Jambipos Online, Jambi- Di tengah tantangan perlambatan ekonomi daerah dan ketergantungan tinggi pada sektor sumber daya alam, Provinsi Jambi mulai mengalihkan fokus pembangunan ke sektor logistik dan maritim. Salah satu langkah besar adalah pembangunan Pelabuhan Peti Kemas Muarojambi yang dinilai berpotensi menjadi simpul ekonomi baru di kawasan tengah Sumatera.
Guru Besar UIN Sultan Thaha Saifuddin (STS) Jambi, Prof. Dr. Mukhtar Latif, M.Pd., menilai proyek ini bukan sekadar pembangunan fisik, melainkan strategi ekonomi jangka panjang untuk memperkuat fondasi fiskal dan menciptakan multiplier effect luas di berbagai sektor.
“Jika dikelola secara profesional, pelabuhan ini berpotensi menyumbang hingga Rp700 miliar, atau sekitar 3–5 persen terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Jambi,” ujar Prof. Latif dalam wawancara di Jambi, Minggu (2/11/2025).
Prof. Latif menjelaskan, pembangunan pelabuhan ini adalah bentuk nyata penerapan prinsip otonomi daerah yang produktif—di mana pemerintah daerah tidak lagi hanya bergantung pada dana transfer pusat, tetapi mulai mengembangkan revenue base sendiri melalui infrastruktur strategis.
“Pelabuhan adalah instrumen fiskal. Ia menggerakkan arus barang, menumbuhkan pajak, menciptakan pekerjaan, dan memperluas kapasitas fiskal,” kata Latif.
Posisi Jambi di jalur tengah Sumatra memberi keunggulan geografis. Dengan memanfaatkan Sungai Batanghari sebagai koridor logistik, pelabuhan ini diharapkan dapat menjadi pusat distribusi baru antara provinsi bagian barat (Riau, Sumbar) dan selatan (Sumsel, Bengkulu).
Efek Ekonomi: Setiap Rp1 Triliun Bisa Menggandakan Aktivitas
Studi UNCTAD (2021) menunjukkan, setiap investasi Rp1 triliun di sektor pelabuhan mampu memicu aktivitas ekonomi tambahan antara Rp1,8 hingga Rp2,3 triliun. Prof. Latif menilai angka ini realistis diterapkan di Jambi.
![]() |
| Prof. Dr. Mukhtar Latif, M.Pd. |
“Artinya, multiplier effect pelabuhan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) lokal bisa mencapai 2,3 kali lipat. Efek ini akan menjalar ke transportasi, pergudangan, perhotelan, hingga kuliner dan wisata di sekitar pelabuhan,” jelasnya.
Kontribusi sektor pelabuhan terhadap ekonomi nasional sendiri berada di kisaran 3–7 persen, menurut World Port Index (2022). Jika Jambi mampu mencapai level tersebut, maka kontribusi langsung terhadap PAD bisa meningkat signifikan dan memperkuat daya saing fiskal daerah.
Dari aspek sosial ekonomi, pembangunan Pelabuhan Muarojambi juga berpotensi besar dalam menciptakan lapangan kerja baru. Berdasarkan data OECD (2022), setiap 1.000 TEUs kontainer yang dikelola pelabuhan menciptakan 4–6 pekerjaan langsung dan 15–20 pekerjaan tidak langsung.
“Dengan asumsi kapasitas 100.000 TEUs per tahun, akan tercipta sekitar 2.000 pekerjaan langsung dan lebih dari 5.000 pekerjaan tidak langsung. Ini peluang besar untuk menekan pengangguran dan meningkatkan pendapatan masyarakat,” ungkap Prof. Latif.
Fondasi Regulasi dan Integrasi Logistik
Pemerintah Provinsi Jambi telah menyiapkan landasan hukum melalui Peraturan Gubernur Jambi Nomor 15 Tahun 2022 tentang Rencana Induk Transportasi Daerah. Regulasi ini menekankan integrasi sistem logistik darat, laut, dan sungai, yang menjadi prasyarat utama keberhasilan proyek.
Selain itu, program “Jambi Terkoneksi 2024–2029” menjadi strategi lanjutan untuk menciptakan simpul ekonomi baru berbasis pelabuhan.
Simulasi ekonomi Bappeda Jambi (2024) memperkirakan setiap Rp1 triliun investasi di sektor pelabuhan akan menumbuhkan Rp700 miliar aktivitas ekonomi turunan, dengan multiplier sekitar 1,7 kali.
Menurut Prof. Latif, pembangunan Pelabuhan Peti Kemas Muarojambi merupakan bagian dari transformasi ekonomi menuju kemandirian fiskal daerah. Pelabuhan ini tidak hanya berfungsi sebagai pusat bongkar muat, tetapi juga sebagai motor penggerak ekonomi baru di Sumatra Tengah.
“Dari perspektif fiskal, peningkatan arus uang akan memperbesar basis pajak daerah dan mempercepat pertumbuhan kawasan ekonomi baru. Pelabuhan ini adalah motor ekonomi baru bagi Jambi,” tegasnya.
Ia membandingkan rencana pengembangan Muarojambi dengan model sukses di Rotterdam, Singapura, dan Tanjung Priok, di mana pelabuhan menjadi jantung perputaran ekonomi regional.
“Muarojambi memiliki potensi yang sama—menjadi pintu ekspor bagi sawit, karet, dan kopi, sekaligus menggerakkan denyut kesejahteraan masyarakat di kawasan tengah Sumatra,” tutup Prof. Latif. (JPO-AsenkLeeSaragih)


0 Komentar
Komentar Dilarang Melanggar UU ITE