Jambipos Online, Jambi - Tim investigasi L.I.M.B.A.H. memaparkan dugaan serius mengenai praktik manipulasi informasi oleh oknum penyidik Satreskrim Polresta Jambi. Temuan ini mengungkap pola komunikasi yang diduga sengaja direkayasa untuk menggagalkan aksi unjuk rasa terkait tuntutan pembatalan SP3 kasus dugaan pemalsuan plat nomor dinas oleh oknum PNS Bawaslu.
Dokumen digital, rekaman komunikasi, dan kronologi percakapan yang dibuka kepada publik menunjukkan adanya dugaan tindakan “misleading communication” yang tidak hanya menyesatkan pelapor, tetapi juga berpotensi mencederai prinsip transparansi penegakan hukum.
Aksi unjuk rasa L.I.M.B.A.H., yang direncanakan pada 28 November 2025, mendadak dibatalkan setelah menerima kabar dari seorang penyidik bahwa SP3 kasus yang mereka kawal telah dicabut.
Kabar itu kini dipertanyakan kebenarannya. Hari Rabu, 26 November 2025, dua hari sebelum aksi, Penyidik Pembantu Bripda Firza menghubungi perwakilan L.I.M.B.A.H. lewat telepon. Dalam percakapan yang didengar saksi, “Gelar perkara sudah dilakukan.” “SP3 sudah dicabut.”
Pernyataan itu menjadi dasar pembatalan aksi. L.I.M.B.A.H. memilih percaya karena konteksnya menyangkut proses hukum formal.
“Kami membatalkan aksi sebagai bentuk penghormatan terhadap hukum. Kami kira tuntutan kami sudah dipenuhi,” jelas Lukman, jurnalis investigatif L.I.M.B.A.H. yang memimpin penelusuran.
Namun, dugaan itu runtuh hanya beberapa hari kemudian. Setelah aksi batal, pernyataan berbalik 180 derajat. Ketika dimintai salinan surat pencabutan SP3 pada 3 Desember 2025, penyidik yang sama justru memberikan jawaban mengagetkan.
“Belum dilakukan gelar pencabutan…” “Dalam waktu dekat saya bakal koordinasi dengan ahli pidana.”
Jawaban tersebut bukan sekadar inkonsistensi. Ia membongkar dugaan bahwa informasi yang diberikan sebelumnya bukan bagian dari prosedur hukum, melainkan upaya meredam aksi massa secara non-formal.
Ini Kebohongan Publik
Ketua L.I.M.B.A.H., Andrew Sihite, menilai pola komunikasi ini sebagai bentuk manipulasi terang-terangan.
“Di tanggal 26 November bilang sudah gelar, di tanggal 3 Desember bilang belum. Ini bukan salah paham, ini prank institusi,” tegasnya.
Menurut Andrew, dugaan motifnya jelas, menghindari aksi besar yang akan menyorot SP3 yang dipertanyakan publik.
“Kami melihat ini sebagai ‘obat penenang’ palsu. Setelah aksi gagal digelar, semuanya kembali seperti semula: alasan koordinasi, alasan ahli pidana, alasan waktu.”
Bukti Percakapan
Dalam salah satu chat WhatsApp yang diperlihatkan ke media, penyidik menulis, “Aku dak izinkan pernyataan aku diekspos di media manapun.” Bagi Lukman, kalimat ini memiliki bobot investigatif.
“Pegawai negeri yang menjalankan tugas publik tidak bisa menghalangi penyebarluasan informasi terkait proses hukum. Larangan seperti itu janggal dan justru menjadi indikasi ada yang disembunyikan.”
Kasus ini menyeret pertanyaan lebih besar, apakah aparat boleh menyampaikan informasi tidak akurat sebagai strategi meredakan tekanan publik?
Jika benar terjadi, pola ini bukan sekadar pelanggaran kode etik, tetapi juga ancaman terhadap, akuntabilitas proses hukum, hak masyarakat atas informasi yang benar, kebebasan menyampaikan pendapat, kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum.
Mosi Tidak Percaya
Merespons temuan investigatif tersebut, L.I.M.B.A.H. menyatakan mosi tidak percaya terhadap penyidik Unit Pidum Polresta Jambi. Mereka memberikan ultimatum 1×24 jam kepada Kasat Reskrim untuk menjelaskan, alasan perbedaan informasi, dasar hukum pernyataan pada tanggal 26 November 2025, status sebenarnya dari proses pencabutan SP3.
Jika tidak ada klarifikasi, L.I.M.B.A.H. akan, melaporkan oknum penyidik ke Propam Polda Jambi atas dugaan pelanggaran kode etik profesi Polri, integritas penyidikan, penyampaian informasi menyesatkan kepada pelapor.
Juga akan menggelar aksi unjuk rasa Jilid II di Mapolda Jambi dengan tuntutan tambahan, periksa dan beri sanksi tegas kepada oknum penyidik yang diduga memanipulasi informasi publik.
Catatan L.I.M.B.A.H, berita investigasi ini disusun berdasarkan, dokumen digital, bukti percakapan WhatsApp, keterangan saksi, dan pernyataan resmi dari Perkumpulan L.I.M.B.A.H.
Setiap penyebutan nama dan jabatan dilakukan demi kepentingan publik dan pengawasan sosial berdasarkan UU Pers No. 40/1999. Seluruh pihak yang disebut tetap berada dalam asas praduga tak bersalah hingga adanya putusan berkekuatan hukum tetap. (JPO-Tim)

0 Komentar
Komentar Dilarang Melanggar UU ITE