian Advokat dikenal sebagai profesi. Bukan sebagai pekerjaan.

Sebagai sebuah profesi, maka terhadap Advokat kemudian dikenal sebagai profesi kepercayaan. Dengan kepercayaan, maka masyarakat yang membutuhkan pembelaan hukum kemudian menyandarkan kepada seorang advokat.

Persis dengan Dokter yang dipercaya seorang pasien terhadap penyakitnya. Bahkan di kalangan dokterpun dikenal “second opinion” terhadap diagnose suatu penyakit.

Namun didalam memberikan bantuan hukum dan pembelaan hukum juga diperlukan berbagai displin ilmu (multidispliner). Ilmu dasar seperti matematika, teknik, pertanian, perdagangan maupun ilmu lainnya membantu didalam membedah kasus. Sedangkan ilmu terapan seperti psikologi, sosiologi, antropologi, sejarah membantu untuk memahami karakter pemberi kuasa, memahami saksi dan mengetahui “dibalik peristiwa” peristiwa hukum.

Cara memotret, membaca berkas, memahami karakter berbagai pihak akan membantu menelusuri berbagai fakta dan dokumen sehingga menentukan langkah hukum yang ditempuh. Termasuk menggunakan berbagai perangkat hukum dan menggunakan ruang-ruang yang disediakan oleh Negara didalam menyelesaikan hukum.

Di tangan pemberi kuasalah kemudian akhir didalam penilaian. Apakah mempercayakan kepada seorang Advokat A atau kemudian kepada Advokat B. Atau kemudian mempunyai kemampuan sehingga dapat tampil dimuka persidangan.

Sehingga relasi yang sejajar kemudian menempatkan advokat dan pemberi kuasa saling menghormati. Sehingga pencabutan surat kuasa tanpa memberitahukan alasan pencabutan kepada Advokat akan memberikan catatan tersendiri kepada Advokat. Sang Advokat kemudian dapat menilai kepada pemberi kuasa terhadap relasi yang sudah dibangun dari rasa kepercayaan. (Penulis Adalah Advokad, Aktivis Tinggal di Jambi)

Berita Lainnya

Posting Komentar

0 Komentar